Sebuah Permintaan

2179 Words
Aurora Sasmita, gadis cantik berumur delapan belas tahun. Ia memiliki paras ayu, warna kulitnya yang mendekati gelap menambah manis parasnya. Senyum indah yang selalu terlukis di wajah membuat siapapun yang melihat akan ikut tersenyum karena senyum yang ia pancarkan adalah senyum ketulusan. Jilbab indah yang menghiasi dan menutup kepalanya yang mungil menambah aura kedamaian darinya. Jilbab besar yang menutupi tubuh mungilnya seringkali membuat orang lain terkekeh karena jilbab tersebut hampir menutupi seluruh tubuhnya. Mita, itulah panggilan indah yang disematkan padanya dari sang Ayah dan Bunda. Hidupnya sungguh sangat berkecukupan, ia tak pernah merasakan susah sebab orang tuanya selalu memberikan yang terbaik dan juga yang ia inginkan. Mita adalah anak kedua dari pasangan suami istri, Dodo Sasongko dan Andini Widyaningsih dan Mita adalah adik dari Anjani Kinanti. Selama hidupnya ia selalu menghabiskan waktu untuk mengikuti kajian-kajian yang bisa membuatnya untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Memang, tak bisa di pungkiri, keluarga Dodo Sasongko adalah keluarga yang mengutamakan agama dalam basic keseharian. Mita dan Anjani sungguh berbeda, Mita lebih kalem dan juga selalu menuruti apa yang dikatakan kedua orang tuanya, berbeda dengan Anjani, ia lebih berani dan juga seringkali menentang permintaan orang tuanya. *** Di sudut Kota Pekalongan yang tidak jauh dari pusat kota, ada satu keluarga harmonis yang tinggal di Komplek Perumahan Arwana. Rumah bernuansa putih hijau itu terlihat dan terasa sangat sejuk membuat siapapun yang singgah di sana akan merasa nyaman dan tenang. Rumah minimalis itu didesain dengan sangat indah dan terkesan seperti rumah yang berada di alam terbuka. Adzan subuh berkumandang, di sebuah kamar bernuansa biru putih itu terlihat seorang gadis mungil yang masih tertidur lelap dengan selimut menutupi tubuhnya. Ia menggeliat saat mendengar suara adzan namun rasanya enggan sekali untuk beranjak dari tempat tidur. Alarm berdering namun sang empunya tetap diam tak bergeming. Seperti biasa, saat alarm berbunyi ia mengarahkan tangannya dan mematikan deringan alarm yang membuatnya bising. Selang tiga puluh menit, derap kaki terdengar mendekat ke arah kamar membuat gadis mungil itu seketika membuka matanya. Suara derap kaki itu masih jauh namun dapat terdengar jelas di telinganya, hebat bukan? Entahlah memang hebat atau hanya kebetulan saja. Mita mengerjapkan matanya beberapa kali, dan langkah kaki itu berhenti tepat di depan pintu kamarnya. Suara ketukan mulai terdengar nyaring. "Sayang, bangun sudah subuh. Ayo sholat subuh, Nak." Suara lembut yang setiap pagi selalu terdengar dengan indah. "Iya, Bunda. Mita udah bangun." "Segera beranjak dari tempat tidurmu itu, sebelum Bunda maksa masuk dan menarikmu ke dalam kamar mandi." "Oh tidak. Mengapa kau kejam sekali Ibunda, anakmu yang imut ini tak sanggup jika diperlakukan kejam seperti ini." "Sudahlah anak kecil, jangan terlalu banyak drama. Cepatlah sholat, mandi lalu turun untuk sarapan." "Siap laksanakan Ibunda Ratu." Kekehan terdengar dari balik pintu, tanpa Bunda Dini ketahui seulas senyum tertarik dari bibir mungil Mita. Kejadian seperti tadi adalah kejadian rutin yang akan mereka lakukan setiap paginya. Keluarga yang sangat harmonis bukan? Jelas, karena mereka sangat mengedepankan kasih sayang dan cinta. Mita beranjak turun dari ranjangnya dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelah selesai wudhu, ia menggelar kain persegi panjang dengan indah, terpampang keindahan kabah didalamnya. Sajadah indah ini adalah sajadah yang selalu ia gunakan untuk bersujud dan memanjatkan doa di tiap sujud terakhirnya. Sajadah tersebut adalah saksi bisu gunda gulana yang kadang kala sering hadir menghantui diri dan juga hatinya. Ia menunaikan kewajibannya, di setiap sujud terakhirnya selalu ada doa yang dipanjatkan dengan penuh keikhlasan. Mengharapkan sebuah kebahagiaan hadir dalam keluarganya, kesehatan yang selalu didapat oleh kedua orangtuanya dan juga urusan yang selalu dilancarkan dan dimudahkan. Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa orangtuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sejak kecil. Ya Allah berikanlah kebahagiaan dunia dan akhirat, lancarkanlah segala urusan dan juga rezeki keluargaku, aamiin, doanya terdengar sangat lirih. Tak terasa bulir kristal jatuh membasahi pipinya, segera diusap bulir kristal kebahagiaan itu. Bahagia? Satu kata beribu makna, bahagia sebab sudah dilahirkan ke dunia, bahagia sebab masuk ke dalam keluarga yang masya Allah luar biasa, bahagia sebab masih di kasih umur dan bisa panjatkan doa tulus untuk keluarga. Mita bergegas mandi, karena sudah dapat dipastikan jika ia telat keluar kamar dan hadir di meja makan, maka Kak Anjani akan menegurnya. Setelah mandi, ia segera keluar kamar dan menuju dapur sembari berlari kecil, disana sudah ada Ayah, Bunda, Kak Anjani dan Mas Rizky-suami Kak Anjani-. "Akhirnya turun juga," ujar Kak Anjani saat melihat Mita datang menuju dapur. "Memang kenapa, Kak?" "Kalau Adik Mita belum juga turun kurang lengkap anggota keluarga ini, hehe," balasnya. Mita menaikkan satu alisnya, ia menatap heran Kakaknya itu. Tumben sekali bicaranya seperti itu, mencurigakan sekali. "Kenapa menatapnya seperti itu anak kecil!" pekik Kak Anjani, ia merasa gerah di tatap oleh Adiknya seperti itu. Tatapan mematikan seakan ingin menguliti tubuh Kakaknya hidup-hidup. "Engga pa-pa. Kakak sih kenapa? Aneh!" balasnya acuh. Ia mengangkat bahunya dan langsung duduk di kursinya. "Sudah-sudah, masih pagi ini tuh!" tegur Bunda melerai kedua anaknya. Bunda sedang menyiapkan sarapan pagi untuk keluarganya bersama Mbok Susi. "Bunda dan Mbok, masak apa?" tanya Mita penasaran, sebab ia mencium aroma makanan kesukaannya. "Kesukaan Non Mita," jawab Mbok Susi tersenyum manis. "Wahhh … Nasi Goreng seafood dan telur ceplok mata sapi?" ujarnya dengan mata berbinar. Semua orang terkekeh melihat kelakuan Mita yang sudah hampir beranjak dewasa namun tetap bersikap seperti anak kecil itu. "Mita kalau lihat masakan kesukaannya selalu saja seperti itu," kekeh Mas Rizky. Ia hafal sekali kelakuan adik iparnya yang akan tiba-tiba berubah menjadi anak kecil jika ia merasa sangat bahagia. "Engga pa-pa dong, Mas! Sirik aja, sih!" pekiknya tak mau kalah. Anak manja yang selalu membuat orang lain tersenyum bahagia karena senyum indahnya. "Ya sudah, ayo kita sarapan." Mereka makan dalam diam, namun beberapa kali terlihat Mita mengeluarkan suara dan ingin mengobrol dan berhasil ditatap tajam oleh sang Ayah. Pasalnya sang Ayah sangat tidak suka ada obrolan di meja makan, menurutnya di meja makan adalah tempat makan bukan mengobrol. Anjani tertawa saja melihat Adiknya diam tak berkutik saat di tatap Ayah Dodo. Bunda yang sudah biasa melihat pemandangan ini tidak ambil pusing karena memang menurutnya ini sudah sangat biasa terjadi. Sarapan selesai, satu persatu anggota keluarga Dodo mulai mempersiapkan diri untuk beraktivitas. Di dapur hanya tinggal menyisakan Bunda, Mita dan Kak Anjani. "Adik," panggil Bunda lembut, anaknya yang sedang fokus main ponsel segera melihat ke arahnya. "Akhir pekan depan Adik libur?" "Memang kenapa, Bunda?" "Mita engga sopan! Ditanya kok nanya balik, sih, Dik!" pekik Kak Anjani, Mita memanyunkan bibirnya dan meminta maaf. "Maaf Bunda. Belum tau libur engga," balasnya tersenyum manis. "Temani Kak Anjani dan Mas Rizky ke acara halal bihalal di Kota Tegal ya, Nak," titah sang Bunda. Mita menatap sang Bunda bingung dan heran, ia mulai berpikir kenapa tiba-tiba Bunda memintanya untuk hadir di acara halal bihalal? Karena, menurut Mita kedua orangtuanya itu tidak akan pernah menolak untuk hadir, namun sekarang? Mengapa meminta Mita, Kak Anjani dan Mas Iparnya yang datang menggantikan. "Bunda dan Ayah ada keperluan lain, Nak. Jadi, jangan berpikir yang engga-engga," ujar Bunda seakan paham apa yang ada dipikiran kepala mungil anaknya itu. Mita tersenyum dan nyengir, skakmat! Ia memang tak bisa menerka-nerka dengan apa yang diinginkan Bundanya. "Memang Kak Anjani sama Mas Rizky mau kesana?" "Iya, Dik. Ayah yang minta, lalu bagaimana lagi? Mau menolak? Rasanya tak mampu. Kakak mungkin bisa menolaknya, namun Mas iparmu itu sudah pasti akan menuruti kemauan ayah," balasnya. Mita menganggukan kepala, benar juga apa yang dikatakan oleh Kak Anjani, ia pasti akan mudah menolak Ayah namun tidak dengan Mas iparnya itu. Mas Rizky ini sangat patuh pada Ayah sehingga seringkali bertengkar kecil dengan Kak Anjani saat kakaknya itu tak menuruti keinginan Ayah. "Benar juga kata kakak, kalau Mita engga mungkin juga menolak Ayah. Bahaya kalau ditolak, nanti bisa kayak macan mau beranak," kekehnya menutup mulutnya agar suara tawanya tak terdengar oleh sang Ayah. "Ayah dengar loh, Dik," ucap Ayah tiba-tiba membuat Mita diam mematung, ia terkejut mendengar suara sang Ayah tepat di belakangnya. "Ah? Ayah dengar apa?" tanyanya belaga bego. Ayah hanya menggelengkan kepalanya saja. "Akhir pekan depan, Ayah minta Adik Mita dan Kak Anjani datang ke acara halal bihalal nanti akan ditemani oleh Mas Rizky. Tidak ada penolakan karena Ayah memang tak terima sebuah penolakan. Bukankah kalian paham akan hal itu?" Mereka mengangguk patuh dan Ayah tersenyum bahagia. Senyumnya sangat bahagia sekali, aneh. Tidak seperti biasanya, sebenarnya ada apa? batin Mita. Ayah dan Mas Rizky pamit berangkat ke kantor. Para wanita kembali ke aktivitasnya masing-masing, kebetulan hari ini perkuliahan libur dan itu artinya Mita bebas bisa bermalas-malasan di rumah. *** Anjani duduk manis di ruang keluarga dan menonton tv sambil ngemil. Hamil besar membuatnya sering ngemil dan itu membuat Mita kesal, sebab semua cemilan miliknya dihabiskan oleh Kak Anjani. Bunda berjalan menuju ke arah Anjani. "Kak …," panggil Bunda. "Masya Allah, Bundaaa. Kenapa bikin kaget!" "Lah? Ya kenapa kakak melamun, haha," kekehnya melihat anak pertamanya itu terkejut. "Bukan melamun, Bun tapi Kakak sedang fokus nonton tv tau!" jawabnya kesal. Ia mengelus perutnya, keterkejutannya tadi membuat anak didalam perutnya ikut terkejut dan menendang-nendang. "Cucu Bunda lagi nendang, ya?" tanyanya antusias. Anjani mengangguk cepat, Bunda langsung mendekat dan tersenyum pada Anjani. "Masya Allah sehat terus cucu Omah," ucapnya bahagia mengelus perut Anjani. "Bun …." "Iya, sayang?" "Kenapa, kok tumben sekali meminta kami hadir di acara halal bihalal?" tanya Anjani bingung. "Ayahmu ada pekerjaan penting, Nak. Dan nanti kalian akan paham sendiri saat sudah di sana, ya." "Pekerjaan penting apa yang membuat Ayah mau meninggalkan acara tersebut? Bukankah Ayah paling tidak bisa jika melewatkan perkumpulan yang macamnya seperti itu?" "Entahlah, Nak. Bunda juga belum paham pekerjaan penting yang seperti apa, mungkin nanti akan terjawab ketika kalian sudah sampai rumah kembali setelah dari Kota Tegal." "Ya sudah, Bunda kembali ke kamar ya, Kakak jangan terlalu lelah. Istirahat dan tidur siang ya," pamit Bunda dan berjalan ke arah kamar. *** Di kamar bernuansa biru putih. Gadis mungil itu sedang duduk di ujung ranjang, ia mengambil menyimpan ponsel di atas nakasnya dan mengambil sebuah buku kotak yang berisi kegiatan sehari-harinya. Ia perlahan membuka buku tersebut dan menuliskan rencana Ayah dan Bunda yang memintanya untuk pergi bersama Kak Anjani dan Mas Rizky. Sesaat setelah selesai menulis, ia memandang jauh ke depan dan berpikir ada apa dan apa yang akan terjadi nantinya di tempat halal bihalal. Sebuah kejadian demi kejadian ia mulai menerka-nerka, tidak baik memang menerka-nerka sebuah kejadian yang belum tentu terjadi. Jika menerka-nerka sebuah kejadian yang baik itu sama saja mendoakan yang baik, namun jika menerka-nerka sebuah kejadian yang buruk khawatir suatu saat nanti akan menghantam dan menimpa diri sendiri. Ayah dan Bunda selalu saja penuh tanda tanya, semoga tidak ada hal jelek apapun yang nantinya akan terjadi, gumamnya. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara ponselnya yang menunjukkan ada pesan masuk di dalamnya. Saat dilihat, seulas senyum tertarik dari bibir mungilnya, itu adalah notifikasi pesan grupnya. Grup Jomblo Fisabilillah Nisa Cute Assalamualaikum para jombs …. Siska Uye Waalaikumsalam emaknya para jombs …. Mita Manis nan Imut Jombs kok teriak jombs …. Tiara Bohay Jombs kok teriak jombs …. (2) Nisa Cute Kok kalian menyebalkan :') Mita Manis nan Imut Lagian Nisa kenapa menyebalkan sih! Siska Uye Wow, Mita lagi galak Tiara Bohay Mita sayang … dicari sama kakak tingkat yang tampan itu lohhh Nisa Cute Mita laku keras ya, tapi kenapa dia engga tertarik sama para lelaki yang mendekatinya, aneh sekali bukan? Mita Manis nan Imut Jangan bergosip, aku ada disini loh sayang … dan aku memang tak tertarik dengan mereka semua. Aku tak ingin pacaran ataupun menjalin hubungan spesial dengan siapapun terkecuali calon suamiku nanti haha Dan masih banyak lagi obrolan yang mereka bicarakan, obrolan yang jauh dari kata bermanfaat, namun semua itu mampu membuat Mita bahagia. Ia sangat bahagia memiliki sahabat-sahabat yang luar biasa. Sahabat yang satu sama lainnya saling mendukung dan juga menjaga, hampir tak pernah ada keributan yang mereka ciptakan. Berdebat sudah menjadi makanan sehari-hari mereka, namun semua itu hanya sebatas perdebatan biasa. Sahabat-sahabatnya paham betul bagaimana sikap dan sifat Mita yang ceria, keceriaannya itu sering kali membuat para lelaki terpana dan senyumannya membuat para lelaki penasaran untuk mengenal Mita lebih jauh lagi. Namun, sebelum mereka semua semakin penasaran, Mita akan memberi batasan sebuah tembok besar yang tidak akan bisa mereka lewati. Mita mempunyai prinsip yang kuat, ia tak ingin mengenal lelaki lebih dulu, dari dulu sudah banyak sekali lelaki yang ditolak olehnya, namun alasannya tetap sama ia tak ingin menjalin hubungan spesial atau pacaran. Menurutnya, lebih baik berpacaran setelah menikah karena itu adalah ibadah dan pahalanya berlipat daripada harus menjalin hubungan sebelum menikah akan lebih banyak dosa yang diciptakan, pacaran saja dosa, apalagi zina itu lebih dosa. Zina disini bukan hanya berhubungan badan atau intim, melainkan zina mata, zina tangan dan juga zina hati. Sebab, ada seorang manusia yang akan sangat ia sayang dan cinta nantinya, ia takut akan lupa pada siapa yang menciptakannya, jadi lebih baik menjauhi semua itu dan belajar memantaskan diri agar menjadi lebih pantas untuk seorang istri dan seorang ibu kelak. Setelah puas berkomunikasi bersama sahabat-sahabatnya, ia memilih untuk keluar kamar dan melihat apa yang sedang dilakukan Bunda juga Mbok di dapur mengingat jam sudah menunjukkan waktu jam makan siang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD