Prolog

239 Words
Seorang gadis dengan seragam putih abu-abu tersenyum lebar menatap seorang pria yang yang sedang bermain basket di halaman rumahnya.  "Ngapain lo disitu?"  Gadis itu terkesiap mendengar pertanyaan bernada dingin dari si pria yang masih sibuk mendrible bola basketnya.  "Aku bawain puding cokelat buat kakak" jawab gadis itu berusaha menetralisir degup jantungnya yang menggila.  "Mending lo bawa pulang aja deh, dan.. Jangan deketin gue, lo harusnya sadar diri." pria itu tidak perlu repot menatap gadis 16 tahun itu, ia melangkah masuk ke dalam rumahnya meninggalkan si gadis yang hatinya remuk detik itu juga.  Selama 16 tahun hidupnya ucapan itu adalah ucapan paling menyakitkan yang ia dapatkan. Dan ia tau, wajahnya tidak secantik kebanyakan wanita. Terdapat beberapa bekas jerawat di wajah kusam nya, tubuhnya juga berisi dan ia sering di bully dengan kata "gendats" atau "bongsor" padahal ia tidak terlalu gendut.  "Masih belum pergi juga?" pria itu berdiri di teras rumahnya sambil berkacak pinggang menatap tajam gadis itu.  "Pudingnya kak" gadis itu masih tersenyum di balik lukanya yang kian membesar.  Pria itu berdecak "Keras kepala" gumam nya lalu mengambil puding itu dengan gerakan kasar.  "Sana pergi, jangan datang lagi" ucapnya sinis. Gadis itu hanya tersenyum walau hatinya semakin tercabik.  "Selamat ya kak atas kelulusannya dari akmil" ucap gadis itu lalu beranjak pergi. Setiap langkah yang ia tapak, air matanya turun tetes demi tetes.  Ia membawa sekeping hati yang terluka, dan sekeping lagi tertinggal pada pria yang terpaut 4 tahun diatasnya.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD