Chapter 1

801 Words
CHAPTER 1   A/N Hai, apa kabar?  Gue dateng dengan cerita baru!!! Horeeeeeeeee Oh iya, gue nulis cerita ini setelah nonton film Thailand yang berjudul "First Love: Crazy Litle Things  Called Love" So, akan ada beberapa kesamaan adegan antara cerita ini dengan film itu. Nggak niat buat copas atau plagiat atau apapun itu. Gue cuma suka aja sama adegannya yang menurut gue manis dan ngebaperin abiiiissss... Buat yang udah baca dari kapan tau, sori gue baru bilang sekarang, soalnya gue terlalu semangat ngetiknya...hehehe.. So, tebakan kalian bahwa ada beberapa part yg "First Love" abis, kalian benar bahwa gue terinspirasi dari film itu. Bukan terinspirasi sih, lebih ke masukin adegan itu ke cerita sebenernya..hahahah Oke lah, itu aja bacotan dari Adel, enjoy love❤ . . . Jam istirahat sudah berlalu. Dari jendela kelas aku bisa melihat segala aktivitas yang terjadi di luar sana. Mulai dari segerombolan anak perempuan yang berkumpul menjadi satu. Anak laki-laki yang sedang berlarian dengan baju olahraganya. Guru-guru yang lalu lalang di koridor. Dan juga club futsal yang sedang bermain asal-asalan di lapangan utama dengan seragam putih abu-abunya yang berantakan. Mataku terpaku pada dia. Kak Ardan. Disana dia lagi tertawa lepas. Mungkin karna lelucon dari teman-temannya. Seragamnya dikeluarkan tanpa ada dasi.  Rambutnya udah acak-acakkan. Akhir-akhir ini mataku memang selalu mencari netranya di setiap keadaan. Berharap mendapatkan senyumnya yang menawan juga melihat binar matanya yang entah mengapa jadi amat memesona. "Cieeee Alin ngeliatin kak Ardannya biasa aja dong." Entah bagaimana, tiba-tiba saja Riri sudah duduk disamping ku. "Apaan si Ri. Siapa juga yang ngeliatin kak Ardan." Sanggah ku cepat sebelum dia mengejek kembali. "Alaah. Ga usah bohong kamu Lin. Siapa lagi sih yang bisa narik perhatian kamu selain keluarga mu, guru yang lagi ngajar, sama kakak kelas yang satu itu. Kak Davi Ramadhan." Ih si Riri, ngomongnya sembarangan banget. Namun, entah mengapa aku baner-benar tak keberatan ketika Riri bicara seperti itu. Hanya saja aku malu-mau menyangkal. "Ngomong apaan deh kamu Ri. Ga jelas." Riri diam. Sibuk dengam catatannya. Pandangan ku kembali ke lapangan. Ada yang berubah. Mereka masih disana. Namun dalam posisi berbaris rapi menghadap tiang bendera dengan kehadiran Pak Agus di depannya. Si guru olahraga. Sepertinya mereka dihukum. Sepertinya aku lupa bilang, Kak Ardan merupakan salah satu siswa kelas 12 yang hobinya membuat Pak Agus marah. Tiba-tiba saja aku merasa haus. Sedangkan air minumku sudah habis. Mau gak mau aku harus beranjak dan membelinya di kantin. Gapapa sih, soalnya tadi kata ketua kelas mata pelajaran selanjutnya jamkos. "Riri, temenin aku yuk ke kantin. Haus nih. Mau beli minum." Ujar ku pada Riri yang masih sibuk dengan catatannya sambil sesekali menyelipkan rambut ke balik telinganya. "Males ah. Kamu sendiri aja ya. Catetan aku masih banyak banget ini Lin." Jawaban Riri membuat ku menghela napas pasrah. Bener, catetannya masih banyak banget. "Yaudah deh. Aku ke kantin dulu ya." Sesampainya dikantin, aku langsung membeli sebotol air mineral dingin dan meminumnya ditempat. Rasanya lega banget. Hilang sudah rasa hausku. Dan aku pun berniat kembali ke kelas. Saat berjalan menyebrangi halaman, tiba-tiba ada suara yang seakan memanggil ku. "Eh... Woiiii..Dek..." Aku menoleh. Suara itu asalnya dari anak futsal yang dihukum di tengah lapangan. Mungkin karna main bola tapi ga pake baju olahraga. "Saya kak?" Ujarku menunjuk diriku sendiri. Bingung tentu saja. "Iya elo. Sini dah bentar.." oh tidak, ternyata yang ngomong itu kak Ardan. Mau tidak mau aku menghampiri mereka. Bukan karna kak Ardan. Tapi karna aku tak ingin mendapatkan masalah dengan anak futsal yang sebagian besar adalah anak basis di sekolah. "Kenapa kak?" Tanya ku takut-takut saat sudah ada dihadapan kak Ardan. "Et si Ardan. Ngecengin bocah mulu lu. Kasian itu dia mau belajar." Ucap temannya yang ku ketahui bernama Dani. "Bacot ah lu Dan." Ucap kak Ardan sambil lalu. Sedangkan selusin sisanya hanya memandang kami. "Minta minum dong. Aus nih gua dari tadi di jemur ga diangkat-angkat sama si Agus." Ucap kak Ardan kepada ku. Aku menunjukan botol air mineral ku kehadapannya. "Ini kak?" Tanya ku. Tanpa menjawab, kak Ardan sudah merampas air mineral itu dari tangan ku dan meminumnya hingga tersisa sedikit. Tentu saja aku terkejut. Itu kan minum bekas aku. "Kak, maaf. Tapi itu-- itu minumnya kan bekas saya." Aku menyuarakan keterkejutan ku. Mulut botol terlepas dari bibirnya. "Ya terus kalo ini bekas lo kenapa? Gapapa kali. Itung-itung dapet bonus bekas bibir lo." Kak Ardan mengembalikan botol tersebut kepada ku yang masih terkejut akan jawabannya. "Parah lu Ar! g****k banget." Ucap kak Dani. Setahuku kak Dani sama kak Ardan itu emang friend banget. Ucapan kak Dani hanya dijawab dengan kekehan geli dari mulut kak Ardan. "Udah sono lu balik ke kelas. Kalo disini bisa raib minum lo. Makasih ya." Kali ini kak Ardan berbicara kepadaku. Aku mengangguk samar dan segera berbalik. Lalu berjalan menuju kelas. Bahkan ditambah dengan lari-lari kecil. Jantung ku berdetak kencang. Percakapan pertama ku dengan kak Ardan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD