Chapter 1 - Fisikawan Gila Dengan Otak Jenius

1515 Words
Jemarinya bergerak secara konstan. Berurutan dari kelingking hingga telunjuk, mengetuk asal meja kerjanya hingga tercipta gemelatuk random yang memenuhi ruangan ini, lengkap dengan gesekan khas dari kertas yang dibalik, juga beberapa suara dari keyboard yang menjadi alas untuk tarian sang jemari, ditambah helaan nafas pelan yang sangat terdengar memiliki banyak beban di dalamnya.              Sebelah tangannya dengan tremor mengambil mug yang tak jauh dari sana, menandas kasar cairan bening di dalamnya, kemudian dengan gusar mengisi kembali gelas itu untuk kembali di teguk. Berkali kali. Hingga rasanya pria itu ingin muntah, namun tidak terjadi. Sejujurnya, apabila dengan muntah bisa mengembalikan kewarasannya, ia rela muntah berkali kali dalam sehari.              Setelah menghempaskan kembali tubuh lelahnya diatas kursi, ia mengeratkan mantel yang digunakannya, tubuhnya sangat mengigil karena kurang istirahat. Jempol dan telunjuknya beradu untuk menjumput tipis sebuah kulit kering di bibirnya, meninggalkan luka yang berakhir dengan bau khas besi dari darah.              Pria dipenghujung dua puluh tahunnya itu memejamkan mata lelah, berupaya untuk menidurkan dirinya sejenak, namun tetap tak bisa. Mengumpati kebiasan sialannya yang tidak bisa terlelap apabila ada hal yang mengganggu dirinya. Biasanya, jika pekerjaan menganggu isi pikirannya, ia akan bekerja amat keras berhari hari, melupakan tidur dan isi lambungnya agar cepat selesai dan setidaknya bisa berhibernasi untuk menggantikan pola tidurnya yang kacau beberapa hari yang lalu.              Namun dengan pekerjaannya yang sekarang- yang ia sesalkan kenapa mau maunya saja diserahi tugas yang begitu mustahil, maka kata tidur akan benar benar tak ada dalam kamusnya hingga ia bisa saja mati kelelahan. Ya, itu amat sangat bisa terjadi.              Pria itu, Evan Bridgette, the Lord Bridgette adalah seorang yang cukup sukses di usia mudanya. Karena diumurnya yang dua puluh sembilan tahun, ia telah menjadi seorang fisikawan muda yang cukup bisa dibilang luar biasa karena karya dan buku buku yang diterbitkannya mengenai banyak hal di dunia ini. Yang tentu saja masih mejadi perdebatan para ilmuan karena sesuatu hal seperti itu tidak bisa diterima begitu saja. Harus ada percobaan dan bukti yang amat sangat kongkrit.              Membuat mesin waktu. Terdengar amat sangat gila, dan ia mengutuk ketidakwarasannya yang dengan percaya diri akan berhasil saat ditawari project besar itu. Dua tahun yang lalu, dan kini ia belum bisa menemukan apapun, sedangkan gerak geriknya dipantau oleh dunia.              Tak jarang ia hanya tidur empat atau lima hari sekali, itupun karena badannya sudah tak sanggup. Wajahnya pucat pasi, sudah tak ingat kapan ia terakhir kali keluar dari ruang kerjanya yang modern ini hanya untuk sekedar menghirup udara segar. Bukannya membuat kulitnya kering karena air conditioner diruangannya yang selalu hidup.              Matanya memerah, tangannya terus menari disebuah catatan penuh dengan rumus yang tidak bisa dimengerti oleh orang awam. Jangankan orang awam, bahkan dia sendiri pun belum bisa menemukan rumus yang harus diciptakannya agar projectnya bersama teamnya kini bisa berhasil.              Dengan berbagai teori yang sudah muncul, manusia muncul jauh lebih dahulu daripada saat tulisan ditemukan. Delapan puluh persen sejarah hilang. Dari dua puluh persen yang ada, banyak hal hal yang masih belum bisa diketahui hingga saat ini. Keberadaan adanya gravitasi pun, baru bisa diketahui oleh salah satu fisikawan ternama, Einstein, beberapa tahun yang lalu. Bagaimana bisa dirinya yang hanya seorang fisikawan muda, dengan pikiran yang gila dan implusif, mampu menciptakan gravitasi agar dapat membuat mesin waktu? Sempat adanya kegemparan yang terkuak dari media sosial, tentang adanya seorang astronout yang berumur jauh lebih tua dibanding kembarannya yang ada di bumi. Ini dikarenakan sebuah roket membutuhkan kecepatan sekitar dua puluh delapan ribu kilometer per jam untuk bisa menembus atmosfer bumi. Jika sesuatu dengan kecepatan semakin mendekati cahaya bergerak, maka waktu akan bergerak semakin lambat.              Disisi lain, dari teori relativitas umum dari Einsten yaitu semakin besar objek, maka akan semakin menyebabkan distorsi ruang dan waktu. Semakin besar massa suatu benda, maka grativasi yang dihasilkan akan semakin besar, yang berarti semakin besar grativasi, maka akan semakin mempengaruhi distorsi waktu.              Jadi, membuat mesin waktu untuk ke masa depan saja sangat sulit, karena membutuhkan gravitasi yang amat sangat besar, juga kecepatan yang amat sangat tinggi. Ya mungkin saja jika dia menemukan suatu rumusan yang tepat, dan bisa menjelaskan bagaimana caranya membuat gravitasi, ia bisa saja membuat mesin waktu tersebut. Tapi saat ini adalah hal yang sangat mustahil untuk memiliki energi dan kecepatan yang sebesar itu. Sebuah bom atom saja energinya hanya sekian persen apabila ingin disandingkan dengan energi dan kecepatan untuk membuat mesin waktu.             Itu ke masa depan.              Belum lagi ke masa lalu.              Belum ada teori yang bisa menjelaskan bagaimana seseorang bisa kembali ke masa lalu.              Lagi dan lagi pria itu merutuki dirinya sendiri yang impulsif saat diberikan project sinting ini. Kadar kebosanannya saat dua tahun yang lalu membuatnya mengiyakan begitu saja tawaran tersebut tanpa berpikir bahwa ia bukanlah tuhan yang dapat menciptakan hal hal gila dalam sekejap mata.              Mungkin bisa saja alat itu diciptakan, tapi entah di tahun keberapa, mungkin ia sudah berada di neraka untuk menebus dosa dosanya. Entahlah, pria itu bahkan tidak percaya dengan objek yang belum bisa dijelaskan bernama tuhan. Ah.. kepalanya serasa akan pecah. Ia benar benar butuh sinar matahari dan keluar sementara dari ruang kerjanya sebelum ia menggila dan berakhir mengacak acak semua penemuan -yang belum tentu berhasil- yang sudah dilakukan teamnya itu selama dua tahun belakangan.              “Kau akan kemana, sir Evan?”              “Keluar” rekan kerjanya hanya mengangguk mengerti walaupun ini bukan jam normalnya seseorang berkeliaran. Tapi toh siapa yang berani melawan beliau. Lagi pula sepertinya orang orang cukup mengerti, toh pria itu tidak terlihat batang hidungnya selama empat bulan terakhir selain di ruang kerjanya. Bahkan ia memakan makan siang -menjelang malam-nya tetap di ruang kerjanya.              Ia sedang menikmati satu cup americano panas sebelum matanya bergulir melihat segerombolan orang dengan seragam lapangan khasnya sedang berbincang dengan atasannya. Ya, ia saat ini memang bekerja di sebuah badan swasta dimana para ilmuan dari berbagai bidang berkumpul, memiliki teamnya masing masing lalu dititahkan membuat project yang bisa dibilang sinting.              “Mereka memesan lima puluh ton” suara seseorang dari balik pundaknya hampir saja membuatnya memuncratkan kopinya karena gagal masuk ke kerongkongan. Ingin mengumpat namun ia rasa energinya terbuang sia sia hanya untuk mendapat balasan cengiran tak berguna dan gumaman minta maaf.              “Yellow Cake” Jelas rekannya lagi. Seakan tahu apa yang ada di dalam pikiran rekannya selama setahun itu. “Mereka memesan sebanyak lima puluh ton, kurasa karena itulah orang orang terlalu penasaran disana datang hari ini” Yellow Cake, sebuah tepung berwarna kuning yang biasanya dibarengi dengan lambang berbahaya lengkap dengan keterangan radioactive III yang selalu menyertai.              “Lima puluh ton itu terlalu banyak bukan? Bukankah 235 itu 0,7%? Kurasa cukup apabila hanya memerlukan tujuh koma lima kilogram- yang mana berarti kita hanya perlu membeli sebanyak seribu sampai seribu seratus kilo” Oke, maafkan Evan yang melupakan nama rekannya yang satu ini, tapi sesungguhnya ia jadi tertarik untuk mendengarkan.              Uranium atau yang biasa disebut dengan Yellow Cake. Sebuah unsur yang menembak neutron hingga menghancurkan inti atom, berakibat adanya sebuah rantai yang akhirnya memicu sebuah reaksi yang amat sangat berguna dalam penghasilan energi, salah satunya seperti apa yang dilakukan oleh beberapa fisikawan di perusahaan mereka ini, untuk pembangkit tenaga yang akan disalurkan ke seluruh penjuru kota.              “Kazakhstan?” maksudnya bertanya dimana tempat mereka membeli Yellow Cake tersebut. Karena ya.. negara tersebut mampu bersaing dengan Rusia dalam kategori negara persemakmuran dan independent. Negara ini memiliki cadangan uranium sebanyak 941.600 ton pertahun 2015. Produksi Uranium disana pun memang terus berkembang dari tahun ke tahun. Wajar apabila mereka membeli ke Kazakhstan.              “Ya”              Yellow Cake yang memiliki dua isotop, yakni 238 dan 235 cukup membuat mereka kewalahan dengan harus adanya pencadangan. Karena isotop yang bisa digunakan adalah 235, yang mana hanya 0,7% dari kesuluruhan bagian Yellow Cake, sisanya dimiliki oleh isotop 238. Namun memiliki cadangan hingga berkisar sampai lima puluh ton merupakan hal yang cukup boros dan membuang banyak uang. Belum lagi penyimpanan dan perlakuannya pada ‘tepung’ kuning itu cukup repot karena korosif dan berbahaya.              Ia menyesap pelan liquid hitam pekat ditangannya sembari termenung. Berbagai skema muncul dalam pikirannya, ia sedang dalam fase jenuh untuk terus menjadi robot penghasil uang, yang tentu saja ia tak tahu untuk apa uang uang itu karena kedua orang tuanya sudah tiada beberapa tahun yang lalu. Menikah bukan opsinya untuk terus melanjutkan hidup.              Orang orang penasaran yang disebut rekannya tadi adalah IAEA. International Atom Energy Agency. Sebuah badan atau organisasi internasional dimana mereka berupaya untuk mempromosikan energi nuklir secara damai, dan menghambat penggunanya untuk tujuan militer apapun.              Setelah sedikit menguping -ya, tolong jangan hujat pria satu ini karena rasa ingin tahunya juga tinggi- ia menemukan fakta bahwa katanya perusahaannya ini mencadangkan ‘terlalu banyak’ untuk menciptakan PLTN yang ‘cukup’ bagi warga negara dan orang luar yang ada di sekitarnya. Ya.. tentu saja alasan konyol itu tidak membuat IAEA puas dan membuat mereka harus berbincang di pengadilan, nanti.              Setelah melihat gerombolan pria pria tadi hilang entah kemana, kaki jenjangnya kembali melangkah dengan cepat, tak menghiraukan rekannya yang bertanya arah tujuannya. Yang pasti ia hanya datang ke suatu ruangan, meminjam sebuah catatan dan berlalu pergi meninggalkan kantornya.              Lagi dan lagi ia merasakan kebosanan akibat rutinitasnya yang seperti ini terus menerus. Beberapa pikiran gila menyeruak keluar, menimbulkan bongkahan senyum yang tak dapat dibaca. Sepertinya ia akan bersenang senang sebentar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD