Prologue

1002 Words
 Lexie berjalan seorang diri memasuki kelas baru yang akan ia tempati di tahun keduanya di SMA. Sang Abang kesayangan Lexus, dengan sangat berat hati tidak bisa menemani Lexie di hari pertama tahun ajaran baru mereka. Sebab Lexus diperintahkan sang ayah tiran untuk menggantikan posisinya dalam rapat kali ini. Si uke manis harus mengerti dengan posisi abangnya, yang bersekolah sambil merangkap menjadi Wakil Presiden Direktur di perusahaan milik keluarga mereka. Menggantikan posisi mama mereka yang tengah sibuk mengancam sana-sini, demi menemukan adik kesayangan Lexie yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Sambil berjalan pelan, Lexie memainkan ponsel-nya. Apalagi, jika bukan membalas chat dari Lexus yang selalu dikirim tiap 3 menit sekali? Sungguh berlebihan memang, untungnya Lexie sama sekali tidak pernah keberatan maupun terganggu dengan sifat posesif Lexus. Namun hal itu membuat pandangannya ke jalan terhalang, tanpa sengaja Lexie menabrak seseorang. Bruk. Keduanya terjatuh secara bersamaan, refleks Lexie langsung bangun dan memeriksa keadaan orang yang ia tabrak. "Maaf ya ... Lexie yang salah, jalan tidak lihat-lihat, ada yang sakit?" Lexie bertanya dengan cemas, matanya berkaca-kaca. Sebaliknya, orang yang ditabrak malah terdiam membatu, terpesona pada bola mata bulat besar berwarna cokelat milik Lexie. Dia langsung merasakan perasaan berbunga-bunga dalam hati. Seperti ada cupid yang baru saja menembakkan panah cintanya. Klise memang, jatuh cinta pada pandang pertama. Tapi serius, ia 100% yakin bahwa apa yang ia rasakan adalah cinta. Sementara Lexie semakin cemas melihat korbannya terdiam. Si uke cengeng itu langsung terisak, takut orang itu gegar otak atau shock. Tangan mulus itu mengusap wajah si korban dengan amat lembut. "Lexie panggilkan ambulans ya? Tolong katakan sesuatu," mohon Lexie, agak frustrasi dan sangat berlebihan. Orang itu pun tersadar dari lamunannya, buru-buru dia menggeleng. "Tidak! Tidak ada yang sakit sama sekali." Lalu menjadi sangat panik. Tangannya sibuk meronggoh saku, mencari sapu tangan untuk menghapus air mata Lexie. Merasa lega orang itu tidak apa-apa, Lexie tersenyum lebar, terlihat amat imut di mata orang itu. Sekali lagi dia terbuai, memberanikan diri. Ia mengutarakan isi hatinya. "Nama aku Romi. Aku tahu ini terlalu mendadak, tapi aku suka kamu. Mau jadi pacar aku?" ucap orang itu dengan serius, yang ternyata bernama Romi. Lexie terkejut tentu saja, tapi setelah dilihat lagi, tangan Romi terlihat gemetaran karena gugup, pipinya merona karena malu, dan gerakan tubuhnya kaku karena gelisah menunggu jawaban Lexie. Lexie langsung bisa melihat kesungguhan dan ketulusan dari mata hitam itu. Hatinya bagai tertancap panah cupid yang sama. Dengan malu-malu, Lexie mengangguk. "Lexie mau, tapi janji ya! Romi mau minta izin sama abang Lexie dulu. Soalnya Papa bilang, kalau Lexie mau pacaran harus minta izin sama Abang dulu," jawab Lexie dengan polosnya. Romi langsung setuju, tanpa tahu bahwa restu dari abang Lexie merupakan cobaan yang lebih berat dari ulangan dadakan matematika yang ia benci. "Iya, aku janji," balas Romi sambil tersenyum malu-malu. Ia mengulurkan jari kelingkingnya untuk janji itu.  Tentu saja Lexie membalasnya. Dengan cepat, jari kelingking Lexie sudah saling kait dengan manisnya di jari kelingking Romi. Mereka masih terduduk di lantai, tepat di depan kelas, tanpa menyadari murid-murid lain yang menonton acara penembakan lucu itu. Pipi mereka berdua sama-sama memerah, saling lirik malu-malu, tersenyum kecil. Membuat wali kelas mereka, Pak Daniel tidak jadi masuk kelas, mau menegur juga entah kenapa tidak tega. Sebab pria tua berperut buncit itu, seolah bisa melihat bunga-bunga imajiner bertebaran di sekitar pasangan gay baru jadian itu. Untung saja sekolah tempat mereka belajar sudah terbuka dengan pasangan gay, disebabkan mama dan papa Lexie yang membuat tren itu. Sehingga mereka tidak perlu takut di-bully karena mencintai sesama jenis. *** Sementara di tempat lain, Lexus tengah panik karena chat-nya belum dibalas oleh Lexie selama 10 menit. Si abang brother complex sibuk berjalan bolak-balik di ruang rapat, Lexus mulai khawatir berlebihan dan berniat meninggalkan rapat yang bahkan belum mulai saking paniknya. Setelah 70 detik, akhirnya Lexus memutuskan untuk segera pergi ke sekolah dan meninggalkan rapatnya. Masalah dimarahi ayah tiran nanti saja, asalkan ia bisa tenang memastikan Lexie baik-baik saja. "Samantha, tolong panggilkan Damian untuk menggantikan saya dalam rapat," perintah Lexus ke Samantha, asisten dalam masa pelatihan miliknya. Sekaligus wanita yang telah lama Lexus taksir. Namun mereka terlibat dalam 'Master-Asisten Zone', sehingga hubungan keduanya tidak maju-maju. Samantha tidak langsung menuruti perintah Lexus, mengingat Master-nya itu amat sering memberi perintah egois, tidak profesional dan konyol cuma karena sesuatu yang berkaitan dengan Lexie. Padahal Samantha yang paling tahu bahwa Lexus mampu memimpin perusahaan berskala internasional itu dengan sangat baik. Jika saja ia tidak selalu mencemaskan Lexie, yang menurut Samantha sudah cukup dewasa dan mandiri untuk mengurus dirinya sendiri. "Bisa saya tahu alasan kenapa Anda ingin meninggalkan rapat Tuan Muda Lexus?" tanya Samantha, terlalu sopan. "Lexie! Lexie belum membalas chat saya 12 menit 17 detik Sam, dan tolong berhenti memanggil saya dengan sebutan tuan muda," balas Lexus dengan nada memerintah. Samantha menghela napasnya, ternyata dugaannya tepat. Alasan konyol yang pasti tidak akan bisa di terima oleh Tuan Besar-nya, bisa-bisa Lexus akan dihukum dengan kejam di ruang bawah tanah karena meninggalkan tanggung jawab demi sesuatu yang tidak penting. Demi Tuhan, itu hanya beberapa belas menit. Lagi pula ini sudah jam pelajaran. Sudah pasti Lexie sedang belajar dan tidak bisa membalas chat dari Lexus. Kenapa Master-nya tidak bisa berpikir jernih bila membahas tentang Lexie? Samantha sungguh sudah sangat frustrasi menghadapi sifat Lexus yang satu ini. "Maafkan saya Tuan Muda, tapi Anda tidak boleh meninggalkan rapat. Saya sudah kirimkan 10 orang bodyguard untuk menjaga Tuan Muda Lexie." Samantha menegaskan. Ia kemudian menuntun Lexus kembali ke kursi pemimpin rapatnya. Lexus ingin membantah, tapi tangan Samantha yang masih betah menahan kedua bahunya membuat hati Lexus bimbang, antara mencari Lexie atau menuruti Samantha untuk tetap mengurusi pekerjaan. Akhirnya setelah pikirannya saling berargumen, Lexus memutuskan untuk memimpin rapatnya saja. Suasana tidak jelas itu, segera berubah dengan serius bersamaan dengan masuknya para General Manajer. Tanpa Lexus ketahui, bahwa mulai besok kehidupan sekolahnya bersama Lexie tidak lagi setenteram tahun pertama masa SMA mereka. Begitu juga dengan Romi yang harus berusaha keras mendapatkan restu dari Lexus atau malah sebaliknya, Lexus yang harus menyerah dan merelakan Lexie untuk Romi yang kebal terhadap aura neraka yang ia pancarkan.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD