1. Awal dari semua masalah.

1966 Words
Mountain Club malam itu terlihat sangat ramai penuh dan sesak. Clarissa berjalan dengan tidak nyaman sambil mengikuti Harumi yang ada di depan. Gaun pendek lima belas centi dari lututnya yang membalut tubuh rampingnya tampak memperlihatkan tubuhnya yang menawan. Rambut panjang bergelombangnya tergerai, bergoyang dan sesekali di tarik oleh pengunjung bar yang menggodanya. Tatapan lapar dari beberapa orang yang sempat bersentuhan dengan tangannya membuat Clarissa gerah. Pada akhirnya dia duduk bersama dengan Harumi di pojok ruangan dengan wajah kesal. "Aku tak nyaman berada disini." Clarissa menatap sekitarnya. "Apakah kita harus berada di tempat yang seperti ini? Kita bisa mencari tempat-" "Clarissa, ayolah. Jangan katakan padaku bahwa ini adalah kali pertama kau masuk bar." Harumi menatap Clarissa dan tertawa kecil. "Yah, kau benar. Aku di besarkan dengan cara berbeda untuk mewarisi bisnis keluarga." "Tapi pada akhirnya kau keluar dari rumah. Apa yang terjadi?" "Tak banyak. Ibuku meninggal, dan ayahku menikah lagi. Aku tak menyukainya jadi saat dia memintaku untuk menghormatinya, aku menolak." Harumi menggeleng. "Apakah kau bodoh? Kau hanya perlu tersenyum dan tinggal serumah. Tapi batasi seluruh akses yang ibu tirimu miliki. Tapi kau memilih membuat masalah dan akhirnya di tendang oleh ayahmu?" Clarissa tak bergeming. "Aku yang memutuskan untuk pergi dari rumah. Aku yang menutuskan untuk pergi dari China dan datang ke Jepang untuk memulai semua dari awal." "Apa yang ingin kau dapatkan? Apakah itu seperti sebuah pembuktian bahwa kau bisa bertahan dan membiayai hidupmu?" "Mirip. Aku akan mencapai suksesku sendiri. Tanpa bantuan ayahku ataupun bisnis keluargaku," "Bagaimana dengan kekasihmu?" tanya Harumi tiba-tiba. "Dia juga sibuk dengan bisnisnya. Kita berjanji akan bertemu empat tahun lagi," "Dan kau percaya?" Calrissa mengangguk tanpa keberatan. Harumi mencibir. "Aku tak tahu, aku tak tahu bahwa kau sangat bodoh selain kaku dan polos," "Ya, selama di Jepang, mohon bantuanmu, Harumi temanku yang baik." Harumi tersenyum tipis. Dia berdiri dan berkata, "Aku memesankan jus orange untukmu karena aku tahu kau tak bisa minum alkohol." Harumi begitu mengenal sahabatnya. Clarissa, anak semata wayang dari sebuah perusahaan besar namun bisa tersingkir sejak ibu tirinya masuk dan mengusai ayahnya. Dia memilih pergi dan hidup mandiri, melilih membuang seluruh fasilitas mewah yang biasa dia pakai dari pada menghormati ibu tirinya. Sedangkan Harumi, juga merupakan seorang putri dari pengusaha besar di Jepang. Mereka bertemu dalam pertemuan antar calon pemegang saham beberapa tahun lalu dan mulai bersahabat sejak saat itu. Clarissa mengangguk. "Apakah kau sering datang kemari?" Harumi mengangguk. "Tempat ini milik temanku." Harumi tersenyum dan melambaikan tangan saat matanya bertemu dengan seseorang. Ia kembali menatap Clarissa yang tengah memegang jus orangenya. "Dengar, aku akan Pergi sebentar menemui temanku. Aku tak akan lama. Aku janji." tanpa menunggu jawaban Clarissa, Harumi telah melangkah melewati keramaian. Clarissa hanya bisa menatap punggung sahabatnya. Dia duduk sendiri dengan menggoyangkan jus orange di tangannya. Berada di tengah keramaian dan suara bising seperti ini bukanlah dunianya. Dia lebih menyukai sebuah tempat sepi, dengan pemandangan alam yang segar lalu sebuah buku untuk menemani waktunya. Seperti itulah dia hidup selama ini. Tak banyak memiliki teman karena dia dibesarkan dengan keras untuk mewarisi bisnis keluarga. Namun kini dunia seolah menertawakannya. Dia bahkan harus pergi dari negaranya, China menuju Jepang untuk memulai hidupnya. Merasakan di perhatikan, dia menatap sekitarnya dengan dingin dan kaku. Dia sama sekali tak berminat untuk bersikap ramah atau pun sekedar tersenyum pada beberapa pria yang mencoba menggodanya. Nyatanya kecantikan yang dia miliki dengan tubuh sempurna seperti saat ini tak dapat membyat hatinya mudah jatuh cinta. Hanya satu, satu pria yang dapat membuatnya bergetar dan pada akhirnya mereka mengungkap janji untuk hidup bersama empat tahun mendatang. Dalam pub yang sama, seorang pria dengan pakaian kerja yang masih membungkus tubuhnya menatap seorang wanita di depannya dengan senyum datar. Minuman beralkohol mahal di tangannya menunjukkan bahwa ia berada dari kalangan atas. Pria itu meminum kembali minumannya dan mengerutkan kedua alisnya. Meletakkan gelas di tangannya dan memejamkan mata sesaat karena mulai sedikit mabuk. "Keenan, aku ingin hidup bersamamu." bisik wanita di depannya yang kini telah berpindah di sampingnya. "Jaga ucapanmu. Kita berjanji hanya sebagai rekan bisnis. Aku sponsor-mu dan kita tak akan pernah memiliki hubungan apapun," Devanya mengatupkan giginya rapat-rapat untuk menahan kekesalannya. Dia tak mendengarkan penolakan Keenan dan akan tetap pada rencananya. Bertindak lebih jauh untuk menjaring Keenan sebagai mangsanya. "Aku ingin kita lebih dari sekedar dua insan yang saling menguntungkan. Kita sudah lama saling mengenal dan aku ingin lebih dari itu. Aku ingin menjadi kekasihmu, menikah denganmu lalu," bisiknya lagi. Tangannya mengambil sesuatu dari dalam tas lalu menuangkan pada gelas yang baru saja di minum Keenan. "Jika itu yang kau inginkan maka maru akhiri kerja sama kita," potong Keenan sambil membuang pandangannya. Dia sama sekali tak memperhatikan bahwa Devanya telah memasukkan sesuatu dalam minumannya dan tanpa pikir panjang, dia kembali meraih gelasnya bertepatan dengan dering ponsel Devanya yang menyela. "Devanya! Kau terlambat untuk syuting." Devanya menjauhkan ponselnya dan mendesah kasar. Menatap wajah Keenan yang baru selesai meminum minumannya. Devanya mendesah dan menatap sedikit khawatir. "Keenan, aku harus-" "Aku akan menunggumu." potong Keenan cepat. Devanya tersenyum. "Aku hanya satu jam. Aku janji, tahan dirimu untuk tidak menyentuh siapapun." Devanya bangkit lalu membawa tas tangannya sambil menatap Keenan khawatir. Keenan Yonathan Blaxton, seorang Ceo muda yang tengah gemilang namanya dalam perindustrian hiburan. Terkenal sangat dingin, menjaga jarak dari wanita manapun dan terkenal dengan penampilan serta wajahnya yang rupawan. Banyak artis yang ingin dekat dengannya, salah satunya Devanya. Namun sepertinya tak satupun gadis yang dapat menarik minatnya. Keenan mengerutkan alisnya saat mulai merasakan panas di tubuhnya. Dia sama sekali tak tahu jika obat yang Devanya tuangkan dalam gelasnya mulai bekerja. Karena merasa sangat panas, dia kembali meneguk minumannya. Membuat tubuhnya kian panas dengan napas yang menderu. Dia mengerang saat menyadari ada sesuatu yang salah dari minumannya. "Devanya ...," geramnya dingin. Dia menggengamkan tangannya kuat dengan mata berkilat sayu. Keenan tahu bahwa Devanya telah memasukkan obat dalam minumannya. Dia sama sekali tak pernah berpikir bahwa Devanya memiliki rencana busuk dan siap menerjangnya saat dia hilang kendali. Namun dia sadar, dia tak ingin terikat dengan wanita manapun. Dan meski dia harus mendapatkan pelepasan, dia lebih memilih wanita bayaran untuk pertama kalinya lalu membuatnya untuk tidak menghalangi jalannya. Keenan bergegas bangkit melewati keramaian dan menuju salah satu kamar Vip di Club tersebut. Dengan sekuat tenaga ia berusaha menahan keinginannya. Berkali-kali dia mengerang dan merasakan inti tubuhnya memberontak. Tubuhnya terasa sangat panas dengan keliaran yang tak dapat dia tahan. "Ini buruk, aku tak dapat menahannya lagi." Keenan menghidupkan layar ponselnya lalu menelepon sahabatnya yang merupakan pemilik club tersebut. "Aku butuh seorang gadis yang dapat membantuku lepas. Tapi aku tak ingin dia jadi penghalang dalam hidupku. Aku tak bisa menunggu lama, kirim ke kamar Vip 302," ucapnya cepat. Tanpa menunggu jawaban sahabatnya, dia sudah meletakkan ponselnya. Dia duduk dan menunduk, mencoba menahan dan mengendalikan dirinya. Namun sesuatu yang liar dalam tubuhnya terasa memberontak dan ingin melepaskan diri. Pikirannya mengingat Devanya. Harusnya dia sangat berterimakasih karena wanita itu pergi atau karirnya akan hancur karena skandal yang akan timbul. *** Clarissa menunggu Harumi dalam resah. Ini sudah lewat dari lima belas menit namun Harumi tak kunjung kembali. Dia mendesah karena harus ke kamar mandi saat ini. Bangkit membelah keramaian dengan keyakinan yang tak dia miliki, dia berjalan dan memilih sebuah arah. Namun siapa yang menyangka bahwa jalan yang dia pilih bukan menuju ke kamar mandi melainkan kamar vip Club yang dia datangi. Merasa bingung karena sepanjang dia berjalan, dia tak menemukan kamar mandi selain pintu-pintu kamar yang tertutup rapat. Keningnya mengerut dan dia berhenti untuk berpikir. "Aku salah arah? Lalu ke arah mana kamar mandinya? Kenapa club ini sangat membingungkan," Clarissa membalikkan badannya dan terpaku saat seorang pria baru saja membuka pintu kamar tepat di sampingnya. Pria itu menatapnya dari atas hingga bawah dengan tatapan sayu dan napas yang menderu. Melihat pria itu mendekatinya, dia mundur saat merasakan sinyal bahaya mendekatinya. "Kau datang dalam waktu yang singkat. Apakah temanku itu sudah mengatakan syaratnya? Aku akan membayarmu dengan harga tinggi. Jadi cepat, aku tak bisa menahannya lagi, " perintah Keenan membuka pintu kamarnya lebar. Dia menatap Clarissa yang terus saja menjauh bahkan mulai menjauhkan diri. "Aku tak tahu apa yang kau ucapkan. Tapi aku bukan wanita yang kau tunggu. Kau salah orang," tolak Clarissa dengan langkah cepat untuk melarikan diri. Keenan berdecih, saat ini dia tidak dalam kondisi bisa berpikir jernih. "Jangan banyak alasan, cepat masuk dan puaskan aku," Namun karena Clarissa mencoba kabur dan pergi, dengan gerakan cepat Keenan meraih tangan Clarissa dan memaksanya masuk ke dalam kamarnya. Clarissa berteriak, memberontak dan berusaha melepaskan diri. Dia berusaha sekuat tenaga namun usahanya yang kecil tak sebanding dengan tenaga Keenan yang besar. Karena mulai mengerti maksud buruk Keenan, Clarissa mulai menangis dan ketakutan. Dia memohon dan mencoba menjelaskan, namun pada akhirnya Keenan masih saja tak mendengarkan semuanya. "Jangan jual mahal! Kau tahu aku mampu membayarmu! Tentu, berapapun yang kau mau!" "Tidak, kau salah orang. Aku bukan-" Tanpa banyak kata Keenan merebahkan tubuh Clarissa dengan paksa. Menindih tubuh Clarissa dan mencium bibir Clarissa kasar. Ciuman itu terlalu cepat hingga Clarissa tak dapat menolak meski ia berusaha mendorong tubuh Keenan kuat. Pergulatan antara penolakan Clarissa dan pemaksaan Keenan membuat keduanya saling memberontak dan mendapatkan hal yang mereka inginkan. "Puaskan aku," perintah Keenan dingin. Clarissa memaki. Berusaha melepaskan tubuhnya dari kungkungan tangan Keenan. Berkali-kali menyumpah dan berkata kasar. Hingga kakinya menendang pangkal paha Keenan keras. Keenan terguling dan mengerang sakit. Kesempatan itu Clarissa gunakan untuk melarikan diri. Belum jauh dia melangkah, Keenan sudah menarik tangannya dan kembali menghempaskan tubuhnya. "Beraninya kau menendangku, jalang!" Keenan menampar pipi Clarissa keras. Menjambak rambut Clarissa dan menatap mata Clarissa yang telah basah oleh air mata. Wajah cantik yang tengah memohon itu tampak memerah dan sangat mempesona di matanya. Tubuh Clarissa yang basah oleh keringat karena mencoba melarikan diri, tampak kian menggoda terlebih paha mulus Clarissa terlihat putih hingga hampir membuatnya mengerang. "Apa kau tak di ajarkan cara bersikap baik pada pelangganmu?" Clarissa menggeleng pelan. Rasa panas di pipinya lalu tarikan sakit pada rambutnya membuatnya menangis pelan. "Kumohon, biarkan aku pergi. Aku bukan wanita yang kau maksud. Aku bukan w***********g yang kau tunggu!" Plakkk! Lagi-lagi Keenan menampar Clarissa. Dia tak pernah merasakan di tolak seperti ini. Dia tak pernah merasakan semarah ini saat ada banyak wanita terhormat melemparkan tubuh padanya tapi w************n yang ada di dalam kamar berani menolak dirinya. "Kau benar-benar tahu cara membuatku b*******h dan marah. Puaskan aku," "Kau bermimpi!" Clarissa berusaha melepaskan diri dengan menggigit tangan Keenan. Kali ini dia bahkan menggerakkan kakinya berulang kali untuk menendang tubuh Keenan. Keenan berteriak sakit hingga tanpa sadar menghempaskan tubuh Clarissa kuat. Tubuh Clarissa terlempar dengan kepala membentur kaki meja. Membuat Clarissa tak sadarkan diri. Keenan tersenyum. Mengangkat tubuh Clarissa dan merebahkannya di tempat tidur. Menatap tubuh Clarissa dengan mata berkilat penuh minat. Tangannya bergerak, menyentuh tubuh Clarissa lembut dan menyingkirkan semua pakaian yang menghalangi tangannya. Sekali lagi, sisi liar dalam tubuhnya bergejolak saat melihat tubuh halus Clarissa yang mulus tanpa cacat. Membuat seluruh tubuhnya menuntut lebih untuk mencapai kepuasan. "Kau benar-benar sempurna." puji Keenan tanpa sadar. Keenan mulai mencium bibir Clarissa lembut. Namun kemudian ciuman itu berubah panas dan menuntut. Dia tak tak tahu bahwa dia benar-benar melakukannya dengan wanita yang salah. Dia hanya tahu untuk memuaskan dirinya. Dia hanya tahu bahwa malam ini dia harus merasakan puas. Namun kemudian dia bingung saat sesuatu menghalangi inti tubuhnya dalam tubuh Clarissa. "Dia masih perawan?" Tak berpikir panjang tentang hal itu namun satu hal tersebut justru membuat Keenan tersenyum senang penuh kejutan. Dia tak menyangka bahwa temannya itu benar-benar mengirimkan sesuatu yang pantas. Karena ini juga pengalaman pertamanya melewati malam yang indah, maka dia tak akan segan untuk mendapatkan kepuasan. Tak hanya sekali, tapi berkali kali hingga pengaruh obat itu hilang. Hingga dia merasakan seluruh tubuhnya terpuaskan dan dia tidur sambil memeluk erat tubuh Clarissa. "Dia benar-benar mengirimkan seseorang yang luar biasa," ujar Keenan puas. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD