Part 1

3639 Words
Dering ponsel terus mengganggu tidur Mawar. Ingin menekan tombol untuk menolak panggilan agar suara itu berhenti, dia tidak punya hak. Dibiarkan saja, dia terganggu. Akhirnya, dia memiringkan tubuhnya, menjauh dari suara itu, juga dari tubuh polos di sebelahnya. “Aduh!” teriak Mawar. Tubuhnya terhempas dari atas tempat tidur ke lantai, membuat rasa kesalnya benar-benar tidak lagi terbendung. Apalagi saat dia mendengar suara tawa, yang jelas-jelas menertawainya. “Ck, sialan!” umpatnya pelan. Sopan santun dan rasa takut pada suami adalah kelemahan terbesar Mawar. Bukan hanya pada suami, sebenarnya. Dia hanya tidak suka terlibat masalah. Wanita itu terbiasa hidup nyaman dalam segi apa pun. Mawar adalah anak orang terbilang sangat kaya—dulunya, terbiasa hidup mewah, semua pun serba ada. Parasnya cantik, tubuhnya tinggi dan langsing, dan suaranya lembut bahkan terkesan manja. Saat keuangan orang tuanya dulu merosot, dia hampir putus asa karena semua terasa berubah. Dia tidak pernah tau kapan temannya tulus dan kapan tidak. Namun, saat salah satu pabrik ayahnya ditutup, dia merasa separuh temannya menjauhinya. Sekarang jangan ditanya. Apa yang dimau Mawar, bisa didapatkannya. Bisa dikatakan suaminya amat sangat kaya. Pria arogan bertubuh tinggi dengan tato menghiasi tubuhnya seperti preman pasar serta tindik di telinga itu, berhasil menjerat Mawar. Ya, menjerat, karena sejak pertama kali mencicipi tubuh Mawar dulu sampai sekarang, pria itu tidak pernah membiarkan Mawar lepas dari genggamannya, meski dia sendiri tidak pernah benar-benar mengikat diri pada pernikahan mereka. Kris, suami Mawar, adalah pemain wanita. Mawar merasa malu saat tahu pria yang dinikahinya ternyata buaya darat, tapi Kris mengancam akan menghancurkan keluarga Mawar kalau dia berani macam-macam, terutama jika berani mengajukan cerai. Dulu saja Mawar tidak berani meninggalkan Kris, apalagi sekarang, saat ternyata dia adalah seorang wanita yang tidak sempurna. Mawar mandul, itulah anggapan banyak orang atas belum adanya anak sebagai pelengkap pernikahan mereka, meskipun menurut hasil pemeriksaan dokter tidak ada yang salah dengan rahimnya. Dia hanya kurang subur, dan Kris pun sama. Meski pemain wanita, tapi Kris tidak pernah membiarkan wanita lain mengambil tempat dalam hubungan mereka. Pria itu hanya akan menggunakan para wanita itu saat sedang ingin saja, tanpa pernah benar-benar terikat dengan salah satunya. Beberapa orang menganggap Mawar masih beruntung karena membandingkan kondisinya dengan kondisi pernikahan yang diwarnai perselingkuhan yang lebih parah. Membuat Mawar tertekan, merasa seolahMawar pernah menawarkan perceraian, saat di mana kesabarannya memang sudah terkuras habis. Mereka pun akhirnya berkelahi besar. Tidak tanggung-tanggung, Kris membuat semua orang tau kalau mereka sedang berkelahi dan berakhir dengan Mawar yang harus menanggung malu besar karena ditegur oleh keluarga, dianggap kekanakan. Dulu, rasanya sakit saat tau Kris terlibat dengan wanita lain. Sekarang, Mawar malah berharap pesona wanita lain itu berhasil menghapus keinginan Kris untuk mendatanginya. Mawar sudah setuju Kris menjadikan salah satu wanitanya sebagai simpanan tetap, mengandung anak Kris, dan melahirkannya, agar Kris memiliki keturunan. Tapi sejak semua itu terjadi, ada rasa jijik yang semakin menggunung dalam diri Mawar. Awalnya dia bertahan di rumah Kris, lalu wanita simpanan Kris mulai sering bertamu, terus menerus muncul dan memamerkan kedekatannya, membuat Mawar akhirnya muak dan mengutarakan niatan untuk pindah ke tempat lain. Omong kosong kalau berharap Kris tidak akan setuju. Itu hanya basa basi karena Mawar tau hanya ego Kris-lah yang menahan pria itu tetap memperistrinya. Jelas gairah pria itu lebih sering ia lampiaskan pada simpanan binalnya. Daripada berkeras bercerai, Mawar memilih jalan aman, menunggu saat Kris bosan padanya lalu menceraikannya dengan baik-baik seperti pernikahan artis belakangan ini. Dengan begitu dia tetap bisa mendapat bagian harta gono gininya, Kris pun tidak akan mengganggu ketenangan hidupnya. Syukur-syukur kalau pria itu mau memberikannya uang tunjangan, jadi ia tidak perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Sekarang Mawar lebih terbiasa pada kesederhanaan, karena ternyata bergelimang harta tidak menjamin kebahagiaan. Tinggal kurang lebih setahun di pinggiran kota dengan lingkungan yang masih asri dan tetangga yang ramah membuatnya nyaman. Dia diberi asisten rumah tangga tiga orang, lebih dari cukup membuatnya tidak harus bekerja apa-apa. Bangun pagi sarapan sudah tersedia. Mawar hanya perlu menghabiskan sarapan lalu menunggu siang sambil mengamati anak-anak bermain dari teras rumahnya. Saat mulai siang ia akan masuk rumah, memainkan ponsel sampai ia bosan, terkadang belanja online, lalu setelah makan siang ia akan tidur. Bangun menjelang sore, Mawar akan berolah raga, apa saja yang penting mengeluarkan keringat. Bukan agar tubuhnya tetap terjaga tapi ia trauma akan obesitas. Temannya saat SMA meninggal karena terlalu gemuk serta penyakit komplikasi yang tidak MAwar ingat. Di kepalanya hanya ada doktrin tidak boleh gendut atau kamu akan mati. Selesai olah raga, Mawar akan menyiram bunga-bunga tamannya sambil menunggu keringatnya berhenti mengucur, lalu setelahnya mandi. Saat ia selesai mandi sore biasanya ibu-ibu sudah berkumpul di bawah pohon rumah tetangga Mawar. Kalau sedang ingin, Mawar akan ke sana, bergabung. Kalau tidak dia akan kembali menghabiskan waktu dengan duduk di teras, menikmati angina sore sampai malam menjelang. Hidupnya sudah senyaman itu, membuatnya merasa terganggu kalau Kris datang, karena pria arogan itu selalu merusak semua jadwalnya. Harusnya kan pria itu betah di rumahnya, tidak perlu datang sama sekali yang penting transfer uangnya masuk ke rekening Mawar. Seperti tadi malam, Kris datang sudah hampir tengah malam. Mawar yang sedang asik berselancar ke dunia maya pun terpaksa menghapus semua riwayat pencariannya karena ia tidak mau Kris mendapat alasan untuk marah. Tadi dia mencari artikel tentang perceraian. Bukan dia yang ingin bercerai, Mawar hanya sedang ingin membantu temannya. Namun, daripada Kris salah paham, lebih baik mencari aman dengan menghapus riwayatnya. “Mau ke mana?” tanya Kris dengan suara serak khas baru bangun tidur. Matanya yang terlihat masih enggan terbuka, tapi menyorot tajam, memaksa Mawar menjawab. “Kamar sebelah,” jawab Mawar pelan, melanjutkan langkahnya kea rah pintu. “Kamu ninggalin aku sendiri di sini?” “Hp kamu tuh bising, aku ngantuk!” keluh Mawar sambil menghentak kakinya kesal karena tau Kris sepertinya tidak akan memberi ia izin untuk pindah kamar. Mawar bahkan sudah ingin menangis karena dia baru tidur satu jam. Entah apa yang terjadi pada Kris sehingga pria itu menyetubuhinya seperti orang kelaparan. “Ck!” Kris menggerakkan tangannya ke nakas, meraih ponselnya lalu menekannya lama. Sudah jelas, pria itu menon-aktifkan ponselnya. “Sini!” Kris menepuk-nepuk sisi ranjang di sebelahnya. Mawar melangkah malas, wajahnya masih cemberut, bahkan saat ia sudah menaiki ranjang, ia masih menunjukkan kekesalannya dengan memunggungi Kris. Dan seperti biasa, tidak akan ada ketenangan kalau bersama Kris. Pria itu langsung menarik tubuh Mawar ke belakang hingga tubuh mereka menempel begitu erat. “Krisssss,” rengek Mawar saat pria itu mulai menjalarkan tangannya ke dalam kimono tidur Mawar, menggerak-gerakkan jemarinya seperti sedang kurang kerjaan. “Ssssttt, tidur, katanya ngantuk,” ucap pria itu dan karena memang sangat mengantuk Mawar pun memejamkan matanya. *** “Iya, Sayang. Senin. Senin kan aku udah pulang. Iya, aku suka kok. Yang mana aja pasti seksi kok di badan kamu. Beli aja semua lingerie-nya.” Mawar yang panas hati mendengar percakapan itu, yang tau akan segera bertambah m***m, segera keluar rumah. Lebih baik memanjakan mata dengan silaunya matahari daripada membiarkan telinganya kebakaran mendengar perbincangan dua orang nakal. Berkat sikap Kris yang selalu mengusiknya, Mawar bangun siang hari. Tadinya kalau bisa ia ingin tidur sampai sore. Sesampainya di teras, Mawar menyenderkan punggungnya ke kursi. Nyaman. Dia lebih suka sendiri, sekarang ini. Dia memejamkan matanya, menikmati kedamaian yang perlahan bisa dirasakannya. Debaran jantung karena emosi pun mulai berkurang. Tiupan angin seperti membawa serta semua kejengkelannya. Mawar mendengar suara langkah mendekat, membuat keningnya otomatis berkerut. Baru saja dia tenang, si pengganggu sudah kembali datang. “Maaf, Mbak, mengganggu.” Bukan Kris! Mawar membuka matanya lalu tersenyum malu. “Eh, iya, ada apa, Yud?” “Yuu, Mbak, jangan Yud. Mbak susah bener dibilangin.” Mawar tertawa. Pria di depannya ini pria yang sebenarnya seumuran dengannya, tapi masih sendiri dan bersikap seolah dia anak remaja. Tutur katanya dan gayanya tidak sejalan dengan usianya, tapi untungnya dia pekerja keras. Membuat namanya sering disebut ibu-ibu sebagai calon mantu idaman. “Iya. Ada apa, Yuu?” tanya Mawar sambil memperbaiki posisi duduknya. “Aku mau ngasih undangan ini, loh, Mbak. Undangan nikahan sepupuku.” “Siapa?” teriak Kris dari dalam rumah lalu suara langkah tergesa terdengar. Mawar menarik sudut bibirnya tanpa sadar, mood-nya berubah drastis karena kehadiran Kris. “Tetangga ngasih undangan,” jawab Mawar malas. Dia mengulurkan tangannya, meminta undangan itu agar Yuda bisa segera pergi. Kalau bisa, tidak ada satu pun tetangganya tau siapa suaminya. Dia tidak mau digosipkan. “Undangan?” Kris yang sudah sampai diteras, memasang posisi berkacak pinggang dengan mata menatap tajam Yuda. Mawar menarik tangan Kris. Orang dungu pun tau suaminya itu tidak suka dengan kehadiran Yuda. Cemburu buta padahal dia sendiri suka main perempuan. Tabiat Kris yang menjadi salah satu alasan Mawar muak pada pria itu. Kris duduk di kursi Mawar tadi, tapi matanya masih menatap Yuda tidak suka. Mawar duduk di atas pangkuan Kris lalu membuka undangannya. “Ada nikahan sepupu Yuda, hari Sabtu depan. Dia cuma mau ngasih ini aja.” Tarikan napas panjang Mawar tidak bisa ditahan saat tangan Kris menjalar masuk ke dalam bajunya. Jemari pria itu menempel di perutnya. “Kris, apa sih!” gerutu Mawar tapi tidak berusaha menepis. Saat dia menoleh ke belakang, Kris malah mencium pipinya. “Yud, kamu udah bisa pulang. Makasih ya, undangannya.” Pria itu mengangguk lalu beranjak. Bukannya berhenti, Kris kembali mengusik dengan memberikan kecupan-kecupan di leher Mawar. “Kris, ini teras! Orang-orang bisa lihat!” “Memangnya kenapa? Kita ini suami istri,” jawab Kris keras kepala. “Ya nggak gitu juga. Memangnya kalau suami istri kita berhak gitu mempertontonkan hal-hal m***m? Emangnya aku Nita!” Mawar segera menggigit bibirnya setelah menyebut nama simpanan Kris. Dia merapalkan doa untuk terhindar dari kemarahan Kris saat merasa tubuh pria itu menegang. “A ... kamu mau teh, nggak? Aku buatin teh, ya?” ucap Mawar sambil tersenyum lalu menegakkan tubuhnya. “Aw!” teriaknya saat tubuhnya kembali terhempas ke pangkuan Kris. Pria itu menarik tangannya kasar. “Kris, jangan kasar-kasar, dong. Sakit tau!” keluhnya. “Aku nggak suka omongan kamu tadi.” “Iya, maaf.” Mawar menahan ringisan kala merasa hisapan dan gigitan di tengkuknya. Tangannya sudah terkepal dan bibirnya pun ia gigit. Tidak mau membuat Kris lebih marah, Mawar membiarkan saja pria itu terus menghisap dan menggigiti lehernya, bahkan pria itu menarik turun bagian baju belakangnya, melakukan hal yang sama pada punggung atasnya. “Kamu jangan buat aku marah, Sayang. Kamu nggak akan suka,” ucap Kris lalu menempelkan wajahnya di bahu kanan Mawar. Mawar menahan isakannya. Dia tidak suka diperlakukan seperti ini. Kris menghukumnya untuk sesuatu yang bukan kesalahannya. Memangnya salah kalau menerima undangan dari seorang pria? Mana mungkin ia membuat pengumuman kalau yang boleh mengantar undangan ke rumahnya hanya yang berjenis kelamin wanita. Dia tidak pernah marah kalau Kris memandang wanita seperti menelanjangi, ingin memakan hidup-hidup, tapi pria b******n ini bersikap teralalu posesif seolah mereka pasangan yang saling mencintai hanya satu sama lain, tanpa orang ketiga, keempat, dan seterusnya. “Udah, jangan nangis,” bisik Kris, mendekap tubuh Mawar erat, lalu menciumi pipi Mawar. Hal yang seperti itu malah membuat tangis Mawar turun deras. “Sudah, sudah, aku nggak marah lagi.” Seperti biasa Kris akan bertingkah seolah dia tidak memiliki salah apa pun. Mawar berusaha meredakan tangisnya. Tidak ada gunanya. Pria ini malah bangga berhasil membuatnya menangis. Dengan punggung tangannya, Mawar menghapusi air yang membahasi pipinya. “Aku mau ke kamar!” ucap Mawar ketus, berdiri dari pangkuan Kris, lalu melangkah dengan cepat. “Kok?” Mawar bertanya Heran saat Kris mengikutinya. “Kalau kamu ke kamar ya aku pasti ikut, Sayang,” ucap Kris dengan nada sensual, membuat Mawar hendak keluar lagi dari kamar, tapi Kris sudah menangkap tangannya, menghempaskan tubuhnya di ranjang lalu pria itu sendiri membuka pakaiannya yang hanya baju kaos dan celana pendek santai. “Kan semalam udah,” keluh Mawar, bergerak mundur yang sialnya tidak disadarinya malah mempertepat posisinya di ranjang. Saat kakinya bergerak mendorong tubuhnya, Kris menatap kaki jenjang mulus itu dengan tatapan lapar, juga ke arah lubang nikmat yang tertutup kain tipis. Mawar merapatkan kakinya, tapi terlambar, Kris sudah menaiki tubuhnya, memaksa kakinya mengangkang memeluk tubuh pria itu. Protesnya ditelan Kris. Pria itu langsung membungkam Mawar dengan pagutannya yang kasar. Frustasi, Mawar merambatkan jemarinya di helaian rambut Kris yang mulai panjang. Dia menjambak pria arogan yang sedang mengklaim kepemilikannya dengan cara yang brutal. Mawar merasa sesak, tubuhnya berdenyut seakan ingin meledak, dan bagian tubuh Kris yang menekan-nekan tubuhnya terasa begitu menyiksa. Mawar marah pada dirinya yang b*******h atas kelancangan Kris, juga marah pada Kris yang masih bermain-main, bukannya langsung menyumpal lubang yang sepertinya menjadi terlalu lebar sekarang ini, yang akan terasa kosong jika Kris tidak segera memasukinya. Lupa akan rasa malu, Mawar menggerakkan pinggulnya ke atas, mengejar sesuatu yang keras di atasnya. Dia merengek lagi, kali ini merengek karena tidak berhasil mendapatkan apa yang dia mau. Tangan Mawar yang tadinya menjambak Kris kini turun, lari ke b****g suaminya, menarik tubuh itu agar tidak setengah-setengah menindihnya. Kakinya juga melingkar semakin erat. “Kamu cuma milik aku! Kamu tau itu?!” geram Kris saat melepaskan pagutannya. Matanya menyorot marah sekaligus b*******h pada Mawar. Seperti sedang terhipnotis, Mawar mengangguk patuh dengan kepala mendongak. Dadanya membusung ke atas menawarkan diri untuk dijamah. Kali ini pinggulnya ia rendahkan, tapi kakinya tidak lagi memeluk, melainkan sudah mengangkang lebar, mengundang Kris mendekat. “Kamu mau ini, heum?” Kris menggariskan kejantanannya di atas kewanitaan Mawar. Tekanan itu membuat Mawar mendesis nikmat. Matanya tertutup rapat dan dadanya semakin membusung. “Istriku yang pemalu tapi gairahnya luar biasa,” ejek Kris, kembali menggariskan kejantanannya, seperti sengaja menggoda Mawar agar bertingkah lebih binal. Menyudahi gengsinya sejenak, Mawar membuka matanya, memohon pada Kris agar segera mengisi dirinya. Saat Kris tersenyum miring, Mawar tau suaminya itu ingin dia memohon secara langsung. “Kris, kumohon,” bisik Mawar. “Mohon apa, Sayang?” “Setubuhi aku, isi aku, bercintalah denganku.” Kris terkekeh penuh kemenangan. Dia menarik celana dalam Mawar dengan kasar lalu menyatukan tubuh mereka. Mawar berteriak kencang, terlalu kaget dan merasa terlalu penuh. Kakinya merapat karena rasa yang begitu kuat di dalam dan luar tubuhnya. “Mawarku yang nakal,” ejek Kris lagi, kembali menghentak dengan kasar dan dalam. Membuat tubuh Mawar terlonjak dan ia kembali berteriak. Sepertinya Kris sengaja, ingin Mawar mengumumkan lewat suaranya sendiri kalau ia tidak butuh pria lain lagi untuk memuaskannya, karena Kris amat sangat mampu melakukannya. *** Rutinitas pernikahan mereka memang begitu. Kris datang paling lama dua hari lalu kembali pulang. Mawar yang masih malu pada asisten rumah tangganya yang sudah pasti mendengar keributan percintaan mereka kemarin, jadi lebih pendiam. Mereka pasti mengejeknya. Tapi, itu memang pantas. Memang benar, meski membenci, faktanya Mawar tidak lebih seperti istri tua yang kesepian. Yang langsung lupa daratan saat sang suami datang dan memberikan kepuasan. Malam harinya masih biasa saja, tapi yang Kris lakukan sore itu, berhasil membuat Mawar mendapatkan o*****e ternikmat sepanjang hidupnya. Tidak selesai di atas tempat tidur, pria itu menariknya mendekati jendela. Tidak sempat bertanya, Kris langsung memperlihatkan niat busuknya dengan membuka jendela dan memaksa Mawar menatap kea rah luar. Pria itu bahkan berbisik menyuruh Mawar menerka tahukan orang-orang apa yang sedang Mawar lakukan di balik jendela. Meski hanya kepalanya yang terlihat dari luar, tapi Mawar merasa semua yang dilihatnya bisa melihat aktivitas mesumnya dengan jelas. Itu membuatnya marah, malu, dan b*******h sekaligus, sehingga setiap hujaman Kris terasa semakin nikmat. Pokoknya Mawar berkesimpulan sepertinya Kris sedang ada masalah dengan wanitanya itu dan sedang malas mendatangi wanitanya yang lain. Apes bagi Mawar karena keganasan Kris membuat kewanitaannya lecet. Pria itu seperti mengkonsumsi obat kuat. Tenaganya tidak ada habisnya. Selesai memuaskan dirinya, dia masih terus mengerjai Mawar dengan lidah dan jemarinya. Mawar sudah meminta ampun berkali-kali baru akhirnya Kris menyudahinya. Masalah kebiasaan Kris gampang b*******h, Mawar memang sudah tau sejak lama karena memang itulah salah satu alasan Kris suka berselingkuh. Pria itu gairahnya tinggi sekali dan tidak bisa membatasi diri. Satu-satunya hal yang pantas Mawar syukuri adalah dia tidak pernah melihat secara langsung persetubuhan Kris dengan wanita lain. Membayangkannya saja sudah sakit, apalagi melihatnya secara langsung. Hanya tiga permintaan Mawar pada Kris mengenai tabiat buruknya. Pertama, jangan bawa penyakit karena Mawar bisa tertular. Kedua, jangan pernah terlibat dengan orang terdekat Mawar karena rasanya pasti akan sangat memalukan sekali. Dan ketiga, Mawar berpesan dengan sangat serius, jangan sampai Kris membuat skandal yang menjadi bulan-bulanan media. Maksudnya, jangan sampai tabiat Kris menjadi bahan berita. Mawar bukannya tidak tau kalau teman dekatnya pernah ingin mendapatkan Kris. Sering bertamu dengan pakaian minim, lalu saat Mawar lengah mereka berbincang intim. Saat itu Mawar marah sekali karena wanita itu sudah menduduki tubuh Kris. Wajah mereka menempel yang sudah pasti mereka sedang berciuman. Mawar marah, memukuli temannya itu dengan barbar lalu Kris menariknya. Berteriak memarahi Mawar yang katanya berlebihan karena belum terjadi apa-apa. Saat itu, Mawar masih berani melawan. Dia tidak berkata apa-apa lagi, langsung masuk ke dalam kamar, meraih tasnya serta dokumen penting pribadinya, lalu keluar dari kamar. Niatnya ingin pergi, menunjukkan pada Kris kalau saat larangannya dilanggar, dia bisa bersikap tegas. Silahkan Kris melanjutkan, Mawar tidak akan mengganggu, tapi dia tidak akan sudi tetap menjadi istri pria itu. Begitu melihat gelagatnya yang ingin pergi, Kris menghampiri Mawar dengan kemarahan yang sangat besar. Dia menyeret Mawar paksa lalu mengikat Mawar selama berhari-hari. Dia juga mengusik ketenangan keluarga Mawar dengan ancaman penarikan saham kalau Mawar masih terus memberontak. Tau tidak akan menang, juga karena sudah bosan terus terikat di dalam kamar, Mawar akhirnya menyerah. Toh tidak ada bedanya. Saat diikat pun Kris tetap menyetubuhinya. Sejak hari itu Kris memang lebih rapi menyembunyikan skandalnya, lebih pemilih dalam merajut skandalnya. Entah pria itu sudah berubah atau belum, Mawar tidak tau. Sejak ia mengungsi, dia sibuk dengan kehidupan barunya. Menghubungi Kris lebih dulu pun ia tidak pernah. Mawar berkata dalam hati, kalau pun Kris sudah berubah, tidak akan ada gunanya baginya. Bisa saja Kris berubah karena kini telah memiliki anak, atau karena sudah cukup terpuaskan dengan Nita, wanita simpanannya. “Ibu, makannya sudah selesai?” tanya Inah, asisten rumah tangga Mawar yang paling tua. Mawar menoleh lalu mengerutkan keningnya. Merasa aneh karena sekarang bukan hanya Kris yang suka mengganggunya, tapi ART-nya pun ikut-ikutan. Memangnya kenapa kalau ia masih ingin melamun di meja makan? “Bapak menelepon, katanya panggilan di hp Ibu tidak dijawab. Tadi saya bilang Ibu sedang makan, lalu Bapak bilang kalau sudah selesai makan, suruh Ibu segera menelepon Bapak.” Mawar mengangguk mengerti. Pantas saja Inah sampai bertanya seperti itu padanya, ternyata sumber uang mereka yang memberi titah. Mawar mengeluarkan ponselnya. Memang benar, sudah dua puluh panggilan tidak terjawab. Tadi rasanya dia tidak mendengar ponselnya bordering. Sebegitu asikkah dia melamum sampai tidak mendengar? “Halo?” sapa Mawar saat panggilannya diangkat Kris. “Kamu ngapain aja? Ha?!” Mawar menggerak-gerakkan bibirnya kesal. Kesal pada sikap kasar Kris. Sekarang baru Mawar sadar kalau dia terlalu bodoh bisa jatuh dalam jeratan pesona seorang Kris. Pria yang tidak ada baik-baiknya, kecuali sikap royalnya. “Aku lagi makan, terus mungkin semalam nggak sengaja kepencet silent hp-nya. Kenapa, Sayang?” Mawar sengaja memperjelas ucapan terakhirnya karena biasanya Kris batal marah kalau sudah dipanggil seperti itu. “Sabtu, kamu nggak usah pergi undangan. Aku datang. Jadi, kamu nggak usah ke mana-mana.” “Loh, kok gitu? Kamu itu baru pulang, masak udah datang lagi?!” Tanpa sadar, Mawar mengeluh. “Kamu nggak suka? Oh, jadi gitu? Sekarang kamu nggak suka kalau aku datengin?” “Bu ... bukan, gitu. Cuma ... kamu kan ada keluarga di sana. Kamu sekarang udah punya anak. Bisa marah Nita sama aku kalau kamu sering ke sini.” Miris memang karena meski Mawarlah istri sah Kris, tapi Nita yang lebih berkuasa. Wanita itu menerima tidak dinikahi, tapi menuntut begitu banyak hal dari Kris. “Anak aku anak kamu juga. Dan kamu istri aku. Nita nggak ada hak buat larang aku ketemu kamu, bahkan kalau aku bawa kamu kembali ke rumah.” Mawar mengurut keningnya, merasa malas mendengar ucapan Kris. Daripada sakit hati, dia memilih tidak mendengarkannya sama sekali. Kris bisa saja berapi-api sekarang berkata ini dan itu, tapi nanti, saat Nita sudah memasang pose menggoda serta memanggil Kris dengan nada mendesahnya, semuanya juga pasti sirna. Nita itu sudah malang melintang di dunia birahi pria, dia tau cara melumpuhkan pria dengan memuaskan ego dan gairahnya. Mawar jelas kalah jauh karena pengalaman Mawar hanya sebatas dengan Kris. Sejak kuliah, dia sudah terlibat dengan Kris. Awalnya untuk memenuhi kebutuhannya akan hidup mewah, tapi lama-lama Kris menjeratnya lebih jauh. Dulu itu Kris adalah senior Mawar. Dia diidolakan banyak wanita karena sepak terjangnya di dunia malam. Mawar tidak mengerti kenapa pria nakal justru diminati. Hanya saja, saat mereka bertemu di klab malam, Kris sudah langsung memanfaatkan Mawar. Target Mawar sebenarnya teman Kris. Malam itu dia dibawa temannya yang ternyata adalah wanita bayaran kelas kakap untuk mengajari Mawar cara mendapatkan pasangan yang mau memberikan uang banyak. Teman Mawar itu simpanan pejabat, tapi ia berkata tidak akan rela Mawar menjadi seperti dirinya. Kalau hanya dibayari pasangan, itu masih dalam kategori terhormat katanya. Mawar sudah melihat teman Kris yang temannya sodorkan. Manis, dan memang pria itu anak yang terkenal boros dengan uangnya. Mengorbankan keperawanannya untuk pria itu rasanya lebih baik daripada untuk om-om yang sudah tua dan wajahnya bisa saja menyeramkan. Tidak tau bagaimana ceritanya, Mawar yang malam itu memang dicekoki minuman beralkohol malah berakhir bersama Kris. Saat bangun, dia ketakutan melihat tubuh telanjang di sebelahnya yang punggungnya dipenuhi tato. Mawar berpikir dia bisa pergi diam-diam, melupakan apa yang sudah terjadi, menjadikannya kenangan. Tapi ternyata Kris tidak memiliki niatan yang sama. Pria itu bangun dan langsung menahan Mawar, berkata sudah tau niatan Mawar dan temannya, lalu menawari Mawar menjadi pemuas nafsunya saja karena ia amat sangat mampu memberikan Mawar uang. “Kamu dengar aku nggak, sih?!” ucap Kris menyadarkan Mawar dari lamunan. “Dengar, kok. Ya udah, kamu datang aja ke sini. Aku nggak ke mana-mana. Di rumah aja. Bila perlu di kamar aja. Puas?” Hening. Mawar berpikir Kris akan marah, tapi ternyata tidak. “Iya, di kamar aja, Sayang. Jangan lupa nggak usah pakai apa-apa karena percuma, ujung-ujungnya dibuang juga.” Mawar terbatuk mendengarnya. Dan saat tawa menggema di seberang sana, Mawar langsung menekan tombol merah di layar sentuh ponselnya. Kris jelas-jelas sedang puber kedua, dan karena saat ini dialah wanita yang jarang pria itu bisa temui, Mawar yang dijadikan subjek puber kedua pria itu. Sungguh sialan sekali. *** Kris itu pecinta karya seni, katanya dia suka yang indah-indah. Itu kenapa sejak SMA dia sudah memiliki tato di tubuhnya. Terus bertambah seiring bertambahnya usia pria itu, dan baru berhenti belakangan ini, saat rasanya lebih dari separuh tubuh pria itu telah diwarnai. Orang tua Kris tentu saja tidak marah karena mereka juga sama. Bahkan, Mawar juga memiliki tato di bagian perut bawahnya, bertuliskan nama Kris dan dibuat oleh pria itu juga. Katanya, agar Mawar berpikir dua kali saat memperlihatkan tubuhnya pada pria lain. Padahal yang tukang selingkuh itu kan Kris. Mawar tau Krispekerja keras dan sanggup melakukan apa saja demi menyukseskan usahanya sedarikuliah. Pria itu sering berkelahi dan memiliki musuh banyak. Mawar sudah inginmelepaskan diri, tapi Kris yang selalu memanjakannya membuatnya batal menjauh.Saat itu Mawar tidak tau kalau dia bukan satu-satunya. Dia tau justru setelahmereka menikah, satu per satu wanita Kris menerornya, memperlihatkan buktihubungan panas mereka, yang membuat Mawar jengah dan rasa cintanya memudardengan cepat. Masalahnya, Kris tidak membutuhkan cintanya. Pria itu membutuhkantubuhnya. Jadi pria itu tidak peduli dengan perasaan Mawar selama Mawar masihberada di sisinya.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD