PART 1

1471 Words
         HAPPY READING                   INDONESIA 2007 Matahari kembali ke peradabannya. Senja malu-malu muncul dari barat. Menyembulkan warnanya yang menarik bagi setiap insan. Begitu pula diriku. Mataku terpejam ketika sepasang tangan besar melingkupi tubuhku dari arah belakang.  Hidungku mencium bau Musk dan Pinus yang menjadi satu. Aroma favoritku selama 6 bulan belakangan ini. Bibirku melenguh ketika sapuan lembut itu kembali aku rasakan pada permukaan leherku. Kecupan seringan bulunya, dan hembusan nafas hangatnya. Tangan besarnya yang tadi memeluk perutku kini sudah beralih pada dua asset berharga milikku. Aku semakin melenguh keras. Mendesahkan namanya. Ikut berbaur dengan angin malam yang berhembus pelan melewati balkon kamar. Bibir panasnya tanpa ampun menggempur seluruh permukaan kulitku. Dressmaroon yang aku kenakan sudah melorot hingga perut. Menampilkan Bra hitam pemberiannya 1 Minggu yang lalu. Tubuhku dengan cepat dibaliknya. Hingga kini mataku bertabrakan dengan mata hitam kelamnya. Mata yang selalu memancarkan gairah yang tiada habisnya.  "Damian … hhhh .. hhh ...."  Aku hilang. Akalku melayang. Jiwaku terbang bersamaan dengan hisapan kuat yang ia berikan pada pucuk merah muda pada asetku. Tubuhku refleks melengkung kedepan. Memberinya akses lebih dalam. Bibirku tak hentinya meneriakkan namanya. Membuatnya semakin menggila menyentuh seluruh tubuhku.  Ya Tuhan ini benar-benar nikmat. Aku ingin dirinya. Laki-laki didepanku ini. Memasukiku segera.  "Aku … hhh … aku menginginkanmu Dam .. please …” "Katakan padaku Julia? Apa yang harus aku lakukan? One more time!" "Please .. hhh Damian jangan menyiksaku ...." "As your wish baby. I'm coming" Dan entah bagaimana, aku sudah tidak ingat apapun. Yang jelas kini aku sudah terbaring tanpa sehelai satpun pada tubuhku. Aku terlentang pada sofa panjang yang terletak pada ujung kamar apartemennya. Kepalaku mendongak ketika ia dibawah sana melesakan lidahnya pada lipatan liang sempitku. Tanganku otomatis menekan kepalanya agar memberiku servis lebih disana. Dan bibirku yang semakin mendesah tak karu-karuan membuatnya semakin gencar menyentuhku dimana-mana dengan tangannya yang bebas.  "Ya Tuhan Julie, kau basah sekali sayang" "Damian please jangan menyiksaku" Dan setelahnya, tanganku yang terburu-buru turun kebawah. Menyentuh ikat pinggang beserta resleting celananya. Yaampun, kali ini aku berubah jadi w************n hanya karena sentuhan seorang Damian RavesToretto.  "Sabar sayang ..." Desahnya lalu Ia menahan tanganku yang sudah hampir memelorotkan celananya. Padahal aku tahu dari sorot matanya yang berkabut oleh gairah yang sama sepertiku. Kemudian ia tersenyum lalu kembali memagutku mesra dan penuh gairah. "Say may Name Julie ... Oooh f**k! Kau sempithh ... Oh ya Tuhan ... Juliahhh ..." "Damiannhhh .... Ohhh astagahhh ... Hhhh" Nafasku tersengal. Dan kakiku refleks melingkari pinggangnya. Aku tersenyum bahagia ketika tangannya masih sempat mengusap peluh yang berada didahiku padahal ia tengah berkosentrasi memasukiku dibawah sana. Ia membalas senyumku. Memberikanku kecupan ringan didahiku sebelum ia menggerakkan pinggulnya untuk memulai tarian e****s kami sore ini. •••••••••• Mataku mengerjap pelan dan mulutku menguap pelan. Kepalaku menoleh pada nakas samping. Dan mendapati jarum jam menunjukkan pukul 10 malam. Netraku melirik sepasang tangan yang melingkari perutku. Bibirku berkedut untuk tersenyum.  Menyingkap selimut dengan pelan, aku segera beranjak untuk membersihkan tubuhku yang lengket karena kegiatan panas kami beberapa jam yang lalu. Dan hal pertama kalinya yang tertangkap mataku setelah selesai dengan ritual mandi adalah, laki-laki dengan boxer hitam tanpa atasan itu tengah berkutat dengan Ipadnya. Kepalanya ia sandarkan pada kepala ranjang. Matanya beralih menatapku ketika ia menyadari kehadiranku. "Kau akan pergi?" Aku mengangguk lalu duduk diatas pangkuannya "Aku sudah bilang pada ibu untuk pulang hari  ini Damian" "Ckckck! Aku sendirian!" Aku terkekeh pelan melihatnya merajuk. Dia lucu "Tidak akan ada hantu di apartemen mewahmu Dam" "Bilang pada Ibumu kalau kau menginap dirumah Sarah" "Kau mengajariku berbohong heh" "Aku masih merindukanmu baby" "Masih ada waktu esok hari Damian. Jangan konyol!" "Kalau begitu aku akan menjemputmu besok. Bagaimana?" Aku mengangguk lalu segera bangkit dari atas pangkuannya. Memberinya kecupan selamat tinggal dan segera berlalu dari Apartemennya. "See you tomorrow Dam"                      THE WONDERFUL PAST Aku Julia Raveen. 21 tahun. Baru lulus kuliah. Ayahku Tom Raveen, warga Italia. Beliau menikahi ibuku EmelyRooney warga Indonesia. Namun ayahku meninggal 2 tahun yang lalu akibat serangan jantung. Dan kini, aku harus kembali ke negara kelahiran ibu. Tempat dimana beliau besar. Mengadu nasib agar tetap hidup layak di negara maritim ini. Aku tinggal bersama Ibu dan Kakakku Alex.  Sejak lulus kuliah, aku sudah bekerja menjadi salah satu staff hotel di Ibukota. Tidak ada yang istimewa sebenarnya dari diriku. Hanya saja sejak kehadiran Damian RavesToretto, laki-laki asal London yang selalu menatapku tajam ketika aku tidak sengaja menumpahkan kopi di jas mahalnya kami jadi sering dipertemukan. Entah ini takdir atau kebetulan. Yang jelas, semenjak insiden ketidaksengajaan itu aku dan Mian jadi sering bertemu. Lalu kami jadi semakin dekat. Hingga saat ini. Hubungan kami masih sejauh s*x dan lainnya. 6 bulan kedekatan kami, tidak ada pengakuan cinta atau lainnya. Aku tahu, karena Damian bukan tipe orang yang suka mengumbar kata cinta ataupun hal-hal romantis lainnya. Meskipun begitu aku senang. Karena Damian selalu membuatku nyaman dengan perhatian-perhatian kecilnya. Meskipun ia terkesan dingin dan tidak peka.  "Sampai kapan kau akan melamun heh?!" Aku tersentak ketika tepukan keras aku rasakan dibahuku. Aku tertawa kecil melihat Sarah. Teman baikku. Gara-gara mendeskripsikan hidupku dan Damian aku jadi tidak fokus. "Ada apa?" "Kau sedang membayangkan hal-hal intim dengan Damian ya?" Mataku melotot. Dengan kasar aku memukul lengan Sarah menggunakan buku yang digunakan untuk daftar tamu. "Mulutmu Sar! Kau kira aku apa hah?" "Ya ... Ya ... Ya ... Seorang Julia kekasih Damian Raves. Beruntungnya dirimu Julie. Setiap hari kau bisa menikmati ketampanannya yang tanpa cela ketika para gadis diluaran sana mengemis cinta padanya" "Itu takdir Sar" kekehku pelan sambil merangkul bahunya. Temanku yang satu ini memang seringkali mengeluh-eluhkan hubunganku dengan Damian yang katanya terlampau sempurna. Padahal menurutku biasa-biasa saja. Aku dan Damian hanya dua insan tanpa kejelasan namun masing-masing saling memeberi kenyamanan. Itu saja. Tidak se-WOW yang mereka pikirkan. "Ya! Takdir yang menguntungkan bagimu tapi menyebalkan bagiku. Kenapa aku harus mendapatkan laki-laki seperti William. Kenapa tidak seperti Damian. Kaya, tampan dan mapan. Pengusaha muda yang merintis karirnyadisini. Bukan seperti William yang pengangguran!" "Itu tidak benar Sarah. William itu laki-laki baik. Dia bukannya pengangguran. Tapi dia sedang memperjuangkan dirimu. Ia lebih memilihmu ketimbang perusahaan keluarganya demi bayimu" "Ya ... Ya ... Ya ... Demi bayinya. Bukan diriku!" "Hei! Itu tandanya dia bertanggung jawab Sarah. Jaman sekarang susah mencari laki-laki sepertinya. Bertanggung jawab, yang rela meninggalkan harta benda serta keluarga demi wanita yang dicintainya. Itu luar biasa kau tahu" "Kata-katamu membuatku merasa bersalah kau tahu karena barusan aku seperti menyepelekan William" "Maka dari itu kau harus mulai bersyukur dan menerima William. Bukan malah membandingkannya dengan pria lain. Apalagi kau bandingkan dengan Damian. Jelas Damian bukan tandingannya jika dibandingkan laki-laki disekitar kita." "Ya ... Ya ... Terimakasih ya atas ceramahnya teman baikku" "Ckck! Dasar! Hari ini aku pulang agak cepat. Aku sudah izin pada Direktur Ronal jadi kau menggantikan shift malam Raisa Sar" "Apa?!! Kenapa tiba-tiba sekali?" "Tanyakan pada Pak Ronal yang kurang apik menyusun jadwal shift" "Kau tega sekali sih padaku Julie. Aku ada kencan hari ini" "Aku juga ada kencan hari ini hihihi" "Menyebalkan!!" "Selamat bersenang-senang Sarah sayang" Aku terkekeh lalu perlahan pergi dengan tas selempangku dari hadapan Sarah. Aku tahu pasti gadis itu tengah mencebik kesal sambil mendumeli diriku. Hei, ini bukan salahku ya. Salahkan saja Damian yang tiba-tiba mengajakku kencan hari ini. "Hallo sexy ..." Aku mendengus ketika Damian memberiku kecupan singkat dilekukan leherku. Ia membantuku memakai safetybelt dan berakhir melumat bibirku sebentar.  "Kebiasaan!" "Apa??" "Kau memberiku kabar mendadak. Kasihan Sarah Mian ..." "Aku akan mentraktirnya makan Minggu depan sebagai gantinya" "Ckck! Alasan!" "Aku ingin kencan denganmu hari ini. Jadi jangan pasang wajah cemberut oke?" "Kita akan kemana?” "Nonton. Bukannya kau bilang ingin pergi menonton kemarin? "Oke. Sepertinya nggak buruk" "Mau makan dulu?" Aku mengangguk lalu beralih melingkari lengannya. Ia tersenyum sambil sesekali mengendus puncak kepalaku, "Kau belum mandi Kenapa tetap wangi?" "Parfum?" "Aku jadi ingin cepat-cepat pulang" Tanganku yang mengusap lengannya tiba-tiba refleks mencubit bibirnya. Ya Tuhan Damian .. otaknya benar-benar sudah konslet. Dalam keadaan begini masih saja masih sempat-sempatnya berpikiran kotor. Dasar! "m***m!!" "Bercanda baby. Ingin makan apa? Sushi? Atau bolognese?" "Sushi saja" "Oke. Ah ya! Mungkin besok aku tidak bisa menjemputmu baby" "Kenapa?" "Mommy dan Daddy akan mengunjungiku besok" "Oh ya? Dalam rangka apa?" "Rindu" "Apa aku perlu menyapa mereka? Damian terlihat terdiam. Lalu hal selanjutnya yang aku dapat adalah gelengan pelan dari kepalanya. Ada setitik rasa kecewa yang menderaku tiba-tiba. Entahlah, aku juga tidak mengerti kenapa aku menjadi melankolis begini.  Mungkinkah Damian malu memperkenalkan aku pada keluarganya? Jujur, selama 6 bulan kami bersama aku belum tahu banyak tentang Damian dan keluarganya. "Kenapa?" "Nanti juga ada waktunya" "Oh baiklah" Dan selanjutnya, kami berdua sama-sama terdiam dalam keheningan hingga sampai di tempat makan favorit kami. Damian fokus dengan kemudinya, sedangkan aku dengan pikiran melantur yang entah apa mulai sedikit mengusik ketenangan batinku. Ya Tuhan ... Perasaan apa ini. Ini tidak seperti biasanya. Aku merasa seolah Damian tengah menyembunyikan diriku dari keluarganya. Apa aku seburuk itu hanya untuk berdampingan dengan orang-orang disekitar Damian?  Apa aku tidak pantas bersamanya? Gadis biasa sepertiku seharusnya jatuh pada tempat yang seharusnya? Tapi aku ... Aku mencintai Damian. Aku tidak ingin jauh darinya meski ia tidak bisa membalas perasaanku. Aku takut kehilangannya. Aku tidak bisa jika harus ... Oh yaampun apa yang sebenarnya aku pikirkan?                     TO BE CONTINUED                       SEE YOU NEXT PART
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD