PROLOG - Mawar yang Rapuh

3012 Words
PROLOG : Mawar yang Rapuh Mata itu menatap tajam. Senyumku terhapus seketika. Dia mendorongku hingga terjatuh sambil berkata dengan lantang. "Aku benci kamu! Kita putus!" Aku hanya diam membatu mendengar itu, tak ada yang sanggup untuk aku ucapkan. Aku pun tak mampu bergerak, tubuh ini rasanya seperti tersambar petir dan mati seketika. Ben, aku hanya jatuh di hatimu. Tapi kamu malah menghancurkan cintaku. Cinta pertamaku. Kau menjatuhkan aku hingga tak mampu bergerak untuk memilih cinta yang lain. Aku yang tak begitu mengerti bagaimana caranya jatuh cinta, akhirnya terjatuh padamu. Dan aku tak bisa bangkit lagi untuk memilih yang lain. Tak ingin dan tak bisa. Karena aku begitu rapuh... Seperti mawar indah yang akan hancur sekali kau genggam. Dan aku hanya menunggumu membawa serpihan-serpihan mawar itu... Seperti mawar yang durinya melukaiku sendiri... Aku begitu sakit saat tahu kau kembali pada mantanmu... Kutahu kau bukan milikku lagi Entah mengapa aku tetap menanti... ___ Bab 1 : Angin Aku jatuh dan bangun pada cinta dengan orang yang sama... Angin... sampaikan padanya.... Billa ❤ Masih saja, setiap kali Billa membuka kedua kelopak mata yang pertama kali direspon oleh otaknya adalah tentang dia. Dia, seseorang yang telah mencampakkan Billa dengan kata-kata yang begitu kejam. Walau pun hingga kini rasa sakit itu masih tertinggal bersemayam di dalam ingatan. Namun tetap saja ia tak dapat menggantikan, tak dapat melupakan cinta pertama yang membuatnya patah hati juga untuk yang pertama kalinya. Bukan untuk sembarang hati. Sejak awal Billa memberikan hati, ia tak sekali pun berniat untuk meminta lagi. Tak pernah merasa pergi, yang ia rasa adalah cinta sejati. Tapi ia justru dikecewakan oleh dia si kekasih hati. Selalu saja hatinya mulai berkata lirih, saat mengingat seseorang yang sangat berarti namun telah melukai hatinya dengan begitu dalam. Billa perlahan mulai membuka kedua kelopak mata, meregangkan otot yang kaku, lalu memijakkan kedua kaki mencari sandal tipis miliknya tanpa melihat. Mengembus napas yang masih terasa berat sambil berjalan menuju ke kamar mandi. Rutinitas pertama yang selalu dilakukan oleh Billa setiap kali ia terbangun pagi dari tidur adalah, masuk ke kamar mandi. Nggak perlu dijelaskan apa yang dia lakukan di sana, tapi tentu saja semua makhluk yang berjenis manusia pasti tahu. Setelah shalat subuh Billa segera bersiap diri untuk pergi ke kampus, tentunya setelah sarapan bersama dengan keluarga tercinta. Sebelum keluar kamar, ia berdiri di hadapan lemari besar untuk meneliti kembali keadaan dirinya lewat cermin di sana. "Cerah banget hari ini," kata Billa ketika membuka gorden berenda bermotif bunga yang melapisi kaca jendela kamarnya. Relaks sejenak untuk melegakan syaraf-syaraf tubuh yang kaku akibat tidur semalam. Hari ini Billa terbangun sedikit kesiangan karena semalam ia mengerjakan tugas sampai tengah malam bahkan sepertinya hingga menjelang subuh. Billa mengernyitkan mata ketika menyadari ia hanya tidur tidak lebih dari dua jam saja. "Billa ...!" suara Ibu terdengar dari balik pintu kamar Billa. "Iya Bu?" sahutnya lalu beranjak menepis lamunannya, pintu terbuka dan Ibu masuk lengkap dengan daster yang sudah jadi seragam militernya. "Kesiangan ya?" tanya Ibu yang selalu penuh dengan sikap kelembutan. "Hh..., iya Bu. Tadi abis subuhan aku tidur lagi sebentar, capek soalnya semalem ngerjain tugas," jawab Billa lalu duduk di pinggir tempat tidur, matanya masih terasa berat. "Maaf ya Bu, aku nggak bantu-bantu Ibu di dapur," sesal Billa. "Ibu nggak pernah minta bantuan kamu. Tugas kamu itu, ya kuliah, ya belajar," kata Ibu, membelai kepala putrinya. "Bantuin Ibu kan kewajiban aku juga selain belajar," katanya sambil kuap. "Udah ah Bu, aku siap-siap mau ke rumah Andini." "Iya. Sarapan dulu, Kakak udah nungguin, makanya Ibu ke sini," pinta ibu memberitahu. "Aku make -up bentar aja, oke. Ibu duluan aja," Billa mencium pipi Ibu sekilas sambil menuju ke meja rias. "Hm..., anak Ibu yang satu ini paling bisa kalau ngerayu. Selalu saja ada alasan buat malas sarapan. Janji dulu sama Ibu, sarapan walau sedikit, itu harus sayang ...!" tutur ibu mengingatkan. Billa menatap Ibu dari balik cermin. "Billa janji akan sarapan, Ibu aku yang tersayang ...!" sahut Billa dengan sikap manja. "Ibu tunggu!" ancamnya. "Oke," balas Billa lalu menyalakan televisi yang menayangkan acara musik live. Billa meninggikan volume televisi agar dapat ia dengarkan hingga ke dalam kamar mandi. Bergaya casual itu adalah hal paling nyaman bagi Billa. Dia tidak suka berdandan berlebihan hanya untuk kegiatan sehari-hari. Meneliti wajah untuk memberi sedikit sapuan make -up saja. "Tinggal pake sepatu cats." Menyisir rambut, menatanya sebaik mungkin tanpa harus mengikat. Setiap kali melihat bulu matanya yang tebal dan lentik, Billa selalu bersyukur. Banyak yang iri dengan bulu matanya lebat dan lentik karena tidak perlu repot pakai bulu mata palsu. "Oke Billa, kita berangkat!" katanya pada diri sendiri di balik cermin. Billa kemudian mengambil tas, kemudian ia mematikan televisi sebelum pergi. Billa menuruni tangga dengan berlari kecil. Setelah ke rumah Andini, ia akan mampir ke toko buku untuk berburu beberapa buku. "Cerah banget hari ini!" kata Kakak menyudahi sarapan. "Iya. Hari ini langitnya cerah!" balas Billa sambil duduk. "Siapa yang bilang langit? Bukan langit, tapi kamu yang kakak maksud," ujar Kak Anisa, lalu membawa piring kotor ke dapur. "Aku? Ada yang salah dengan dandanan aku, kak? Terlalu mencolok, ya?" tanya Billa, menambah volume suara karena Kak Anisa berada di dapur kotor. "Nggak sih!" balasnya agak teriak melawan suara blender di dapur yang selalu sibuk. "Kakak mah gitu, sarapan duluan!" protes Billa sebelum memulai suapan pertama. "Hehe, maafkan kakakmu yang jelita ini, adik. Kakak harus buru-buru cek pesanan online. Heh, soal tadi, jangan heran gitu, kakak masih sering kagum dengan penampilan kamu, selalu aja pandai dalam berpenampilan sederhana, " katanya kemudian menggigit apel di tangannya. "Heh ..., kakak selalu berlebihan deh! Aku bisa diabet gara-gara kelebihan kata-kata manis kakak," sahut Billa dengan nada bercanda. "Yah ni anak, dipuji bukannya bilang terima kasih yang ada malah protes!" sahut Anisa. "Makasih kakak ...!" Billa meminum air putihnya sebelum ia lanjut bicara. "Penampilanku selalu begini, casual. Buat aku yang penting warnanya oke, nyaman. Kita berdua emang udah ditakdirkan cantik," kata Billa mendekatkan wajah pada sang kakak semata wayang. "Warisan mutlak Ayah sama Ibu." Mengarahkan kamera handphone. "Pagi ...!" ucapnya pada kamera. Ckrek! Postingan pertama di ** hari ini. Billa dan Kak Nisa baru selesai sarapan. Kemudian dua gadis kakak beradik itu tertawa menggema menghiasi pagi. "Harus aku akui, aku adalah Kakak paling beruntung!" seru Anisa. "Aku juga ... terpaksa, jadi adik paling beruntung!" balas Billa. "Udah ah, Kakak mau cek dulu pesanan katring online pagi ini," kata Anisa. "Ya..., aku sarapan sendiri nih! Ibu..., Ayah..., ayo sarapan!" ucap Billa dengan sedikit berteriak. "Duluan aja sayang, Ibu nunggu Ayah pulang joging!" teriak ibu dari dapur. "Ibu ...!" Billa menghampiri dapur yang selalu ramai dengan ibu-ibu tetangga yang sudah jadi pegawai masak di usaha katring ibu. "Iya sayang?" sahut ibu masih dari dapur. "Mau minta disuapin ya?" goda Tante Nina yang sedang membuat rolade. "Tante ada-ada aja, emangnya aku ini masih bayi! Ibu ayo sarapan...!" rengek Billa. "Iya, sebentar ya aku tinggal dulu!" katanya pada lima orang ibu-ibu pegawai katringnya ibu. "Itu ayah!" seru Billa bersemangat. "Pagi..., Princess Ayah udah bangun!" ucap ayah yang baru saja pulang. "Udah dong yah! Ayah joging sendirian aja!" tegur Billa. "Iya." Ayah mencium pipi kedua putrinya secara bergantian sebelum akhirnya ia duduk di kursi makan. "Hm, Ayah sekarang udah punya dua gadis cantik, pipi kanan buat Kakak, pipi kiri buat Adek, lupa sama pipi Ibu!" kata ayah. "Cie Ibu cemburu!" ledek Billa. "Pipi Ibu kan cuma buat di kamar," bisik ayah yang sengaja ingin menggoda ibu. "Ayahkan pemalu, di depan anak ibu yang sudah pada gede masak mau cium pipi ibu," rayu ayah. "Nasib Ayah, jadi orang paling ganteng di rumah!" kata Kak Anisa. Kemudian ia kembali ke hadapan laptopnya yang sehari-hari selalu bersama dengannya. "Ayah, aku pinjem mobil ya," kata Billa. "Masih terlalu pagi untuk pergi ke kampus, kamu mau ke mana sayang?" tanya ayah. "Ke rumah Andini, terus ke toko buku, habis itu baru deh ke kampus bareng dia," jawab Billa bernada merayu. "Iya. Tapi habiskan dulu sarapannya," balas ayah meminta. "Siap Ayah!" sahut Billa. Setelah sarapan Billa langsung pamit pada kedua orang tuanya. "Kakak nebeng dong!" kata Anisa merayu Billa. "GPL, Kak!" ucap Billa. "Oke, sebentar Kakak ambil dompet dulu, " balasnya lalu menghambur ke kamar. Tak berapa lama kemudian kak Anisa sudah ada di samping Billa. "Buruan Kak..., aku tuh banyak tugas. Ngejar waktu!" ucap Billa dengan manja dan bernada protes. "Sabar dong...! Kakak jadi curiga nih, kamu itu mau ngerjain tugas, apa mau kencan, hm?" sempat-sempatnya Anisa menggoda adiknya. "Tugas aku banyak Kak, makanya ngeburu waktu. Malah dibilang kencan! Kencan apa-an?!" protes Billa, menutup pintu mobil dengan sedikit kesal. "Ya kali aja Adik aku yang tercantik ini udah nggak jomblo lagi!" tatapan Anisa menggoda, lalu memakai sabuk pengaman. "Udah enggak, apa masih?" "Pertanyaan yang lebih menjurus ke sindiran deh!" Billa memakai kaca mata hitam dan mulai menjalankan mobilnya. "Astaga!" ucap Anisa dengan ekspresi terkejut. "Kenapa lagi? Ada yang tinggal?" selidik Billa. "Dek, ini hari Minggu ya?" tanya Anisa tiba-tiba. "Iya Kakak aku sayang...!" jawab Billa. "Aduh, ada acara fenomenal cetar membahenol!" seru Anisa sambil bercanda. "Apa-an?" tuntut Billa tak mengerti hingga membuat keningnya berkerut. Anisa tersenyum tak jelas. "Ehm, ada acara kesayangan semilyar umat, First Love is Unforgettable, Boleh puter balik nggak?" rayu Anisa dengan wajah paling memelas yang ia bisa di sepanjang sejarah hidupnya. "Nggak! Kakak..., udah dong..., apa-an sih acara norak gitu doang, ah!" rajuk Billa sewot. First Love is Unforgettable adalah sebuah acara televisi yang mendatangi lokasi tertentu untuk membahas tentang cinta pertama yang tak terlupakan, mereka yang ada di lokasi akan menjadi target si pembawa acara untuk bisa menceritakan kenangan cibta pertamanya. Acara yang seru di kalangan anak muda itu ditayangkan setiap hari Minggu. Namun bagi Billa acara itu, "nggak banget!" "Nabilla Adikku sayang, first love itu istimewa banget, unforgettable, penuh kenangan manis buat banyak orang. Dan banyak yang pingin balik ke," kak Nisa memotong ucapannya. "Duh, wajah cerah jadi mendung!" Menyapu wajah adiknya, "... Maaf, Kakak lupa. Abis, kamu sih, mancing-mancing kakak buat ngebahas." "Aku nggak apa-apa Kak. Aku tuh, cuma nggak suka acaranya aja!" kata Billa, menyangkal. "Iya, tapikan ada alasannya. Jujur ya, Kakak nggak suka kamu terus-terusan nyimpen kenangan buruk itu." Mengusap kepala sang adik. "Tapi, itu terus menggantung di ingatan aku, Kak." "Sudahlah. Nanti kita bahas lagi di rumah. Jangan rusak wajah cerah itu, oke!" mengecup singkat pipi adiknya. "Kakak turun di sini dek, bye!" Sampai di salah satu toko bahan kue langganan yang ada di sekitaran pasar Senin. "Mau aku jemput?" tanya Billa menawarkan "Kakak pulang naik taksi." "Oke, bye kak!" Billa langsung saja meluncur bebas sebelum Anisa berubah pikiran. Penolakan Kak Anisa adalah yang ia harapkan dan sebelum kakak satu-satunya itu berubah pikiran Billa langsung meluncur menuju ke rumah Andini dengan bebas tanpa hambatan. Rencana mengerjakan tugas yang belum selesai, dan selanjutnya berburu buku. Sampai di sebuah rumah khas betawi yang terparkir beberapa angkot di sampingnya. Ayah Andini adalah juragan empang dan angkot di kampungnya. Billa parkir di depan rumah Andini, melihat sahabatnya tak menyadari kedatangannya timbul niat jahil Billa. "Permisi! Apa benar ini rumah juragan angkot yang punya anak agak kurang cantik ama kurang pinter ntu yak?" canda Billa dengan menggunakan logat Betawi yang ia bisa. Andini berbalik badan dengan ekspresi tak biasa. "s**l lo! Gue udah mau marah aja!" kesal Andini kemudian meletakkan alat penyiram bunga asal saja. Ia lalu segera membuka pintu pagar rumahnya. "Eh, emang ini hari apa?" todongnya seperti tak ingat tugas kuliah, bayangkan saja hari pun ia tak ingat, dasar Andini. "Ini hari minggu. Kita janjian kan, ngerjain tugas dan beli buku. LUPA!" Billa menjawab sekaligus mengingatkan. "He, iya!" Andini menggaruk kepala sekaligus memberi senyum aneh. "Yuk masuk!" tiba-tiba ekspresinya berubah. "O my god! Ayo Bill, buruan masuk!" tangannya menyeret Billa ke dalam rumah dengan s***s. "Lo kenapa sih?" tanya Billa yang tersaruk mengikuti langkah Andini yang menjadi aneh secara mendadak. "Elo udah rapih, kita ke toko buku sekarang aja, ntar baru ngerjain tugas deh!" Andini bahkan seperti tak mendengar boro-boro niat jawab. Sampai di kamar ia menyalakan televisi lalu selanjutnya ia dengan santai saja menaiki tempat tidurnya. Billa, memandang kesal pada sahabatnya yang acuh saja pada keberadaannya. Billa memejamkan kedua mata dengan kesal ketika mendengar suara dari televisi dan menyadari acara apa yang Andini kejar sampai tega menyeretnya ke dalam kamar dengan kejam. "Welcome to... First Love is Unforgettable...!" terdengar seruan si pembawa acara tersebut dengan penuh semangat khas pembawa acara. "Andin!" bentaknya menyadarkan si sahabat. "Eh, Billa, bentar yak, kita nonton ini dulu," sahut Andini seenaknya. "Oh, udah mulai ya?!" cibirnya karena baru saja lepas dari Kak Nisa sekarang si Andini yang berulah membanggakan acara yang sangat ia benci itu. "Oh..., elo nggak sabar juga ya dengan acara terfavorit se-jagad raya!" katanya bersemangat. "Andin! Gue mau pergi sendiri ke toko buku!" Billa mengentak langkah kesal tak menghiraukan kalimat Andini. "What! No... no... no!" Andini berlari menuju pintu mengunci lalu mencabut kuncinya. "Sory. Iya gue tau lo anti banget acara ini." "Bagus deh kalo inget!" ketus Billa. "Tapi plis, lo jangan pergi sendiri!" rengek Andini. "Nggak penting!" sahut Billa yang tanpa ragu menekan tombol off pada remot televisi yang sudah ia kuasai. Andini mengambil sesuatu dari atas meja belajar. "Nih, gue dapet buku yang kita cari dari sepupu gue!" kata Andin lalu melempar buku yang dia maksud ke atas tempat tidur. "Elo baca deh, terus pelajarin. Dan gue mau lanjut nonton lagi acara kesayang...," Andini tercengang mendapati tivinya sudah mati. "Remoooot manaaaa...?" teriaknya seperti baru saja kehilangan harta yang paling berharga. "AUK AH!" sahut Billa dengan cuek saja. "Hm... Bila... gue ketinggalan acara!" dia merengek. "Bodok!" sungut Billa yang cuek saja dan mulai membaca buku Ilmu Komunikasi yang sudah ada di tangannya. "Oke, gue masih punya cara jitu!" Andini tersenyum menang sambil menekan tombol on and off dari televisi lalu menutup lampu kecil di sana agar remot tak berfungsi. "Beres!" ucapnya puas. "Dasar!" Billa kembali berkonsentrasi untuk membaca. Acara yang mengorek abis tentang cinta pertama yang dibawakan oleh artis cantik dan lucu Yuki Kato itu membuat Billa mual. Baginya menonton acara seperti itu hanya membuang waktu saja. -First Love is Unforgettable... "Hari ini kita berada di klub balap. Mari kita dengar siapa sih, first love unforgettable mereka? Pastinya beragam kisah kita tentang first love is unforgettable. Tapi apa pun bentuk dari kepahitan dan manisnya cinta pertama yang tidak bisa kita lupakan, semoga kita semua bisa ... MOVE-ON...! Jangan sampai kisah cinta kita terhenti cuma karena mati di satu hati saja ya nggak guys?! Oke bikers? Sia-sia hidup kita kalo cuma mikirin pahit manis cinta pertama seperti kopi dan gula. Kita tahu rasanya pahit dan manis, tapi terlalu menikmatinya. Betul kan boys?" Yuki bicara dengan penuh semangat untuk menghidupkan suasana namun Billa sama sekali tak dapat mengerti, lebih tepatnya lagi tak ingin mengerti apa yang ia bicarakan demi acara itu. Konsentrasi Billa jadi bubar, ia nggak mau Andini sampai tahu masa lalu tentang kisah cinta pertamanya yang pahit seperti brotowali. Itu sebabnya hati Billa selalu bergejolak seakan menolak setiap kali mendengar tentang first love. Batin Billa tak pernah bisa tenang ketika ia mulai terkenang. -First Love is Unforgettable ... (iklan) Andini telungkup di samping Billa, kunci kamar yang terjatuh dari dalam saku segera diambilnya seolah Billa benar-benar seorang tahanan yang akan kabur. "Kenapa sih, elo nggak suka banget sama acara ini?" tanya Andini yang masih sulit untuk percaya. "Emang harus, punya alasan?" Billa balas dengan pertanyaan lagi. "Harus. Karena segala sesuatu yang terjadi di atas muka bumi ini pasti ada alasannya!" paksa Andini. "Gue nggak suka! Titik!" balas Billa dengan sangat yakin. "Terserah elo ama keluarga elo deh! acaranya sudah mulai tuh, gue mau nonton lagi..., belajar dengan baik ya...!" dumal Andini dengan tampang innocent kepada Billa yang polos. -First Love is Unforgettable ... "Oke ... Welcome back again with me Yuki si makhluk Tuhan paling cantik ...! Masih di acara paling seru dan ... masih bersama cowok-cowok keren di sini. Wah, makin ramai nih ya...!" Yuki berjalan mencari kandidat untuk bicara tentang first love-nya. "Gimana nih, cowok-cowok bikers yang super keren? Yuki mau tanya nih, gimana menurut kalian tentang ... First Love is unforgettable?" Mereka mulai menjawab secara bergantian. Andini fokus menonton sementara Billa konsentrasi membaca buku di tangannya demi untuk bisa mengerjakan tugas dengan baik nanti. Iklan kembali menghiasi layar kaca. Andini mendekat pada sahabatnya yang nggak pernah bosan untuk menerima kekurangan dan kemalasannya dalam segala hal tentang perkuliahan. Mengerjakan tugas kuliah bareng Andini, sama saja Billa mengerjakan tugas sendirian. Andini sih, cuma baca, main hape, bengong, apa aja deh asal nggak ikut mikir. Di mana letak kerja samanya, coba guys? "Bill? Sumpah ya, lo itu cantik banget!" ucap Andini entah demi untuk merayu ataukah memang ingin memuji tulus tanpa pamrih. "Dari lahir." "Mak lo ngidam apa yak dulu?" tanya Andini bercanda namun serius. "Yang jelas bukan jengkol! Din ... plis ya, lo tiap ngerjain tugas tu cuma jadi penonton setia doang tau nggak, sih!" kesal Billa. "Tau tau..., kitakan sahabat...!" Andini mengeluarkan jurus rayuan mautnya yang membuat Billa lagi-lagi tersadar bahwa sahabat satu-satunya yang ia miliki tidak bisa diandalkan untuk hal-hal pelajaran atau pun tugas perkuliahan. Billa memukul kepala Andini dengan pena. "Takdir terberat dalam hidup gue adalah dapat sahabat model kayak lo!" ucap Billa lalu menghela napas dengan pasrah. "Hehe... Takdir... memang kejam, tak mengenal perasaan!" Andini bernyanyi seenak tenggorokannya saja. Lebih baik Billa berpura-pura fokus membaca, dari pada Andini membaca ekspresi wajahnya saat ini. Saat setelah penglihatan matanya menangkap wajah seseorang yang begitu ia kenal, dulu. Mengapa ada dia di antara para bikers itu? Membuat Billa makin sadar, rindu nggak pernah terhapus untuknya. Sebesar apa pun luka yang dia hujam di hati Billa. "Ben.... Kenapa kamu nggak bisa melihat ketulusan aku? Aku selalu merindukan tatapan matamu," batin Billa. "Tuhan, tolong sampaikan pada angin katakan padanya, dia cinta pertama yang tak bisa aku akhiri... tak 'kan bisa dilupakan." Billa masih saja sibuk bicara dalam hati sementara Andini masih saja fokus untuk menonton. Cinta, tidak pernah mati jika sudah menyentuh rasa yang sejati. Tidak peduli waktu yang entah terlalu cepat atau bahkan terlalu lambat. Cinta, akan abadi hingga raga telah mati. Billa tak pernah merasa siap dan sanggup untuk melupakan dia, Ben. Mungkin jika ketika dirinya pun sudah mati. * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD