PROLOGUE

250 Words
Sebelum Brian meninggalkan Mauren pergi berkuliah ke luar negeri, Brian membuat sebuah janji pada kekasih yang amat ia cintai. Brian berjanji akan menikahi Mauren saat ia telah berhasil menuntaskan studi belajar di luar negeri. Meski, janji yang ia ucap sempat membuat Mauren sang kekasih menjadi tergelitik. “Bagaimana mungkin kamu akan menikahiku di saat kamu sendiri belum bekerja?” Mauren menggoda. Melempar senyum manis khas miliknya. Saat itu Brian membalas dengan tepukkan lembut pada puncak kepala Mauren, sembari berkata, “Lihat saja nanti, aku akan membuktikannya kepadamu.” Keduanya melempar senyum. Seakan jarak takkan menjadi masalah. Sebelum pada akhirnya jadwal penerbangan Brian mengharuskan mereka untuk berpisah. ****** “Kak Brian, apakah kakak sudah bertemu dengan kak Mauren?” Lucia bertanya. “Belum..” hanya jawaban singkat yang Brian beri. Terselip rasa sedih dari manik mata yang ia palingkan dari sosok Lucia -sang adik perempuan. “Tadi, Lucia melihat kak Mauren sedang berduaan bersama kak William. Apa kak Brian baik-baik saja?” Adakah hati yang tetap baik-baik saja di saat kekasih yang ia cinta justru pergi bersama lelaki lain? Tidak! Tentu Brian dalam keadaan tidak baik-baik saja. ****** Bukankah sebuah janji harus ditepati? Tapi, ketika si penerima janji tak lagi ingin menerima, lantas haruskah Brian melanjutkan usahanya untuk menepati janji? Kini, merekahkan senyum merupakan tempat persembunyian terbaik bagi Brian. Sebab, ia harus menyembunyikan rasa sedih dan penyesalan yang terdalam dibalik topeng ketampanan. “Maafkan aku Mauren, semua salahku. Aku tak cukup pantas berada di sisimu. Apalagi untuk menepati janji kepadamu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD