Satu

992 Words
Bianca Alisia adalah seorang gadis yang sangat populer di kampusnya. Dia merupakan mahasiswi kesayangan para dosen karena kepintarannya yang sungguh mengesankan. Bukan hanya memiliki kepintaran yang mengesankan, Bianca juga memiliki paras yang sangat cantik dan menawan. Dia akan selalu ada dalam urutan pertama dalam barisan perempuan paling cantik di kampus, dan tentu saja urutan pertama juga dalam nama perempuan yang paling ingin dijadikan pacar oleh para kaum adam. Tapi sayang... kehidupan Bianca tidak sesempurna paras dan kepintarannya. Hidupnya penuh dengan sekelumit permasalahan yang harus dia hadapi. Paras yang selalu di sanjung dan di puji banyak orang justru telah menjadi sebuah mala petaka baginya. Bianca berjalan gontai ke arah Jazz hitam yang terparkir di halaman kampus. Ayahnya sempat menolak membelikan mobil berwarna hitam, karena menurutnya seorang perempuan tidak pantas mengendarai mobil hitam. Tapi keinginan Bianca untuk mengendari mobil berwarna hitam sangat kuat hingga pada akhirnya ayahnya lah yang harus mengalah pada Bianca. Bruk... seseorang menabrak Bianca dengan sangat keras hingga Bianca jatuh tersungkur. "Sorry... saya gak sengaja," kata seorang pria yang tadi menabrak Bianca. "Ok... no problem," kata Bianca sambil membereskan beberapa buku yang jatuh. "Biar saya bantu," kata pria itu sambil berusaha membantu Bianca. "Enggak perlu, bisa sendiri!" kata Bianca dingin. "Saya Dylan," kata Dylan memperkenalkan diri setelah Bianca membereskan bukunya. Bianca tak merespon apa-apa, dia hanya berdiri dan mengerutkan keningnya. Kejadian seperti itu adalah hal biasa bagi Bianca. Ada pria yang pura-pura menabraknya kemudian membantu membereskan bukunya dan ngajak kenalan. "Saya enggak tanya!" kata Bianca sambil berlalu dari hadapan Dylan. Segerombolan pria datang menghampiri Dylan yang masih terpaku menyaksikan sikap Bianca yang begitu acuh. "Di cuekin ya, Bro?" tanya salah satu pria dari gerombolan itu. "Loe bukan orang pertama, masih banyak yang seperti itu," kata yang lainnya. "Cantik tapi dingin, itulah Bianca Alisia," kata lainnya lagi. Dylan tidak menghiraukan apa yang dikatakan mereka. Dia terus saja melihat Bianca yang mulai memasuki mobilnya. "Beautiful girl" batin Dylan. Dylan beranjak dari pelataran parkir meninggalkan segerombolan pria itu yang masih saja menjelaskan bagaimana Bianca. Bagi Dylan, sangat tidak penting baginya untuk mengetahui bagaimana Bianca dari orang lain. Dia hanya tahu bagaimana Bianca menurutnya, cara pandangnya. Bianca menatap Dylan dari dalam mobilnya, entah apa yang sedang dia pikirkan. Dia hanya tahu ada seorang pria melakukan trik basi hanya untuk menarik perhatiannya. "Huft... dasar laki-laki, lihat cewek cantik langsung doyan," kata Bianca sambil menjalankan mobilnya. *** Bianca merebahkan badannya di atas tempat tidur bermotif Barbie. Dia boleh telah menjadi seorang mahasiswi, tapi dia masih sangat menyukai Barbie, si makhluk mungil yang hidupnya begitu indah. Bianca tahu bahwa kisah-kisah Barbie hanyalah sebuah cerita di negeri khayalan, tapi dia selalu berharap dapat menjadi seperti Barbie yang selalu bahagia di akhir ceritanya. Bahagia? Sepertinya itu sebuah kata yang sangat aneh bagi Bianca. Dia memang memiliki semuanya, harta, ketenaran, kepintaran, dan tentu saja wajah yang cantik. Tapi satu yang tidak pernah dia dapatkan, yaitu kebahagiaan. Kekayaan yang di miliki orang tuanya tidak membuatnya bahagia. Begitu-pun dengan kecantikannya. Kecantikan yang di miliki Bianca justru telah menjadi petaka bagi dirinya. Telah merubah dirinya menjadi seorang gadis yang begitu dingin, sedingin salju. Dering ponsel milik Bianca memaksanya untuk beranjak dari tempat tidur dan mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja belajarnya. Dilayar ponselnya tertera tulisan yang cukup besar 'Mommy Calling'. Dengan malas-malasan Bianca mengangkat telponnya. "Ya Ma," kata Bianca. "Mama sudah kirim jatah bulananmu." "Nanti Bia cek." "Ya sudah Mama harus pergi. Miss you baby." Telpon ditutup oleh Bianca kemudian dia beranjak ke teras kamarnya. Dari kamarnya di lantai atas, Bianca dapat melihat taman belakang rumah yang di tumbuhi dengan bunga-bunga yang indah. "Selalu seperti ini," gumam Bianca. Bianca adalah anak seorang pengusaha terkenal yang bergerak di bidang eksport import serta properti. Kedua orang tuanya sibuk sekali dengan pekerjaannya hingga praktis Bianca hanya tinggal bersama pembantu saja di rumah. Kedua orang tuanya hanya tahu mengirimi Bianca uang bulanan yang jumlahnya tidak sedikit. Dan tentu saja, mereka hanya tahu agar harus memenuhi semua kebutuhan Bianca dan memberikan apa yang Bianca mau. Ada rasa kesepian yang terpancar dari wajah cantik Bianca. Tidak... bukan hanya kesepian tapi juga rasa sedih yang mendalam. Orang tuanya tidak pernah ada di sampingnya bahkan saat Bianca dalam keadaan paling down dalam hidupnya. Bagi orang tuanya pekerjaan jauh lebih penting dari pada putri mereka sendiri. Bianca menatap nanar jauh ke arah taman, setitik air mata tiba-tiba jatuh membasahi pipi cantiknya yang mulus. Pikiran Bianca berkecamuk mengenai berbagai hal yang tidak dapat dia ungkapkan dengan kata-kata. Puas menatap taman, Bianca beranjak dari teras dan segera mengganti pakaiannya. Bianca terlihat sangat anggun dalam balutan dress berwarna Hitam dengan leher yang sangat rendah. Warnanya benar-benar kontras dengan kulit Bianca yang putih. Dia padukan dress hitamnya dengan high hils berwarna gold. Setelah selesai mematut diri di depan cermin, Bianca mengambil tas pestanya dan memasukkan ponsel serta dompetnya ke dalam tas. "Saya pergi dulu Mbak, pintu depannya kunci saja, saya bawa duplikatnya," kata Bianca pada pembantunya sebelum dia beranjak ke luar rumah. Bianca menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Alunan musik hip hop terdengar begitu keras dari dalam mobil Bianca. *** Dylan baru saja sampai di sebuah ballroom hotel megah yang ada di ibu kota. Dia terlihat sangat gagah mengenakan jas berwarna hitam dengan kemeja berwarna biru. Langkah kakinya terlihat begitu mantap. Ya... Dylan saat ini tengah berada di sebuah pesta pernikahan sahabat karibnya. Brruukkk... seseorang menabrak Dylan dengan cukup keras. "Maaf saya tidak sengaja," kata seorang perempuan yang menabrak Dylan sambil mengangkat wajahnya. "Bianca?" kata Dylan kaget. "Maaf apa saya mengenal Anda?" "Saya yang tadi siang tanpa sengaja menabrak Anda." "Owh yang itu." "Iya... nama saya Dylan," "Ya sudah maaf saya tadi saya tidak sengaja." Bianca berlalu meninggalkan Dylan yang masih saja bengong menatap kepergian Bianca. "Baru kali ini ada cewek sedingin dia," kata Dylan sambil menatap punggung Bianca yang semakin menjauh. Itulah Bianca Alisia yang benar-benar dingin kepada setiap makhkuk yang bernama laki-laki. Bukan tanpa alasan dia bersikap demikian, tapi sebuah luka telah tergores di hatinya dan membuatnya tidak dapat  melupakan luka itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD