Kegalauan yang hakiki

1535 Words
Seorang pria duduk di bawah langit hitam. Menatap sepinya langit yang tak berbintang, se sepi hatinya yang tak pernah merasakan jatuh cinta. Suasana akhir-akhir ini membuatnya sangat suntuk dan menciptakan kegalauan yang hakiki. Sejak sang Ummi selalu menjodohkan dirinya dengan banyak wanita membuatnya sungkan berada di rumah. Walau tak pernah jatuh cinta, tak membuatnya penasaran bagaimana rasa cinta yang konon rasanya lebih manis daripada coklat dan lebih indah daripada bunga. Entah mengapa dia merasa cinta selalu menjadi nomor urut dua dalam kehidupannya. Mungkin dia sudah cukup puas mendapatkan cinta dan kasih sayang tulus dari keluarga hangatnya, sehingga seolah mengabaikan hal berbau cinta. Tiga puluh tahun dia lalui dengan mengejar prestasi. Bahkan masa remajanya pun dihabiskan untuk mengumpulkan segudang prestasi baik akademik maupun non akademik. Tak heran dimana pun dia berada banyak wanita yang jatuh hati padanya. Lagi-lagi Rayza hanya bisa menghela napas panjang. Dia sendiri tak bisa memahami dirinya yang tak pernah merasakan debaran saat berdekatan dengan wanita. Secantik apapun wanita itu. Jangankan rasa penasaran pada lawan jenis, tertarik pun tidak. "Nak..." Suara lembut seorang wanita menyapa gendang telinga Rayza. Rayza tahu betul siapa pemilik suara ini. Sungguh beliau adalah satu-satunya wanita yang dicintainya saat ini. Ummi. "Ya Ummi..." Ucap Rayza tersenyum. Pria tampan itu segera bangkit untuk mencium punggung tangan wanita yang sudah melahirkannya 30 tahun silam. "Nak, apa ada hal yang sedang kau pikirkan saat ini?" Ucap Zahra menyadari wajah murung putranya. Rayza pun menggeleng. Tapi walaupun begitu, sebagai seorang ibu Zahra tahu betul ada beban berat yang sedang menempa pikiran putranya. "Kau pasti tidak nyaman dengan apa yang akhir-akhir ini Ummi lakukan. Maaf ya Nak... Semua ini hanya untuk kebaikanmu. Ummi tak ingin kau terlalu nyaman dengan kondisi lajang. Apalagi usiamu sudah menginjak 30 tahun." Ucap Zahra khawatir putranya tak nyaman dengan sikapnya yang berusaha menjodohkan dirinya dengan ustadzah di pesantren keluarganya. Rayza menatap wajah ibunya yang murung. Rayza sendiri pun tak ingin menyalahkan umminya. Dia sadar usianya sudah terlalu matang untuk menikah. Ada rasa bersalah yang menelusup di hatinya. Sungguh dia tak ingin membuat umminya khawatir. Dengan gerakan lembut Rayza memeluk umminya. Menyandarkan kepalanya di bahu sang ibu. Dengan tinggi tubuh yang jauh lebih menjulang membuat Rayza sedikit membungkuk. Tapi jujur saja posisi ini membuat kegalauan di hatinya sedikit terkikis. "Ummi tak perlu repot-repot mencarikan jodoh untukku. Nanti aku akan mencari sendiri. Perempuan Sholehah seperti yang Ummi inginkan." Ucap Rayza. Sejujurnya dia tak yakin dengan ucapannya. Tapi yang dia yakinkan saat ini adalah ada Allah yang akan membantunya mencari pendamping hidup. Setelah sekian lama mereka terdiam sambil memandang langit yang murung tak berbintang, tiba-tiba suara notifikasi handphone Rayza berbunyi. Hal itu sontak membuat Rayza kembali menegakkan tubuhnya dan mengambil handphone yang dia simpan dalam saku celana. "Maaf ya Mi, Rayza angkat telepon dulu." "Ya Nak..." Tn. Martin Rupanya salah satu pasiennya yang menelpon, membuat Rayza segera menarik tanda hijau ke atas pada layar handphonenya. "Hallo, Assalamualaikum..." Ucap Rayza. "Wa'alaikum Salam... Datanglah ke kediamanku? Aku merasa kondisiku saat ini memburuk." Ucap Pak Martin pada dokter pribadinya. "Baiklah saya akan segera ke sana." Ucap Rayza kemudian menutup panggilan telepon tersebut. "Ummi... aku harus segera pergi ke rumah salah satu pasienku." Ucap Rayza pada Zahra ibunya. Zahra pun segera mengangguk. "Ya Nak... Hati-hati ya." Ucap Zahra mengusap surai rambut putranya. Rayza pun mencium punggung tangan ibunya kemudian segera pergi. Mengingat kondisi Pak Martin yang memburuk belakangan ini membuatnya tak mau membuang waktu. Sesampainya di kediaman Pak Martin, Rayza segera di antar oleh kepala pengawas keamanan rumah mewah tersebut menuju kamar besar yang berada di lantai 2 rumahnya. Rayza memandang pernak-pernik bernilai jutaan rupiah yang dipajang di rumah mewah tersebut. Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah semampu retinanya menangkap. Jujur saja ini bukanlah pertama kalinya dia datang dan menginjak lantai dingin rumah mewah tersebut. Hanya saja dia merasa miris karena rumah semewah ini hanya ditempati oleh pria tua dengan para pegawainya. Bahkan pria tua itu sudah rapuh dan layu. Terkadang dia ingin bertanya, kemana perginya penghuni rumah ini. Apa pria tua itu tak punya istri ataupun anak. Tapi lagi-lagi dia harus menahannya. Dia datang hanya membantu dalam hal kesehatan bukan untuk menjadi netizen yang ingin tahu urusan orang lain. Akhirnya dia pun sampai di depan pintu besar bernuansa emas. "Silakan masuk Pak Dokter." Ucap kepala keamanan rumah mewah tersebut. "Terima kasih." Ucap Rayza dengan perlahan membuka kenop pintu. "Assalamualaikum Pak Martin." Ucap Rayza menyapa kemudian meletakkan tas kedokterannya di meja. Rayza pun mengambil stetoskop dan Digital Tensimeter untuk mengecek kondisi sang pasien yang terbaring lemah dengan wajah pucat. "Apa yang anda keluhkan?" Ucap Rayza sambil melakukan pengukuran terhadap tekanan darah pasiennya. "Kau pasti tahu apa yang selama ini saya rasakan." Ucap Pak Martin sambil tersenyum. "Kepala anda pasti terasa berat dan sakit yang menyiksa hingga tak mampu berdiri." Ucap Rayza menatap sedih kepada pria tua di hadapannya. Rayza sungguh tak tega melihat pasien yang sakit tanpa ada kerabat di dekatnya. Pria itu pun mengiyakan ucapan Rayza dengan mengangguk. "Saya mohon jangan terlalu banyak beban pikiran karena akan memperburuk kondisi anda." Ucap Rayza prihatin. Pria itu pun tersenyum getir seolah menahan luka yang begitu mendalam. Hanya diam dan menundukkan kepalanya. "Jika beban pikiran anda terlalu berat, berbagilah. Saya siap menjaga rahasia anda. Semoga bisa membantu anda meringankan beban pikiran." Ucap Rayza bersimpati. "Saya memiliki seorang putri." Ucap pria itu kemudian terdiam begitu lama. Dan ungkapan itu sukses membuat Rayza terkejut karena tak menyangka ada seorang anak yang tak peduli dengan kondisi ayahnya. Tapi Rayza memilih diam. Saat ini dia hanya perlu menjadi seorang pendengar yang baik. "Dia sangat sulit diatur. Sering pergi dan pulang malam. Bahkan sering kali dia mendapat skorsing dari tempat kuliah karena melakukan kesalahan besar. Dan sekarang entah dia kemana. Saya pikir semua kenakalan yang dia lakukan karena dia kurang kasih sayang. Selama ini saya terlalu sibuk dengan urusan finansial dan pendidikannya tanpa memperhatikan kasih sayang untuknya. Dan akhirnya saya berpikir untuk menikah lagi demi memberikan sosok ibu pengganti yang menyayanginya. Tapi dia menolak dan malah pergi. Sudah sepekan dia pergi meninggalkan rumah ini." Ucap pak Martin bersedih. "Apa anda sudah menghubungi kontak selulernya?" Ucap Rayza. "Tidak aktif." Ucap Pak Martin. "Jadi karena hal ini anda banyak berpikir?" Ucap Rayza simpati. Sedangkan Martin hanya mengangguk lesu. "Ya..." Ucap Pak Martin lesu. "Coba anda cabut semua fasilitas yang dia gunakan. Mungkin dengan dia tak punya uang, dia akan kembali ke rumah ini." Ucap Rayza tenang. Rayza hanya berpikir bukankah semua orang hidup butuh uang? Untuk makan dan segala keperluannya. Rayza yakin gadis itu akan pulang karena kebingungan harus hidup menggunakan apa. Rupanya ide itu diterima dengan baik oleh Pak Martin. Pria itu segera mengnon-aktifkan semua kartu kredit dan ATM yang digunakan putrinya melalui smartphone miliknya. Sungguh sejak kemarin dia seolah menemukan jalan buntu untuk menemukan putrinya. Padahal hal ini mudah dia lakukan untuk memancing bocah itu pulang. "Terima kasih. Hal itu bahkan tak terpikirkan oleh saya sebelumnya." Ucap Pak Martin dengan wajah sumringahnya. Sedangkan Rayza hanya mengangguk kemudian berpamitan pulang setelah memberikan resep obat. "Ini resepnya, saya permisi Pak... Assalamualaikum..." Ucap Rayza kemudian bergegas ke arah pintu. "Bisakah kau di sini dulu. Banyak hal yang ingin aku ceritakan. Mungkin kau punya solusinya. Apa kau punya waktu?" Ucap pria itu menahan Rayza. Hal itu sukses membuat Rayza kembali membalikkan tubuh. Dia kembali duduk di kursi samping ranjang besar milik pria tua itu. "Baiklah... Hari ini saya tak ada jadwal di rumah sakit, jadi saya siap menjadi pendengar yang baik." Ucap Rayza melepas jas putih kebanggaan miliknya. Dia ingin lebih santai dengan menjadi diri sendiri tanpa embel-embel dokter. "Saya sudah menon-aktifkan ATM dan kartu kredit bocah itu, apa kau yakin dia akan kembali?" Ucap pria itu kembali ragu. "Saya rasa ya, dia akan bingung mau hidup pakai apa kalau tak punya uang. Kalau boleh tahu berapa usia putri anda Pak?" Ucap Rayza penasaran. Melihat pria yang tampak sudah berusia 60 tahunan, mungkin saja putrinya sudah berusia sekitar 30 tahunan. Tapi masa iya seseorang berusia 30 tahun bisa bersikap tak dewasa sama sekali? "19 tahun." "19 tahun?" Tanya Rayza tak percaya. "Ya, saya menikah di usia yang tak muda 40 tahun sedangkan istri saya baru berusia 18 tahun. Hal itu membuat saya tak bisa memberikan kepuasan padanya. Dan akhirnya dia berselingkuh, kemudian meninggalkan saya saat putri saya berusia 3 tahun." Ucapnya murung. "Lalu kemana perginya istri anda?" "Dia ada di suatu tempat. Yang jelas saya tak ingin putri saya mengetahui keberadaan ibu kandungnya." Ucap pria itu murung. Sedangkan Rayza terdiam karena tak menyangka ada kehidupan rumah tangga serumit ini. Banyak hal yang menjadi tabir di dalamnya. "Putri anda berhak tahu di mana ibu kandungnya. Mungkin itu yang membuatnya membangkang terhadap anda." "Saya tahu. Tapi saya tak ingin putri saya tahu sebejat apa ibu kandungnya. Entah apa yang harus saya lakukan lagi untuk meluluhkan putri saya." "Memberikan kasih sayang hanya itu satu-satunya cara, dia butuh kasih sayang yang lebih untuk melunakkan hatinya." Ucap Rayza tulus. "Tapi dia selalu menolak kasih sayang dari saya." Ucap pria itu putus asa. "Saya yang akan memberinya kasih sayang." Ucap Rayza mantap. "Anda?" Ucap Pak Martin terkejut. "Saya siap menikahi putri anda dan membuatnya menjadi pribadi yang lebih baik." ucap Rayza mantap dan tanpa keraguan di dalamnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD