Prolog

587 Words
Suasana ramai menghiasai meja makan malam itu, dua pasang orang tua disana sibuk dengan percakapan masing-masingnya. Ada yang membicarakan masalah arisan dan ada juga yang membicarakan tentang pertandingan bola yang ditayangkan semalam. Sementara kedua anak manusia yang ada disana, hanya bisa saling diam. Dua orang ini sibuk dengan makan malamnya, sambil sesekali melemparkan tatapan kesal. "Kalian kok dieman aja sih?" Tanya Icha. "Ya...karena nggak ada yang mau diomongin, Tan." Jawab Andin sambil tersenyum manis. Kemudian senyumannya langsung menghilang saat beradu pandang dengan Alvaro.  "Ngobrol apa gitu, Ndin. Tentang pelajaran kuliah. Atau kamu minta ajarin Alvaro aja tuh. Biar kamu pinter," Ucap Sasti, membuat Andin cemberut. "Bunda ih!" Rengeknya. "Andin 'kan nggak b**o-b**o banget. Ngapain minta ajarin sama dia?!" Tunjuknya pada Alvaro. "Andin!" Sentak Anwar. "Jaga tangan kamu. Ayah nggak pernah ngajarin kamu buat nunjuk-nunjuk orang gitu ya." "Iya. Maaf,"  "Udah dong. Kok jadi pada debat sih." Icha menengahi. Ia tersenyum sambil mengusap bahu Andin pelan. Kemudian menghadap ke depan lagi. "Tujuan kita makan malam hari ini 'kan bukan untuk debat." "Oh iya. Aku hampir lupa sama tujuan kita kumpul malam ini," Sasti terkekeh. "Emang ada perayaan spesial apa, Bun? Kok kayak seneng gitu?" Andin menatap wajah Sasti dan Icha bergantian. "Andin..." Panggil Pras, membuat Andin menoleh. "Ya, Om?" Pras tersenyum sekilas. Ia melipat tangannya di meja, menatap Andin hangat. "Om mau bilang, kalo kedatangan kami sekeluarga kesini untuk menjodohkan kamu dengan Alvaro." Sontak saja Andin langsung membelalakan matanya dengan mulut menganga lebar. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia masih terlalu syok dengan apa yang ia dengar tadi. Tunggu! Dijodohin? Sama Alvaro? Yang artinya...dia harus menikah dengan...Alvaro gitu?! "Andin kamu--" "Andin nggak mau dijodohin!" Andin menyela ucapan Icha. Ia menatap kedua orang tuanya, berharap jika ini hanya bercandaan saja. "Yah, Bun..." Rengeknya. "Dengerin dulu, sayang." Ucap Sasti, mencoba menenangkan Andin. "Dengerin apa lagi, Bun? Sumpah, Andin masih nggak ngerti. Kenapa tiba-tiba harus ada perjodohan, bahkan Andin nggak dikasih tahu sama sekali." "Kalo dikasih tahu, Bunda yakin kamu pasti nggak bakal keluar kamar." Andin membenarkan ucapan Sasti itu. Karena jika ia tahu akan seperti ini, Andin lebih memilih untuk mengurung diri dikamar, meski harus menahan lapar seharian pun. "Memangnya kenapa kamu nggak mau dijodohin?" Tanya Anwar. "Kamu punya pacar?" "Pacar apanya!" Ucap Andin malas. Tiap kali membicarakan pacar, Andin pasti akan merasa kesal sendiri. Bagaimana tidak kesal, jika tiap kali ada cowok yang hendak mendekatinya, Alvaro pasti akan menyebarkan berita-berita palsu pada cowok-cowok itu. Tentang Andin yang hobi makan upil, tentang Andin yang jarang gosok gigi, dan tentang Andin yang hanya mandi sehari sekali. Kalau sudah begitu, siapa yang mau sama Andin?! Semua cowok itu pasti akan langsung langsung begitu saja.  "Kalo kamu nggak punya pacar, ya udah jangan protes."  "Tapi, Yah. Kenapa harus Alvaro?" "Emang Alvaro kenapa?" Kali ini Icha yang bertanya. Andin mengatup rapat mulutnya. Sial! Ia lupa jika masih ada kedua orang tua Alvaro disini.  "Andin..." "Soalnya...Alvaro ngeselin, Tante. Dia sering bikin Andin kesel!" Icha menatap Alvaro tajam. "Mulai saat ini kamu harus berhenti bikin Andin kesel. Kalo sampe Mama denger kamu bikin Andin kesel lagi. Mama bakal langsung jewer kuping kamu ya, Al." Alvaro meringis. Membayangkan tangan Icha yang menarik telinganya benar-benar membuat Alvaro merinding disko. "Iya, Ma. Alvaro janji nggak bakal bikin Andin kesel lagi." Insha Allah. Lanjutnya dalam hati. Icha mengangguk mantap. Ia menatap Sasti dengan senyuman bahagianya. "Nah, karena Alvaro udah janji nggak bakal bikin Andin kesel lagi. Jadi kalian harus siap ya, karena pernikahan kalian akan dilakukan tiga minggu lagi." "APA?!" Astaga! Gue bahkan belum bilang iya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD