Hari Pertama

1108 Words
Hari pertama Emma bekerja sebagai seorang pelayan di sebuah restoran cepat saji. Gadis itu berjalan dengan sangat antusias sambil bersenandung kecil. Ia sudah melewati proses wawancara kerja kemarin,dan hari ini adalah hari pertamanya. Restoran tempat Emma bekerja tidak terlalu jauh, hanya perlu berjalan sekitar lima belas menit, ia sudah sampai di tujuan. Restoran itu merupakan sebuah rumah makan cabang yang baru dibuka sekitar satu bulan lalu, Emma mendapatkan informasi tersebut dari salah seorang temannya. Setelah sampai, gadis itu langsung menemui supervisornya. Disana sudah ada dua orang karyawan lain yang merupakan karyawan baru seperti dirinya. Seorang laki-laki dan perempuan. Beberapa karyawan laki-laki tampak baru saja tiba dan mulai mengerjakan tugas masing-masing. Para karyawan itu menatap Emma dengan penuh minat. Gadis cantik itu membuat mereka tertarik. Emma hanya bisa menunduk agak malu, ia menatap pria muda yang merupakan supervisornya dan bertanya dengan nada rendah. "Maaf pak, apa yang harus saya kerjakan?" Pria muda itu menatap Emma dan dua orang lain yang sudah lolos wawancara kemarin sambil berfikir. Ia kemudian memerintahkan Emma dan Seorang gadis lain untuk menyapu dan mengepel lantai restoran terlebih dahulu, kemudian baru menata kursi dan mengelap meja. Sementara laki-laki yang juga merupakan karyawan baru ia tugaskan di lantai atas. Sebelum itu sang supervisor menyuruh Emma dan yang lain untuk ke lantai tiga dan menyimpan barang dan juga tas mereka disana. Emma segera melaksanakannya. Setelahnya Emma dan gadis itu turun ke lantai bawah dan mengambil sapu untuk mulai menyapu lantai terlebih dahulu. Meskipun restoran itu merupakan sebuah cabang baru, bangunan restoran tersebut sangat luas, Bangunan itu memiliki tiga lantai. Lantai dasar untuk meja kasir, dapur bersih dan tempat makan dine in. Dengan fasilitas toilet untuk para pengunjung, di lantai dasar juga terdapat ruangan kecil untuk menyimpan berkantung-kantung tepung, beberapa jerigen minyak, beberapa galon air dan beberapa tabung gas. Disana juga ada dapur kecil untuk memasak menu makanan ringan, lantai dua digunakan untuk menyimpan bahan mentah, tempat dapur kotor dan juga terdapat dua kamar mandi untuk karyawan restoran. Di lantai dua juga terdapat tempat untuk beribadah, sementara lantai paling atas digunakan sebagai asrama karyawan. Meskipun digunakan sebagai asrama karyawan, namun lantai tiga hanya terdapat satu ruangan luas dan satu ruangan yang lebih kecil, kemudian terdapat pintu menuju balkon. Balkon itu sangat luas dan digunakan untuk tempat menjemur pakaian para karyawan. Ruangan yang lebih luas untuk tidur karyawan laki-laki. Terdapat tumpukan kasur lantai dan beberapa barang milik karyawan laki-laki di ruangan itu. Sementara di ruangan yang lain. Juga terdapat kasur lantai dan barang-barang milik karyawan perempuan. Restoran itu memiliki lebih banyak karyawan laki-laki daripada perempuan. Emma fokus menyelesaikan pekerjaannya. Ia tidak begitu memperhatikan sekitar. Setelah selesai dengan lantai bawah ia pindah ke lantai atas, mencoba bertanya apa ia bisa ikut membantu di atas. Emma menaiki tangga hingga ke lantai dua, disana ia melihat seorang wanita paruh baya sedang mencuci beras dan seorang lagi sedang membuang tangkai cabai. Emma mendekati wanita yang sedang mencuci beras, dengan agak malu-malu. "Maaf, apa yang bisa aku kerjakan disini?" tanya Emma sedikit gugup. Wanita itu menoleh padanya, menatap sejenak dan mengetahui jika ia adalah karyawan baru. "Cuci beras ini dan masukan ke dalam penanak nasi di sana," ucap wanita paruh baya itu. Umurnya sekitar tiga puluh tahunan. Emma segera mengambil alih tugas mencuci dan wanita itupun pergi untuk melakukan pekerjaan lain. "Wah, ada orang baru...." seru sebuah suara dari arah belakang Emma. Wanita itu menoleh dan mendapati seorang pria berkulit putih sambil menggunakan celemek. Emma tidak berkata apa apa, ia hanya tersenyum dan mengangguk. Ia merasa sedikit canggung karena belum mengenal para karyawan disana. "Siapa namamu?" tanya pria itu ramah,sambil mengulurkan tangannya. Emma merasa sedikit lega. Teman kerjanya tidak begitu menakutkan, dan sepertinya mudah diajak berteman. Emma menerima uluran tangannya dan berkata dengan halus. "Emma Brown," "Aku Daniel Owen, panggil aku Daniel. Semoga kau betah bekerja disini," Pria itu tersenyum sangat manis, membuat wajahnya yang sudah tampan menjadi lebih tampan. Emma hanya mengangguk canggung. "Daniel jangan menggodanya!"  Emma menoleh dan mendapati wanita paruh baya tadi sudah berkacak pinggang sambil menatap Daniel tajam. "Aku tidak menggodanya nyonya Green. Aku hanya berkenalan dengannya," ucap pria itu membela diri. Emma hanya diam dan tidak berkata apa-apa, dia merasa sedikit bingung. "Sudah kuduga kak Daniel pasti kesini," ucap sebuah suara dari arah bawah. Emma dan daniel menatap ke arah tangga, dan mendapati seorang pria tampan berkulit putih dan agak tinggi. Emma merasa sedikit terpesona, ia menatap pria itu tanpa berkedip. "Jason, ada apa mencariku, aku sedang berkenalan dengan nona cantik ini," ucap Daniel bercanda. Emma merasa sedikit malu, tapi ia tak berkata apa apa. Hanya bisa menatap dua pria tampan di depannya bergantian. "Kalian berdua memang pengacau, bagaimana jika dia tidak kembali lagi kesini karna kalian terus menggoda gadis cantik!" Nyonya Green menatap dua pria itu dengan agak jengkel. "Baik, baik, aku akan turun," ucap Daniel tidak ingin berdebat lebih lama. "Sampai nanti cantik, semoga kau betah bekerja disini," ucap Daniel sebelum mengajak pria tampan yang dipanggil Jason tadi  menuruni tangga. Emma merasa sedikit salah tingkah,setelah itu nyonya Green segera menghampiri Emma. "Jangan pedulikan Daniel, dia memang bermulut manis. Dia sudah berkeluarga dan memiliki satu anak laki-laki,"  Emma sedikit agak terkejut, pria itu tampak muda. Namun ternyata ia sudah berkeluarga. Nyonya Green memberikan ia instruksi dan menyuruhnya membantu Bibi Lewis yang sedang membersihkan tangkai cabai. Emma sedikit meringis melihat berkantung kantung cabai yang harus ia bersihkan. Ia merasa tangannya akan segera kepanasan karena cabai. Namun ia tidak punya pilihan lain dan melakukan pekerjaan yang ia suruh. Emma bekerja di lantai dua hingga menjelang siang. Ia menghabiskan waktu berbincang-bincang dengan bibi Lewis dan nyonya Green. Di atas juga ada seorang lelaki kurus sedang menggoreng ayam, namun ia tidak banyak bicara karena harus fokus menggoreng. Beberapa saat kemudian supervisor Emma naik ke lantai atas, ia mendapati Emma sedang membantu tugas di lantai atas. "Emma, bisa turun ke bawah. Mulai hari ini dan seterusnya kau bekerja sebagai pelayan, jadi tidak perlu membantu di lantai atas. Kecuali jika aku menyuruhmu!" Emma mengangguk patuh, ia segera berdiri dan mengikuti sang supervisor ke lantai bawah. "Lihat, siapa ini. Apa dia akan bekerja di lantai bawah?" ucap Daniel begitu melihat Emma mendekati meja pelayan. "Daniel, aku harap kau mengajarinya menjadi pelayan. Sementara kau temani dia," Supervisor itu memberikan instruksi. "Tentu dengan senang hati jacob," ucap Daniel menampakkan senyum sumringah. Supervisor yang bernama jacob itu tampak tidak senang. "Sopanlah, aku sebagai supervisor di sini," ucap sang supervisor. "Baiklah aku kan memanggilmu Paman Hall," Daniel berkata sambil tertawa. Jacob menajamkan matanya. Ia tidak senang, bagaimanapun Daniel dan dirinya sama sama berumur dua puluhan taun. Emma hanya bisa menahan senyum. Ia merasa sangat nyaman bekerja diantara mereka. Menurutnya orang orang di restoran tampak tidak menyeramkan dan mudah diajak berteman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD