REYSAM - 1

834 Words
Sam sedang merapikan barang-barangnya untuk program pertukaran pelajar ke Indonesia yang akan berjalan tiga hari lagi. Sekolahnya memberikan dispensasi libur satu minggu untuknya mempersiapkan diri dengan program yang diikuti. Dia Samantha Rianda Andreas. Dulunya ibunya memberi nama Amanda Arinda. Namun sejak ibunya pergi meninggalkannya, ayahnya memutuskan untuk mengganti namanya dengan alasan yang Sam sendiri ketahui kebenarannya. Nyawanya bisa terancam jika Sam masih menggunakan nama itu. Karena itu ia memutuskan untuk menyetujui keputusan ayahnya, mengganti nama dan pindah ke New York. Flashback On. Enam bulan yang lalu. Sam sedang mencari keberadaan Ayahnya, Raga. Gadis itu baru saja pulang dari acara kemah sekolah. "Papa? Papa di rumah?" Sam berteriak disepanjang jalannya berkeliling mencari Raga. "Pa? Papa di ruang kerja, ya?" Tanya Sam saat dirinya sampai di tempat terakhir yang belum ia sambangi, ruang kerja Raga. Sam pun masuk ke dalam dan mengedarkan kepalanya mencari Raga yang tak ia temui juga disana. Saat dirinya tak menemukan Raga, Sam memutuskan untuk menunggu Raga di ruangan itu sambil membaca karena Raga pasti akan masuk kedalam sana nanti. Sam pun berjalan menuju rak buku yang tersedia di sudut ruangan. "Dulu Papa pernah simpan buku cerita aku dari Mama disini" gumam Sam dengan jarinya yang menelusuri jejeran buku-buku di rak. Sam tiba-tiba mengingat ibunya lagi, Maura. Ibunya yang berjanji akan kembali lagi dan tinggal bersama Sam dan ayahnya. Ibunya yang berjanji akan kembali jika Sam menjadi anak yang baik. Sam sudah menjadi anak baik. Sam selalu menjadi anak yang penurut. Sampai sekarang Sam selalu mendengarkan apa yang ayahnya katakan meskipun ibunya tidak berada di sisinya. Mengingat ibunya membuat Sam mengurungkan niatnya untuk mencari buku cerita itu. Ia akhirnya memilih untuk duduk di kursi kerja ayahnya sambil menunggunya kembali. Lima belas menit Sam sudah berada disana menunggu ayahnya yang tak kunjung kembali. Karena kantuk yang dahsyat menguasai dirinya, kepalanya pun jatuh terantuk menabrak meja kerja Raga. Tangannya pun tak sengaja menjatuhkan bingkai-bingkai foto yang tersusun rapi diatas sana. "Damn you, Sam. Papa bisa marah" Sam langsung mendapatkan kembali kesadarannya dan merapikan bingkai-bingkai yang berceceran di lantai berbalut beludru tebal itu. Saat Sam tengah merapikan bingkai-bingkai itu, matanya tak sengaja menangkap secarik kertas lusuh di bawah meja kerja ayahnya. Sam yang tiba-tiba menjadi penasaran itu pun langsung mengambil kertas itu. Namun saat dirinya ingin membaca isi dari kertas itu, terdengar suara pintu ruangan kerja ayahnya yang terbuka. Buru-buru Sam memasukan kertas itu ke dalam saku jaketnya. "What are you doing, Samantha?" Suara berat Raga mengalun di ruangan itu. "I'm looking for you, Papa. Aku udah pulang nih. Papa kok nggak jemput aku sih?" Ujar Sam manja sambil berlari ke pelukan ayahnya. Raga yang merindukan putrinya itu pun memeluk Sam. "Kamu kok nggak bilang ke Papa kalau pulang hari ini?" Tanya Raga setelah melepaskan pelukannya. "Aku udah bilang, Pa. Tapi Papa nggak jemput aku. Untung Dixton mau anterin aku pulang" ujar Sam dengan wajah cemberut. "Hey, bukankah Papa sudah bilang untuk tidak terlalu dekat dengan anak laki-laki?" Tegur Raga. Peraturan pertama, tidak boleh berpacaran. "Oh! C'mon, Pa! Kita nggak in-a-relationship! Kita cuma temenan. Lagi pula, rumah Dixton hanya berbeda dua blok dari sini" gerutu Sam karena Raga selalu menuduhnya berpacaran dengan Dixton, sahabatnya. "Okay, Papa ngalah. Ayo sekarang mandi. Papa tunggu di ruang makan. Kamu pasti belum makan kan?" Sam mengangguk senang dan bergegas pergi. Tak lupa ia lemparkan kecupan manis untuk ayahnya. Setelah sampai di kamarnya, Sam langsung mengunci pintu kamarnya. Bahkan ia segera berlari untuk menutup tirai di kamarnya. "Apa ya bacaannya, kenapa aku jadi penasaran gini?" Gumam Sam sambil memasukan tangannya ke saku jaketnya. Sam pun membuka kertas lusuh yang tadi ia lipat saat mendengar suara knop pintu yang diputar. Dengan jantung yang berdetak hebat, Sam membuka kertas itu dan membacanya. Aku akan mengirim orang untuk menjemputmu di taman. Kembalilah ke Villa itu. Mari menikah dan hidup bahagia, Maura. Your Beloved, Leon Hanya tulisan itu yang tertera di kertas yang Sam temukan dibawah meja kerja ayahnya. Air mata tak terbendung lagi di pelupuk matanya. Air mata itu tumpah begitu saja. Ternyata penantiannya selama ini tak berujung apa-apa. Flashback Off. Dering ponsel Sam menariknya kembali dari kejadian enam bulan lalu. Kejadian yang membuat kepribadiannya menjadi berubah dan cenderung pendiam. Namun Sam tidak menyerah begitu saja. Setidaknya ibunya harus memerinya alasan yang benar jika memang ingin membuangnya dan meninggalkannya. Maka dari itu, Sam memilih untuk mengambil program pertukaran pelajar. Program itu diadakan oleh sekolahnya yang kebetulan bertukar dengan pelajar Indonesia dari satu yayasan sekolah yang sama dengannya. Sam hanya tak ingin membuat ayahnya menjadi sedih jika mengetahui dirinya ingin menemui Maura, ibunya. Sebab ayahnya selalu saja terlihat murung dan tidak bisa menjawab setiap ia bertanya kenapa ibunya tak bersama dengan mereka. Dulu, ia harus merasakan kesedihan karena tidak mengetahui ayahnya dimana. Namun sekarang ia harus menukarkan kehadiran ayahnya dengan ibunya. Sungguh tak adil saat semua teman-temannya bisa memiliki keluarga yang lengkap dan dirinya hanya bisa memiliki salah satu dari orang tuanya. Sam harus bertemu dengan ibunya. Sam harus bertanya alasan ibunya pergi meninggalkannya. Sam harus memastikan jika ibunya pantas untuk ia benci.   *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD