SATU

1094 Words
*** Seorang anak laki-laki dengan memakai seragam putih abu-abu tampak berjalan gontai menuruni anak tangga rumahnya. Tas ranselnya ia sampirkan asal dipundak kanannya. Pandangan matanya terfokus pada layar smartphone ditangannya. Sementara laki-laki paruh baya yang sedang duduk di ruang tengah sambil membaca koran itu langsung menutup korannya dan menatap kedatangan anaknya. "Daddy harap kamu tidak bermasalah lagi dengan sekolah barumu, Axelio!" pesan Arlan, ayah dari Axelio Vilandra. Ax, begitu semua orang memanggilnya. Laki-laki berumur 17 tahun itu hanya tersenyum miring. Langkahnya terhenti saat tiba di anak tangga terakhir. Ia menyimpan ponselnya ke saku baju dan melangkah keluar rumah tanpa sepatah katapun. "Ax, kamu dengar Papa tidak?" teriak Arlan nyaring. Dari kejauhan Ax hanya mengangkat ibu jarinya keatas, memberi isyarat bahwa ia mendengar apa yang dikatakan Arlan. Arlan menghela nafas panjang lalu menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Anak itu!" gumamnya pelan namun bisa didengar oleh sang istri yang baru saja datang membawakan teh hangat aroma melati favorit Arlan. "Anakmu itu, Hubby!" sambung Binar. Arlan menoleh dan terkekeh. "Anak kita lebih tepatnya!" Binar mendengus sambil memutar bolamatanya. "Aku kangen Alex," ucapnya lirih. Arlan yang hendak menyeruput teh hangatnya mendadak menghentikan aktifitasnya. Ia kembali meletakkan teh hangat itu ditempatnya. "Aku akan menyuruhnya pulang, nanti!" Binar tersenyum lalu menggeleng. "Gak pa-pa kok, Hubby. Aku tau Alex sibuk. Lagian setiap Minggu dia selalu pulang!" Arlan tak menjawab dan kembali mengangkat cangkir berisikan teh hangat itu. Matanya melirik menatap wajah Binar yang tampak sendu. Dalam hati ia mengucap syukur berkali-kali. Rasanya ia bahagia bisa hidup bersama Binar. Wanita berhati besar. Mau merawat Alex yang jelas-jelas hasil hubungannya dengan mantannya dulu. Bahkan Binar tidak pernah membedakan kasih sayang untuk keduanya. *** Hari ini Axel akan memasuki sekolah barunya. Sejak 2 tahun ini terhitung ia sudah pindah sekolah sebanyak 4 kali. Semua itu karena ia yang selalu berbuat onar. Mobil Axel melaju kencang membelah jalanan Surabaya yang macet. Sambil mendengarkan musik yang terpasang lewat bluetooth mobilnya, jemari Axel mengetuk setir kemudinya mengikuti irama lagu yang sedang di dengarnya. Sebuah foto tampak terpajang rapi di dashboard mobilnya. Foto seorang gadis yang tampak tersenyum. Axel melirik sekilas foto itu sebelum kembali menginjak pedal gas mobilnya. *** Setengah jam perjalanan dan akhirnya mobil Axel masuk dengan mulus melewati gapura sebuah sekolah. Ia sengaja membunyikan klakson mobilnya saat ada seseorang yang menghalangi jalannya. "Woi, kampret!" umpat salah satu siswa yang hampir saja terserempet body mobil Axel. Axel hanya meliriknya sekilas dari kaca spionnya dan menghentikan mobilnya di parkiran sekolah yang tidak cukup luas. SMA BAKTI DUA SURABAYA. Axel sempat membacanya sekilas saat melewati gapura sekolah barunya. Ia tak habis pikir kenapa Papanya memilih SMA swasta di kota ini. Sebelum turun Axel membenarkan posisi jambulnya. Sambil bersiul ria tangannya bergerak menatap jambul kesayangannya. Disaat penampilannya sudah oke, Ia langsung keluar sambil mengedarkan pandangannya. Tak banyak mobil yang terparkir di tempat ini, mengingat ini adalah sekolah swasta jadi bisa dipastikan bahwa pemilik mobil disini tidak mungkin seorang murid. Dan dari deretan mobil yang terparkir, miliknyalah yang paling mewah di antara 7 mobil di sebelahnya. Axel tersenyum miring sambil menatap mobil-mobil kusam disebelahnya. Ia lalu melangkah melewati koridor kelas. Suara pekikan dan bisikkan dari kaum Hawa yang dilewatinya terdengar begitu jelas. Tapi hal itu tidak membuat seorang Axel semakin tebar pesona. Ia memasang wajah dinginnya dan berjalan angkuh menuju ruang Kepala Sekolah. *** "Baiklah. Ibu setuju dengan usulan kamu. Memang sebaiknya sekolah mengadakan kegiatan itu setiap hari Jumat!" Bu Yola, selaku Kepala Sekolah SMA BAKTI DUA meletakkan sebuah map kuning dimejanya. Dan sebuah tangan kecil mengambilnya. "Oke, Si. Kamu boleh kembali ke kelasmu. Oh iya, bagaimana kegiatan eksrakurikulermu? Lancar?" tanya Bu Yola sambil menurunkan kacamata tebalnya. "Alhamdulillah lancar, Bu. Saya permisi, Bu. Selamat pagi!" "Ya. Pagi!" Bu Yola menatap kepergian Sisi. Namanya Delisia Xiena. Murid paling rajin dan cakap. Juga paling cerdas di sekolah ini. Sisi, panggilan akrabnya. Ia saat ini menjabat sebagai Ketua Osis. Awalnya banyak yang meragukannya karena selama ini Ketua Osis selalu dipegang oleh anak laki-laki. Tapi Sisi berhasil mematahkan anggapan itu. Anak perempuanpun bisa juga diandalkan. Sisi memeluk map kuning itu sambil keluar dari ruang Kepala Sekolah. BRUK! "AAAAWSSHHH!" pekik Sisi saat tubuh mungilnya menabrak tubuh tegap di depannya. Tak ayal, tubuh Sisi yang mungil langsung terhuyung ke belakang dan bokongnya mendarat di lantai koridor. Dengan cepat ia berdiri, meraih map yang ikut terjatuh di sebelahnya. Tangan kirinya menepuk-nepuk kasar bagian belakang rok mininya. Ia lalu mendongak dan menatap sosok asing yang berdiri di depannya. "Punya mata gak, sih?" semburnya. Anak laki-laki dengan baju seragam SMA itu menatap bingung ke arah Sisi, keningnya mengkerut lalu sedetik kemudian senyumnya merekah. "Sisi?" panggilnya pelan. Sisi yang merasa namanya di panggil hanya bisa melongo. Ia merasa tak mengenal sosok asing ini tapi kenapa cowok itu tau namanya? Sementara Axel semakin tersenyum lebar. Ia sangat yakin jika cewek yang berdiri di depannya ini adalah Sisi. Pertanyaan Sisi terjawab sudah saat Axel membuka kacamata hitamnya. Iris hitam pekat itu beradu dengan iris hazel milik Sisi. Sisi tersadar dan ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Entah kenapa jantungnya langsung berdetak kencang. "Sisi?" panggil Axel lagi. "So--sorry. Lo salah orang!" Sisi langsung berjalan cepat meninggalkannya. Dalam hati ia terus mengumpat. Bahkan semua nama binatang di dunia ini tak luput dari absenannya. "Sisi, tunggu!" Axel berhasil meraih lengan kecil itu dan menariknya paksa, membuat langkah Sisi berhenti seketika dan hampir saja ia menubruk d**a bidang Axel. "Lo beneran Sisi, kan?" Sisi tersenyum miring dan dengan kasar menepis tangan Axel yang mencengkram lengannya. "Lepas, Bung. Gue gak kenal sama lo dan gak akan pernah mau mengenal lo. Paham?" Axel hanya bisa tertegun menatap kepergian Sisi. Ia yakin jika cewek itu adalah Sisi. Walaupun kini Sisi sudah berubah tapi Axel hafal betul dengan pemilik mata hazel itu. Dialah Sisi. Si itik buruk rupa. Itik yang selalu ia sayang. *** Sbya, 06 Mei 2018 *ayastoria Maafkan author yang labil ini. mencoba masuk ke dunia remaja lagi dan semoga aja bisa sampai ending. Story ini simple dan gak akan ada konflik beratnya. Mencoba belajar membangun karakter baru lagi. Setelah Arlan, Dava dan Elang launching. Kini saatnya Axelio, anaknya Arlan meluncur. Cerita ini sequel dari MCH NEW VERSION. Gue kapan hri pernah blg bakalan luncurin sequelnya kan? Nah utk sodaranya Axel, si Alex mungkin masuk story religi. Masih mungkin loh ya... Tenang aja. Castnya tetep april tapi namanya gue ganti. Semoga aja bisa lepas dari karakter Ali dan bikin karakter baru lagi. Hehehe Covernya gue comot dari si Pupipaw. Dengerin lagu sambil liatin cover bikinan dia...eh langsung muncul ide. Semoga aja gak stuck di tengah jalan. Semoga aja bisa sampe ending. Terus dukung gue dgn kasih bintang n koment ya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD