I Believe You Chapter 01

4246 Words
Bagiku laki-laki adalah monster yang paling menakutkan menganggap wanita adalah pemuas nafsu dan setelah bosan mereka akan melemparnya ke tempat sampah. -----***-----Evelyn Agracia Sandors-----***----- Wanita penggoda yang rela menjajakan tubuh hanya demi selembar dollar, bagiku mereka tak lebih dari parasit. Tidak ada lagi yang berhati tulus menganggap bahwa harta diatas segalanya padahal dibalik itu semua ada cinta yang bertahta paling tinggi. -----***-----Ethan Morillo Vernandez-----***----- --- Jerman Awan cerah mengelilingi langit Jerman akan tetapi berbeda dengan keluarga Sandors, belakangan ini suasana menjadi tegang karena perseteruan antara Macwell dan putri tunggal mereka sebut saja Evelyn. “Katakan apa yang kau inginkan?” ucap Macwell ketika acara makan malam selesai. Tanpa mengatakan sepatah katapun dia menatap tajam ayahnya yang masih terlihat tampan dan sexy meskipun diusianya yang sudah tak terbilang muda. “Jangan menatapku seperti itu aku ini bukan musuhmu Eve,” Tersenyum kecut sebelum berkata. “Benarkah?” nada suara Evelyn terdengar sinis. “Cepat katakan apa maumu?” “Kau bilang bahwa kau ini ayahku kan dan akulah putri tunggalmu tapi aku merasa hanya sebagai tawananmu dirumah ini Mr.Macwell,” “Lancang!” Seandainya Jovina tidak segera menghalangi bisa dipastikan saat ini Evelyn sudah merasakan belaian lembut dipipinya yang mulus. “Anakmu ini sudah berubah menjadi gadis pembangkang dan semua ini karena pengaruh pemuda berandalan itu,” “Dia punya nama, namanya Andreas. Kau tidak pantas menyebutnya sebagai pemuda berandalan,” ucapnya bersungut-sungut. “Urus putrimu,” Setelah itu Macwell beranjak meninggalkan ruang makan lalu memanggil supir pribadinya. “Mana kunci mobil?” “Mau kemana?” tanya Jovina hawatir mengingat kebiasaan buruk suaminya disaat dia sedang kesal seperti sekarang ini. “Ketemu klien,” jawabnya singkat. “Haruskah pertemuannya malam ini?” Mengabaikan pertanyaan istrinya lalu bergegas pergi namun sebelum itu tak lupa kecupan manis mampir dikening Jovina. Sebenarnya malam ini Macwell tidak ada pertemuan dengan klien akan tetapi perseteruan dengan Evelyn membuatnya hampir hilang kesabaran. Setelah kepergian Macwell perdebatan panjang pun tak kunjung usai. “Mom mohon Eve pertimbangkanlah dulu permintaan daddy mu, pasti ada alasan kenapa daddy tidak menyukai kekasihmu,” “Alasan apalagi mom, satu-satunya alasan karena Andreas tidak sederajat dengan kita. Keluarga ini selalu mengukur segala sesuatu dari materi,” “Kau salah jika berfikir demikian. Mom dan daddy beda kasta dan kau paham betul tentang sejarah keluarga kita,” “Itu dulu mom,” “Dulu ataupun sekarang tidak akan merubah prinsip sebuah keluarga, kau harus tahu itu Evelyn,” Merangkum pipi putrinya dengan sayang coba meyakinkan dari sudut pandang berbeda. ”Sudahlah mom jangan mengaturku lagi, aku cukup dewasa untuk menentukan masa depanku sendiri,” “Apa?” bentak Jovina. “Ulangi sekali lagi!” Kehangatan dalam sorot mata ibunya tak lagi terpancar akan tetapi hal tersebut tidak membuat nyali Evelyn menciut justru dia merasa lebih tertantang melawan ibunya. “Aku rasa yang ku katakana sudah cukup jelas tapi jika ingin mendengarnya lagi baiklah, akan ku katakan sekali lagi bahwa aku sudah cukup dewasa untuk menentukan masa depanku jadi berhentilah mengaturku mommy,” penuh penekanan pada kata terakhir. PLAAKKK Satu tamparan mampir dipipi kiri Evelyn. “Lancang!” “kau menamparku,” Sorot matanya penuh luka dan kristal beningpun sudah mencuat ke permukaan menandakan bahwa sang pemilik tak sanggup menahan rasa pedih. Jovina merasa tidak percaya bisa melakukan kekerasan terhadap putri kesayangannya mengingat peringainya yang seperti bidadari. Matanya mulai berair menatap telapak tangannya. “Maafkan mom Eve,” Berusaha menggapai putrinya akan tetapi dengan kasar Evelyn menepis tangan Jovina. Mengunci tatapannya lalu mundur beberapa langkah berlari menuju kamarnya, mengabaikan panggilan ibunya. Tidak ada yang menyayangiku dikeluarga ini jadi buat apa aku disini. Apa yang salah dengan pilihanku sendiri, apa? Aku sudah cukup dewasa untuk menentukan masa depanku, harusnya mereka menghargai keputusanku, rumah ini sudah seperti penjara. “Mau kemana?” Jovina bertanya pada putrinya yang sedang menenteng koper. “Bukan urusanmu,” “Jawab!” Meraih paksa pundak Evelyn supaya mau menatapnya. Hati Jovina bagai diremas mendapati manik hijau yang selalu memancarkan keindahan kini berubah sendu dan hal itu diakibatkan oleh dirinya. Jovina langsung memeluknya sambil membisikkan beribu kata maaf lalu mengurai pelukan untuk bisa mengusap lembut pipi putrinya. “Apa masih sakit?” Tetap bungkam itulah sikap yang ditunjukkan Evelyn. “Kau boleh marah asal jangan pernah meninggalkan rumah, mom tidak sanggup kehilanganmu Evelyn,” Merebut koper dari tangan Evelyn, kristal bening mulai membasahi pipinya yang sudah ditumbuhi guratan-guratan halus. Melihat ketakutan dimata ibunya membuatnya tak tega untuk meninggalkan wanita itu seorang diri akan tetapi tamparan yang baru saja dia terima telah menorehkan luka mengingat sejak kecil selalu diperlakukan layaknya seorang putri. Evelyn tampak mengambil nafas berat coba meredam emosinya sendiri. “Aku tidak akan pergi kemana-mana mom hanya saja grandpa menghubungiku dan mengajakku pergi berlibur,” Mengucapkan apa saja yang saat itu terlintas dipikirannya. “Tidak biasanya George mengijinkanmu pergi sendirian,” Jovina menelisik mencari kebenaran dari manik hijau putrinya. “Supir yang dikirim grandpa sudah menunggu didepan dan malam ini aku akan menginap disana,” Aku tahu pasti akan seperti ini, untung saja aku sudah menghubungi supir grandpa untuk menjemputku. Dan memang benar supir yang George kirim sudah menunggu. Evelyn segera memasuki kursi kemudi akan tetapi Jovina menahannya. “Apa lagi?” nada suaranya terdengar ketus. Tanpa menjawab jovina langsung memeluknya. “Hati-hati my princess,” Mengusap lembut puncak kepala putrinya lalu menciumnya lama. Jovina tetap berdiri disana sampai mobil yang membawa putrinya hilang dari pandangannya. Sementara Macwell, dia larut dalam pikirannya sendiri. Menyusun berbagai rencana licik untuk menjauhkan Evelyn dari jangkauan Andreas karena dia tahu betul lelaki itu hanya ingin menguasai kekayaannya saja. Harusnya dari dulu saja ku lenyapkan si b******k itu, kalau sudah begini bagaimana caraku memisahkan mereka tanpa harus menyakiti hati putriku, sambil mencengkeram setir mobil. Sebelum semua orang berfikir bahwa seorang Macwell Sandors sudah gila karena berjam-jam lamanya memutari jalanan ibukota sampai larut malam, dia segera memutuskan berbelok mengarah ke mansion George meskipun dia tahu betul kedatangannya kesana tak pernah disambut dengan baik. “Apa yang kau lakukan disini?” George bertanya ketika mendapati putranya memasuki mansion. “Tentu saja mengunjungimu,” “Omong kosong,” ucap George sambil mencibirkan bibirnya. Ketika berdebat dengan putranya tiba-tiba ponsel genggamnya bordering dan tampillah nama Jovina disana. George menatap putranya penuh selidik. “Kau habis bertengkar lagi?” nada suara George terdengar sinis. Macwell yang mendengarnya merasa sangat terkejut sampai memicingkan kedua matanya. “Lebih baik kau pulang dan selesaikan masalahmu,” “Kau mengusirku?” “Lebih tepatnya iya,” Tanpa menghiraukan perintah George, dia justru melenggang pergi menuju bar mengambil beberapa botol minuman. Dasar kepala batu, batin George kesal. Perdebatan singkat dengan Macwell membuatnya mengabaikan panggilan Jovina hingga ponsel genggamnya kembali berdering. “Mencari suamimu?” “Emmm tidak, aku hanya ingin memberitahumu kalau putriku dalam perjalanan menuju mansionmu, ngomong-ngomong ayah mau membawa Eve berlibur kemana? Kenapa tidak memberitahu? Macwell juga tidak mengatakan apapun mengenai rencanamu ini. Oh ya, apa maksud pertanyaanmu barusan apa Macwell ada bersamamu sekarang?“ Berlibur? Drama apa lagi ini? Pikir George bingung. “Aku kakeknya dan aku tidak perlu mendapat ijin dari kalian berdua,” berusaha menguasai keadaan. “Tapi kami orang tuanya harusnya kau memberitahuku lebih dulu,” George tahu Jovina sangat kesal terdengar dari nada suaranya. “Sudahlah Jovina-“ “Kau sedang berbicara dengan mommy?” Tanya Evelyn yang kehadirannya tidak disadari oleh George. “Ohh my little girl,” mencium puncak kepalanya dengan sayang. “Yeah ibumu yang telp, bicaralah padanya dia sangat menghawatirkanmu,” Evelyn meraih ponsel genggam dari tangan George dan berbicara dengan Jovina. Cukup lama mereka berbicara dan hal tersebut tentu membuat George merasa kesal hingga dia langsung memutus sambungan telpnya lalu melemparnya ke sembarang arah. Meskipun mendapat tatapan protes dari Evelyn akan tetapi George mengabaikannya. Memaksa Evelyn supaya mau duduk disebelahnya dan mulai memperbincangkan banyak hal. Awalnya perbincangan keduanya cukup menyenangkan hingga pada satu topik yang paling dibenci Evelyn dan hal tersebut berhasil menyulut emosinya. “Ayahmu berencana mendirikan rumah sakit karena tidak suka melihatmu bekerja untuk orang lain,” Evelyn menatap George tidak percaya. “Aku bebas menentukan jalan hidupku sendiri. Aku bosan harus mengikuti semua aturannya, aku sudah muak dengan keluarga itu grandpa,” “Cara pandangmu inilah yang harus diluruskan Evelyn, ternyata kau belum bisa memahami tujuan dan maksud baik ayahmu,” “Tujuan apa? Maksud baik apa? Jelaskan!” Hening beberapa saat. “Tak bisa menjelaskan apapun kan, kalian semua sama saja sama-sama egois hanya mementingkan kepentingan sendiri tanpa memikirkan perasaanku,” bentak Evelyn. “Harusnya kau paham dilingkungan mana kau tinggal. Apa kata dunia jika tahu putri seorang trillionnaire bekerja untuk orang lain, pikir Evelyn pikir,” “Aku tidak perduli, aku hanya ingin mandiri. Akan ku buktikan bahwa aku bisa hidup tanpa embel-embel Sandors karena aku sudah muak dengan peraturan dikeluarga ini,” Evelyn mulai bersungut-sungut. “Harusnya kau bangga dengan ayahmu mengingat kaulah satu-satunya pewaris Sandors Company tapi dia masih membiarkanmu memilih profesi sesuai keinginanmu, harusnya kau meneruskan bisnis ayahmu bukan menjadi dokter spesialis bedah,” “Cukup! Kita sudah pernah membahas ini dan aku tidak mau membahasnya lagi,” Dasar ayah dan anak sama-sama kepala batu, maki George dalam hati. George berfikir akan percuma memaksakan pendapatnya pada cucu kesayangannya tersebut. Semakin dipaksakan maka dia akan semakin berontak, mungkin dengan bersikap lembut akan bisa meruntuhkan ego yang membumbung tinggi. “Kalau begitu pergilah istirahat kau tahu dimana kamarku kan dan ku harap besok pagi kau bisa merubah keputusanmu,” menatap penuh sayang meskipun dalam hati dia ingin memukul kepala mungil tersebut. --- George merebut botol minuman dari tangan Macwell dan meneguknya hingga tandas lalu melempar botol kosong tersebut ke dinding sehingga timbul bunyi dentuman yang sangat keras. “Kau menghabiskan minumanku pak tua,” menatap tajam George. “Ini rumahku Macwell, kau tidak memiliki hak apapun disini,” penuh penekanan di setiap katanya. “Aku berhak memiliki apapun dimanapun kakiku berpijak,” “Mungkin dulu ibumu ngidam batu sampai-sampai bisa punya anak kepala batu sepertimu,” “Heiii jaga bicaramu, ibuku adalah wanita yang sangat kau cintai, ingat itu! Lagi pula tanpa adanya kau tak mungkin lahir anak sepertiku jadi berhenti menyalahkan ibuku,” Secara tak langsung pernyataan Macwell adalah sebuah tamparan keras mengingatkan kembali bahwa sifat keras kepala yang melekat dalam diri putranya merupakan gambaran langsung dirinya dan bukan istrinya mengingat peringai istrinya yang sangat lembut. “Sudahlah tidak ada gunanya bicara denganmu. Kau dan anakmu itu sama-sama kepala batu,” coba membela diri. “Evelyn.. Apa dia disini? Kau yang mengundangnya? Sejak kapan dia datang?” Kepala George terasa pening dihujam beribu pertanyaan konyol. “Evelyn cucu kesayanganku jadi dia bebas datang kapan saja tanpa harus menunggu undanganku bodoh,” --- Beberapa hari tinggal di mansion kakeknya membuat Evelyn sulit berkomunikasi dengan pujaan hatinya yaitu Andreas Mandez. Kamu dimana sayang, kenapa dari kemarin handphone kamu ga aktif, batin Evelyn kesal sambil memasukkan sebagian barang-barang yang dirasa perlu ke dalam koper. George yang mendapati cucu kesayangannya sedang berkemas merasa sangat terkejut. “Apa-apaan ini my little girls?” Menunjukkan terang-terangan rasa tak suka pada tindakan Evelyn. “Aku harus pulang grandpa,” Evelyn berusaha menyembunyikan rasa kesal yang sedari tadi menyelimutinya. “Ada apa? Katakan,” Menghentikan aktifitas Evelyn dengan membawanya untuk duduk disisi ranjang. “Masa liburku sudah habis dan besok aku harus mulai aktif bekerja,” “Tatap mata grandpa kalau sedang bicara!” Perintah George lalu meraih dagu Evelyn supaya mau menatapnya, menyelami kedalam manik hijau Evelyn dan George menemukan adanya kebohongan disana. “Bohong,” nada suara George terdengar sedikit keras. Evelyn menutup matanya lalu mengambil nafas berat. “Yeah kau benar sekali grandpa tapi kau tak perlu tahu semua urusanku,” Menatap tajam kakeknya seolah ini adalah privasi yang tak boleh ditembus oleh siapapun termasuk oleh keluarganya sekalipun. “Apa yang sedang kau sembunyikan dari keluargamu Eve? Jawab!” bentak Goerge. Tanpa menjawab Evelyn justru menunjuk tangannya mengarah ke pintu memberi isyarat kepada kakeknya untuk segera keluar dari kamarnya. --- Evelyn berjalan mondar mandir didepan apartement Andreas, hatinya sangat gelisah takut terjadi hal buruk pada kekasihnya. Seketika terlintas dalam otak kecilnya pasti ada campur tangan keluarganya sehingga kekasihnya sulit ditemui. “Apa yang sudah daddy lakukan padanya?” nada suaranya sedikit membentak. Macwell segera menaruh Koran yang sedari tadi dibacanya dan melepas kacamatanya. “Siapa yang kau bicarakan Eve?” menatap datar putrinya. “Jangan bersikap bodoh dad, aku tahu kau sudah melakukan sesuatu pada kekasihku kan?” Macwell tampak menarik sedikit sudut bibirnya. “Sudah malam sebaiknya kau pergi tidur bukankah besok ada jadwal operasi pagi,” Menepuk pundak putrinya sebelum berlalu meninggalkannya. Sejak hari itu dan sampai dengan puncaknya malam ini suasana didalam mansion Sandors diwarnai ketegangan. Rahang macwell mengeras. "Jadi kau tetap bersikeras pada keputusanmu Eve?" Sementara Evelyn tertunduk lesu tanpa berani menatap wajah ayahnya. "Katakan sesuatu? Kebungkamanmu berarti iya," "Maafkan aku dad," Suaranya bergetar, manik hijau yang biasa bersinar indah kini diwarnai kilatan kristal bening. Meskipun hal ini bisa sangat menyakiti hati keluarga terutama Jovina akan tetapi dia tetap pada keputusannya. "Selama ini aku sudah mengikuti semua kemauanmu tidak bisakah kau membuang sedikit sikap keras kepalamu itu, hah?" bentak Macwell. Dengan lembut Jovina memegang pundak Evelyn. "Mom mohon kali ini saja turuti perintah ayahmu," "Tapi aku tidak mencintai pria itu mom, akupun tidak mengenalnya, mom tahu kan aku sudah memiliki Andreas tolong mom jangan paksa aku," Rasa putus asa terpancar dari manik hijau putrinya membuat Jovina tidak tega akan tetapi dia juga tidak bisa membiarkan putrinya jatuh ke pelukan Andreas. "Kau bisa mencintainya setelah pernikahan Eve, Mark pria yang baik dan dari keluarga baik, ayahnya adalah partner bisnis ayahmu tentu ayahmu sudah-" "Cukup!" Sela Evelyn memotong ucapan Jovina. "Kau tidak perlu lagi menjelaskan apapun mom, aku sudah tahu inti dari pembicaraan ini," nada suara Evelyn semakin meninggi. Dia tertawa mengejek sebelum berkata. "Heh, kau sengaja menjual putrimu sendiri demi keuntungan bisnis bukan," Tunjuk Evelyn tepat ke wajah Jovina, rasa tak percaya pun semakin membelenggunya. Dugaannya selama ini terjawab sudah bahwa pria yang sering dibawa ke rumah dan tanpa sengaja selalu dipertemukan dengannya ternyata ada maksud dan tujuan tertentu. Cara pandangnya terhadap keluarga sendiri semakin diperburuk dengan kajadian ini. Evelyn berfikir bahwa dalam keluarga tidak ada kebebasan tidak ada kebahagiaan melainkan aturan-aturan yang mengacu pada keuntungan bisnis semata. "Evelyn!" Bentak Macwell sambil menggebrak meja. "Aku tidak pernah mendidikmu untuk bersikap kurang ajar pada orang tua, apa lelaki itu yang mengajarkanmu sehingga kau bersikap tidak sopan," "Dia punya nama dad dan dia adalah kekasihku, aku akan tetap bertunangan terserah kalian akan merestui atau tidak, aku tidak peduli," "Jika kau tetap membantah maka akan ku lenyapkan dia" Ancam Macwell. "Berani sedikit saja daddy menyentuh kulitnya, aku tidak akan pernah menganggapmu sebagai orang tuaku lg," "Anak durhaka!" Macwell murka. "Urus putrimu aku tidak mau melihat wajahnya lagi," Jovina mengusap lembut lengan suaminya coba meredam emosi. Macwell yang sudah hilang kesabaran sampai menepis kasar Jovina membuat tubuh mungil istrinya hampir hilang keseimbangan. "Aku sangat kecewa dengan sikapmu ini Eve, kau melukai hati kami," Nada suara Jovina masih terdengar lembut meskipun sebenarnya dia terluka dengan sikap putri kesayangannya tersebut. "Lalu, mom pikir dad tidak melukai hatiku? Dad memberiku pilihan yang sulit antara karir atau Andreas, aku tidak bisa memilih salah satu mom, keduanya adalah hal terpenting dalam hidupku," ucapnya bersungut-sungut. "Benarkah? Lalu, bagaimana dengan kami Evelyn?" "Ku mohon jangan bicara seperti itu mom, kau dan daddy sangat berarti melebihi apapun," memeluk erat Jovina. "Kalau begitu ikuti kata daddy mu," "Aku ti-tidak bisa melakukan itu mom," "Cukup Jovina! Tak ada gunanya berbicara dengan anak keras kepala sepertinya," Sorot mata macwell berubah gelap rahangnya mengeras buku-buku jarinya memutih menandakan bahwa amarah telah menguasainya akan tetapi gadis mungil pemilik mata hijau itupun tak juga gentar dan terus saja melawan. Tak berselang lama Macwell memanggil Rob salah satu orang kepercayaannya. "Siapkan tiket keberangkatan Ms. Evelyn ke Italia besok pagi," “Kenapa tidak menggunakan jet pribadi saja Mr. Macwell?” “Terserah kau saja, atur sesukamu,” Setelah itu dia melangkah pergi tanpa mau menatap putri kesayangannya akan tetapi langkahnya terhenti karena Jovina menghentikannya. Jovina menatapnya lama dan tanpa perlu mengatakan apapun Macwell sudah tahu apa yang sebenarnya ingin istrinya tanyakan. Sebenarnya baik Jovina maupun Evelyn sama- sama tidak tahu apa maksud Macwell namun satu hal yang terekam dalam otak Evelyn adalah bahwa Macwell berusaha menyingkirkannya. "Jadi kau membuangku dad?" teriak Evelyn memecah keheningan. Jovina kembali mengusap lembut lengan suaminya. "Jangan lakukan ini pada putriku, aku sudah cukup terpukul kehilangan putraku dan sekarang aku tidak mau kehilangan lagi," nada suaranya bergetar. "Aku terpaksa harus mengambil keputusan ini Jovina, semua ku lakukan demi kebaikan putri kita, tak ada cara lain untuk meruntuhkan sifat keras kepalanya jadi kita harus menjauh untuk sementara waktu," “Ada banyak cara Macwell dan tindakanmu ini sama sekali tak bisa dibenarkan. Aku ibunya jadi aku yang lebih tahu seperti apa putriku, tindakanmu ini hanya akan melukai hatinya, aku tidak mau putriku semakin membenci keluarga ini, ku mohon Macwell jangan lakukan kekejaman seperti ini pada putriku, jangan-“ Tangis Jovina pecah dilengan suaminya karena apapun yang dia katakan tak bisa merubah keputusan suaminya. Sementara gadis mungil yang berdiri tak jauh dari sana menatap nanar kedua orang tuanya sampai suara gelak tawa yang menyiratkan ribuan luka menggaung dalam ruangan yang super besar nan megah. "Wow, sungguh pertunjukan drama yang luar biasa," Suara yang biasa terdengar merdu itupun tak lagi terdengar hanya ada suara-suara gelegar petir yang saling bersahutan sampai memekik telinga. Kabut awan hitam menghapus setiap celah memekat kebencian lalu membawanya terbang tinggi hingga tak tergapai. Situasi semakin tak terkendali dan satu-satunya orang yang masih bisa berfikirr dengan akal sehat hanyalah Jovina. Dia berjalan mendekat ke arah putrinya hendak mendekapnya coba menghapus luka yang baru saja suaminya goreskan akan tetapi Evelyn langsung menghindar. "Jangan bersikap seolah kau peduli padaku mom, aku tidak butuh itu dan kau-" Jarinya mengarah tepat ke wajah Macwell. "Selama ini aku tidak pernah meminta apapun, hanya sedikit rasa kasih sayang yang tak pernah bisa ku dapatkan dari seoarng ayah sepertimu, aku-“ "Cukup! Kau bukan lagi putriku Ms. Evelyn jadi kau tak perlu mengatakan apapun lagi. Kemasi barang-barangmu dan segera angkat kaki dari rumahku," Bagaikan ribuan pisau dilempar tepat mengenai jantungnya, seakan-akan nyawanya dicabut secara paksa. Pandangannya mulai menggelap dan sedetik kemudian tubuhnya luruh menyatu dengan dinginnya lantai. Menekankan kedua tangannya pada lantai dan memaksa berdiri dengan tubuh bergetar. "Akhirnya kau mengungkap siapa diriku sebenarnya, jika tujuanmu untuk membuangku lalu untuk apa dulu kau mengadopsiku pak tua?" Mata Evelyn mulai digenangi kristal bening, dia tak sanggup lagi menahan kepedihan ini. Kepedihan yang baru saja keluargannya torehkan. Pantas saja selama ini dia merasa hanya sebagai tawanan dirumah megah tersebut yang mengharuskannya tunduk pada semua aturan-aturannya. Ternyata dirinya tak lebih dari anak yang dipungut dijalanan yang nantinya hanya akan dijadikan keuntungan bisnis. Pikiran itulah yang saat ini tertanam dalam otaknya. “Apa yang kau katakana Eve, kau putri kami putri kandung kami. Kau lahir dari Rahim mommy Evelyn,” bentak Jovina. Tak kuasa melihat kehancuran putrinya Jovina menampar suaminya berulang kali akan tetapi Macwell tak bereaksi sama sekali, dia lebih seperti patung. “Hentikan kekacauan ini Macwell, kau tak berhak menghancurkan hati putriku,” "Cukup mommy!" Suara Evelyn berhasil menghentikan tindakannya yang sudah diluar batas kewarasan. "Aku tidak perlu ini semua," Dilepasnya semua perhiasan yang melekat ditubuhnya satu per satu. "Aku tidak butuh keluarga palsu seperti kalian, aku-" Suaranya tiba-tiba hilang, dia tidak mampu lagi berkata, melangkah gontai meninggalkan kediaman Sandors hanya berbekal pakaian yang melekat ditubuhnya dan tas selempang berisikan buku tabungan hasil dari jerih payahnya sebagai dokter spesialis bedah selama satu tahun terakhir. "Mari saya antar nona," Rob menawarkan diri. Akan tetapi Evelyn hanya melambaikan tangannya tanda bahwa dia tidak memerlukan bantuan. Sementara itu diluar hujan sangat deras diiringi petir yang saling bersahutan dan Evelyn hanya berjalan kaki seorang diri tidak tahu arah dan tujuan. "Ku mohon hentikan putriku," teriak Jovina namun Macwell sama sekali tidak terpengaruh. “Ayah macam apa kau ini, hah?” nada suara Jovina tak terdengar begitu jelas karena bercampur isak tangis. “Diluar hujan lebat bercampur petir dan kau biarkan putri kita pergi seorang diri tanpa dikawal satupun bodyguard,” “Sudahlah Jovina,” bentak Macwell. “Semuanya sudah ku atur, Eve tetap akan mendapatkan kehidupan yang layak hanya saja dia harus belajar dan melihat sendiri kenyataan seperti apa orang yang diperjuangkannya selama ini,” “Lalu, kau pikir setelah kau hancurkan hatinya putriku akan kembali baik-baik saja,” Jovina membanting semua perhiasan milik Evelyn dari tangannya. “Lihat Macwell, lihat!” Menunjuk perhiasan yang berserakan dilantai, mata Macwell terbelalak. Tanpa mau menatap Jovina, dia segera menemui Rob dan menamparnya keras karena membiarkan putrinya meninggalkan mansion tanpa pengawalan. Macwel berjalan mondar mandir diruang kerjanya, dia sedang menyesali perbuatannya. --- Gadis mungil itupun berjalan tanpa alas kaki ditengah derasnya hujan dan petir yang saling bersahutan. Hawa dingin dan guyuran air hujan tak dapat lagi dirasakannya melainkan luka menganga yang terus menerus menyanyat hatinya terasa begitu memilukan. Air mata terus saja mengalir bersama lajunya air hujan. Hujan turun semakin deras disertai angin kencang membuat pandangan matanya berkabut, akhirnya dia memutuskan untuk berteduh didepan ruko sambil mendekap kedua sikunya mencari kehangatan. Sorot matanya menangkap segerombolan pria sedang berjalan ke arahnya, pria-pria ini sepertinya sedang mabuk terlihat dari cara mereka berjalan. Evelyn bersembunyi di gang kecil yang sangat gelap karena sama sekali tak ada pencahayaan disana. Nasib Evelyn sungguh malang disaat salah satu dari mereka sedang buang air kecil dan mengenai wajahnya sehingga refleks membuat Evelyn mengeluarkan suara karena saking terkejutnya. “Siapa disana?” Lengkingan suara lelaki tersebut menyadarkan Evelyn bahwa dirinya dalam bahaya, dia membungkam mulut dengan telapak tangan. Tangan satunya dia pakai untuk meraba dinding dan berjalan menjauh mencari tempat persembunyian. Akan tetapi karena sangat gelap, dia justru menabrak sesuatu dan menimbulkan suara dentuman. Seketika sorot lampu yang diyakininya berasal dari lampu ponsel tepat menyinari punggungnya. Tangan kekar menekan kuat pundaknya dan memaksanya berbalik. Samar-samar terlihat seringain licik dari lelaki asing yang baru dilihatnya. “Mau kemana nona cantik?” Seketika bau alcohol menyengat penciuman Evelyn. “Mau lari kemana nona lebih baik kita bersenang-senang,” Lelaki tersebut memanggil teman-temannya. “Wow kita sedang ada disurga lihat disana ada bidadari,” Salah satu dari mereka lari mendekat dan dengan lancang tangannya menyentuh tubuh mungil Evelyn, refleks satu tamparan keras mampir dipipi kiri pemuda tersebut. “Jauhkan tangan kotormu atau ku patahkan kedua tanganmu itu, hah!” Evelyn melawan tanpa rasa takut sedikitpun. Tak terima dengan tamparan yang baru saja membelai hangat pipinya, laki-laki tersebut menatapnya bengis sambil menunjukkan sisi liarnya. “Gadis murahan,” Kepala evelyn terasa sedikit pening akibat tamparan keras tangan kekar tersebut. Belum juga pulih dari keterkejutannya rambutnya sudah dijambak dan tubuhnya diseret masuk dalam sebuah rumah kosong. Meskipun sekuat tenaga berontak akan tetapi kekuatannya kalah jauh dengan para pria bertubuh kekar tersebut. “Berteriaklah sampai suaramu habis nona tidak akan ada yang bisa mendengarmu,” bentak salah satu dari mereka. Tubuh Evelyn dibaringkan diatas meja dengan kedua tangan ditarik ke atas. Pemuda yang berada diatas tubuhnya tersenyum beringas sampai menampilkan giginnya membuat perut Evelyn terasa mual. Sorot lampu mobil menerobos masuk tepat mengarah ke rumah tersebut dan mengenai mereka karena pintu yang dibiarkan terbuka. Sehingga dengan terpaksa para pemuda tersebut melepaskan Evelyn dan berjalan mendekat ke arah mobil tersebut. “Shitt, berani sekali kau mengganggu kesenangan kami,” Bau alcohol langsung menyeruak. “Selamatkan Ms. Sandors,” Perintah Rob pada kedua bodyguardnya dan tanpa kata yang keluar dari bibirnya tatapannya mengisyaratkan kepada beberapa bodyguard yang lain untuk menghabisi seluruh pemuda tersebut karena telah berani melecehkan putri Sandors. Setelah itu Rob dan Andreas menyusul untuk mencari Evelyn. “Berhenti Ms. Sandors!” Merasa mengenali suara tersebut Evelyn langsung menghentikan langkahnya dan berbalik menatap pria dibelakangnya. “Kau?” Evelyn menatapnya tak suka meskipun ada kelegaan karena berhasil selamat dari maut. Seandainya Rob dan para bodyguardnya tidak datang tepat waktu entah apa yang sudah terjadi saat ini, mungkin kehormatannya lah yang terenggut. “Macwell yang menyuruhmu mengikutiku? Katakan padanya aku tak sudi kembali ke rumah terkutuk itu,” ucapnya dengan sorot mata terluka. Rob berjalan mendekat lalu melepas mantelnya. “Mau apa kau?” sikap Evelyn penuh antisipasi. “Maafkan atas kelancangan saya Ms. Sandors tapi pakailah ini,” Memberikan mantel tersebut kepada Evelyn mengingat setengah baju Evelyn dirobek paksa oleh para pemuda berandalan tadi. “Terima kasih,” ucap Evelyn tulus. Setelah berhasil membujuk Evelyn dengan mengatakan bahwa Andreas bersamanya, Rob segera membimbingnya menuju mobil yang terparkir diujung jalan. “Kenapa mobilnya kau parkir jauh sekali?” Maki Evelyn kesal karena merasakan perih ditelapak kakinya. Rob tidak tega melihat tuannya jalan terseok-seok akan tetapi Evelyn melarangnya untuk menggendongnya. Seketika Evelyn merasa malu dengan ucapannya sendiri mengingat dirinya lah yang lari tunggang langgang berusaha menyelamatkan diri setelah berhasil lolos dari para pemuda berandalan tadi. “Evelyn!” Teriak Andreas yang berlari ke arahnya. “Syukurlah kau tidak kenapa-napa sayang,” Mendapati kekasih yang sangat dicintainya berdiri dihadapannya Evelyn langsung memeluknya sangat erat. “Aku takut sekali Andreas,” disela-sela isak tangisnya. “Jangan takut ada aku sayang,” Mengusap kristal bening dengan ibu jarinya. “Sakit?” tanya Andreas melihat kaki Evelyn yang berdarah lalu tanpa meminta persetujuan dia langsung menggendong Evelyn memasuki mobil. “Kita akan kemana?” tanya Evelyn dengan raut wajah bingung. “Ke apartemenku, sementara waktu kau tinggal bersamaku sampai luka-lukamu benar-benar sembuh setelah itu secepatnya kita tinggalkan negara ini,” Berulang kali mencium puncak kepala Evelyn dengan sayang. “Tapi ini bukan arah ke apartemenmu Andreas?” Mendongak menatap kekasihnya. “Luka-lukamu harus diobati lebih dulu,” Menatap Evelyn penuh kehangatan seolah dia benar-benar tulus mencintainya. Padahal kenyataan sebenarnya Evelyn hanyalah sebagai bonekanya saja, dia dan Rob telah berkomplot untuk memanfaatkan situasi sekarang. “Kau harus terus bermain cantik Andreas,” bisik Rob ketika Evelyn sedang dalam penanganan dokter. “Itu urusanku kau tenang saja,” jawab Andreas. Setelah mendapat penanganan dokter Andreas membawa Evelyn ke apartement nya hanya saja kali ini tidak dikawal oleh Rob dan para bodyguardnya. Mereka berdua kembali ke apartement dengan naik taxi. “Tidak keberatan kan sayang kalau kita naik taxi?” sambil memapahnya. Tersenyum tulus “Asal bersamamu sayang,” nada suara Evelyn terdengar penuh cinta. “Aku tidak berhasil membujuk orang kepercayaan ayahmu karena dia takut dengan..” ucapnya terjeda. “Mr. Macwell, dia tidak mengijinkan anak buahnya bekerja untukmu kecuali kau yang membayar mereka sayang. Aku tak habis pikir kenapa keluargamu tega melakukan hal rendahan seperti ini,” Semakin menghasut Evelyn supaya membenci keluarganya karena dengan begitu akan mudah baginya untuk menikmati seluruh fasilitas mewah dari keluarga Sandors yang sama sekali tak diketahui oleh Evelyn. “Cukup!” menatap tajam Andreas. “Jangan pernah sebut nama itu lagi!” tatapannya menyiratkan luka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD