PROLOG

472 Words
    Italia tengah dilanda musim dingin. Hampir setiap rumah memasang pemanas ruangan untuk menjaga suhu tetap nyaman. Jadi bisa dijamin, tidak ada satu pun orang yang akan menggigil kedinginan saat berada di rumah atau kamar mereka. Terberkatilah sang pencipta alat bermanfaat ini.     Tapi ada yang berbeda di salah satu kamar mewah yang temaram. Tanpa menggunakan pemanas ruangan pun, kedua penghuninya sudah merasa hangat bahkan bisa dibilang kepanasan karena gairah yang membakar mereka dari dalam jiwa. Keringat seakan-akan mengucur deras dari sekujur tubuh mereka. Keduanya adalah sepasang anak Adam. Satu gadis bertubuh ramping, dan satunya adalah pria dewasa bertubuh kekar.     Jika si gadis berbaring terikat tak berdaya dengan mulut dan mata yang tertutup kain, maka sang pria tampak berkuasa dengan menindihnya. Sudah tak ada satu pun kain yang menutupi tubuh gadis tersebut. Rambut cokelat panjangnya terhampar begitu saja di atas bantal, keringat sudah membuat separuh rambut dan tubuhnya basah. Sedangkan pria yang menindihnya adalah pria yang sangat menawan, dengan manik hijau gelap yang berkilat kejam.     "Hiks, emphh! Empht!"      Tubuh ramping gadis berambut cokelat melengkung beberapa saat sebelum kembali melemas dengan getaran yang tampak jelas di sana. Napasnya terlihat begitu memburu, tampak jelas jika dirinya merasa kelelahan. Sepertinya hal itu memang diharapkan oleh pria bermata hijau gelap. Ia menyeringai saat melihat jari telunjuk besar miliknya yang tampak basah. Ia sukses membuat gadis berambut cokelat untuk mendapatkan klimaks hebat hanya dengan permainan jarinya.     Pria itu kemudian melepas semua kain dan ikatan yang membatasi pergerakan wanitanya. Begitu penutup mata terbuka, si gadis membuka matanya perlahan. Manik cokelat terang yang sayu terlihat memukau mata. Begitu pun untuk si pria bermata hijau gelap, ia menunduk dan mencium ujung hidung gadis yang ia tindih. Telapak tangan lebar si pria terangkat dan menyeka keringat serta air mata yang membasahi wajah manis si gadis.     “Apa kau mau dihukum lagi?" tanya si pria.     Dengan lemah gadis berambut cokelat menggeleng. "Tidak Kak, Della tidak mau." Gadis muda itu kemudian menangis tersedu-sedu, memohon dengan sangat pada sosok pria yang ia panggil sebagai kakak.     “Ck. Aku menginginkan sebuah jawaban, dan tidak ingin melihat sikap cengengmu ini Della! Jangan membuatku semakin kesal dengan mendengar tangisan yang terdengar menjengkelkan itu. Jika kau tidak ingin mendapatkan hukuman dariku lagi, maka patuhi peraturan yang aku tetapkan! Jangan macam-macam dengan b*****t itu!"     Gadis bernama Della itu kembali mengangguk dengan kedua tangan yang memeluk dadanya sendiri. Tentu saja ia merasa malu harus menunjukkan tubuh telanjangnya pada pria yang berstatus sebagai kakaknya ini. Della tersentak saat mendengar kakaknya menggeram keras.     "Apa kau bisu?" tanyanya tajam membuat kondisi Della semakin buruk.     "Ti-tidak. Maksudnya, Della paham apa yang Kak Ryan katakan,” ucap Della dengan napas terengah. Bagus, sepertinya cukup sampai di sini. Sekarang tidur! perintah Ryan, lalu memeluk adiknya dengan erat tak mengizinkan udara dingin sedikit pun menyentuh adik manis yang telah lama menjadi pelampiasan dari semua emosi yang berkecamuk dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD