p r o l o g

274 Words
NADINE'S POV Dulu sekali, saat tubuhku dengan bangga mengenakan seragam kotak-kotak berwarna merah muda, dan berjalan bersama Mbak Hike menuju taman kanak-kanak. Saat wajahku menahan tangis mengenakan seragam putih merah tatkala mama tidak bisa mengantarku di hari pertamaku memulai sekolah dasar. Saat aku sudah lebih tegar ketika pertama kalinya mengenakan seragam putih biru. Saat aku akhirnya belajar mengalah ketika mama memintaku mengenakan seragam putih abu-abu milik Cakrawala. Itu Nadine Sava. Itu aku. Seorang gadis yang hanya diajarkan mengalah, tapi tidak dalam keadaan ikhlas. Diminta menurut saat hatiku malah ingin menentang. Diminta menyerah saat sebenarnya aku ingin berjuang hingga napasku hilang. Sungguh, aku lelah dengan keadaan seperti itu. Keadaan dimana aku tidak bisa melakukan apapun. Kini, saat waktu kian bergulir, aku bukan lagi gadis dulu. Aku telah berubah menjadi wanita dengan mimpi di genggaman. Awalnya, itu yang kupikirkan tentang diriku. Tapi ternyata, sebagaimanapun kuatnya aku menjalani hari, aku tetaplah Nadine Sava. Saat aku memang tampak kuat dari luar, orang-orang berpikir bahwa aku sempurna. Tidak. Aku tidak sempurna. Hatiku sudah remuk, hancur tanpa bentuk. Mereka tidak mengerti, karena yang mereka tahu hanya aku dan segala bagian terluarku. Setelah hari itu, aku memilih untuk tidak pernah mengenal dia lagi. Aku memilih menjadi asing. Aku memilih menjauh. Dan aku memilih tertutup. Kupikir, sejak saat itu, takdir akan lebih berbaik hati padaku. Tapi ternyata, bertahun lamanya, takdir tetap setia menjadikan aku mainannya. Sulit, sangat sulit. Karena aku harus dapat mengontrol setiap kenangan yang tiba-tiba muncul ke permukaan. Aku hanya ingin menyampaikan satu hal. Dimanapun kamu kini, jika saja kamu tau, aku di sini, selalu menahan derita karena kenangan yang kamu beri. —Tertanda, perempuan yang sama seperti tujuh tahun lalu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD