Prolog

516 Words
"Saya terima nikah dan kawinnya Nirmala Jayanti bin Wahyu Hermawan dengan mas kawin yang tertera dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Tanpa aral melintang, akhirnya ijab kabul pun telah berlangsung dengan penuh khidmat dan kekhusuan. Menciptakan suasana haru dan bahagia ketika si mempelai lelaki sudah mengucap kalimat sakral tanpa ada kesalahan sedikit pun. Seruan SAH bahkan sudah dilontarkan seiring dengan Pak Penghulu yang memimpin sebuah doa bagi pasangan yang sudah berhasil ia nikahkan. Walau sempat terjadi insiden yang cukup meng gentingkan, tapi pada akhirnya semuanya berjalan dengan lancar tanpa hambatan. "Alhamdulillah. Akhirnya acara ijab kabul ini terlaksana dengan sempurna ya, Bu.... " gumam seorang pria berkopiah hitam serta berkemeja biru telur asin. Di sampingnya, wanita bersanggul rendah pun tampak mengangguk seakan setuju akan kalimat yang telah diucapkan oleh si pria yang tak lain adalah suaminya. "Iya, Yah. Setelah sekian lama, akhirnya putri semata wayang kita melepas masa lajangnya juga. Dengan begitu, kita tentu akan terhindar dari omongan-omongan yang kurang mengenakkan dari para tetangga yang doyan nyirnyir sama anak kita!" tandas wanita itu mendengkus. Kemudian, ia pun melirik ke arah putrinya yang masih terduduk di tempatnya didampingi oleh seorang pemuda yang kini telah SAH menjadi suaminya. "Ya walaupun menantu kita itu usianya masih sangatlah muda bahkan terpaut sedikit jauh dari usia Nirma, tapi Ibu yakin... Dibanding kakaknya, pemuda itu pasti akan jauh lebih menghargai dan menghormati posisi Nirma yang kini sudah dinikahinya itu," tutur si wanita berlanjut. Untuk sesaat, ia pun menghela napas panjang diiringi dengan pandangan sendu yang disorotkannya ke arah sang anak. Sementara itu, pria di sebelahnya pun hanya terlihat manggut-manggut saja tak banyak berkomentar. Baginya, tidak masalah sekalipun ia memiliki menantu yang usianya lebih muda dari putri sematawayangnya. Yang penting bagi Wahyu--nama ayah mempelai wanita--mulai saat ini hingga seterusnya, putrinya akan menyandang status seorang istri dan dijauhkan dari segala pandangan buruk yang kemungkinan dilayangkan oleh hampir seluruh tetangganya yang berada di desa. Lalu setelah segala tektek bengek urusan pernikahan diselesaikan, kini pasangan baru yang sudah sah menjadi suami istri itu pun diminta berdiri oleh sang potograper. Mereka bahkan diarahkan supaya menunjukkan cincin kawin yang sudah sama-sama tersemat di jari manisnya masing-masing. Seperti halnya sesi foto untuk pasangan pengantin pada umumnya, momen sakral di antara mereka pun diabadikan oleh kamera yang disorotkan si potograper. Dan ya, sang potograper itu pun terlihat begitu ahli ketika sedang menjepretkan kamera yang ada dalam genggamannya tersebut. Mengambil beberapa kali potret dari kedua mempelai, potograper itu pun bertekad untuk menciptakan sesi foto yang diambilnya dengan sangat sempurna. Akan tetapi, di balik semangatnya si potograper yang sedang sibuk mengarahkan objek fotonya agar menuruti setiap komando yang dilontarkannya, justru bersamaan dengan itu pula ada hati yang teriris pedih karena kenyataan yang harus ditelannya sendiri. Menikah dengan seorang lelaki yang usianya lebih muda dariku? Sebenarnya, takdir semacam apa yang sedang KAU berikan terhadapku saat ini, Tuhan? Kenapa harus dengan dia yang usianya berada jauh di bawahku. Lalu, ada di mana pria yang seharusnya menikah denganku di hari ini? Apa bahkan dia tidak memikirkan sedongkol apa perasaanku saat ini. Ah sial! Sepertinya, setelah hari ini ... kisah hidupku akan sangat sulit untuk sekadar dilalui~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD