Mimpi Buruk

1352 Words
" Dia itu anak desa, kerjanya juga tidak jelas. Mau makan apa nanti setelah menikah!" Teriak Adelia kencang, mungkin beberapa tetangga disebelah rumah mendengar teriakannya. Masa bodo jika benar, biar semua orang tahu Ummi yang selama ini ia banggakan telah merusak mimpi indahnya sebagai perempuan idola di kampus. " Kamu terlalu berlebihan menilai orang, Dimas itu anak baik Adelia. Guru di Yayasan, Ummi tahu keseharian dia seperti apa."Yasmin menatap tajam pada anaknya. " Ya kalau begitu, Ummi saja yang menikahi Dimas, jangan aku dong.” Balasnya tidak terima. " Adelia!" bentak Yasmin, sudah menggebrak meja di ruangan." Kalau Ummi sedang bicara, jangan dijawab, tidak sopan! Semenjak tumbuh dewasa dan diberi kebebasan, sikap kamu itu keterlaluan. Berkali –kali Ummi ingatkan, berteman dengan orang yang membawa hal positif. Bukan tiap malam pulang dari Klub, kamu anak perempuan, malu dilihat tetangga.” “ Karena aku sudah dewasa, maka dari itu Ummi tidak berhak mengatur. Aku memiliki kehidupan sendiri.” Jawabnya tidak mau mengalah, perdebatan semakin sengit.” Umi selalu bersikap seenaknya, mengorbankan kebahagiaan aku demi keinginan sendiri.” “ Ummi melakukan yang terbaik pada masa depan kamu, tidak ada orang tua yang ingin melihat anaknya hidup luntang – lantung, tidak jelas, seperti kamu sekarang. Pikirlah, perasaan Ummi bagaimana. Berangkat pagi pulang malam, cara hidup perempuan tidak seperti itu Adelia.” Ceramah Yasmin panjang lebar. “ Lalu? Dimas itu sudah paling tepat dimata Ummi?” Tanyanya menantang, melipat tangan ke d**a. “ Of course, mata orang tua selalu berbeda dalam menilai. Tidak seperti mata kamu, sibuk terjebak dunia huru – hara.” Katanya mendengus, melempar tatapan sinis ke arah Adelia.” Ummi tidak mendengar penolakan, apapun itu.” “ Ya terserah, aku tetap tidak akan mau menikah.” Adelia bersikukuh pada pendirian. “ Kamu mau mencari seperti apa?” “ Tidak mencari apa –apa, aku masih kuliah, masih muda juga. Kasihan Dimas, punya pasangan tidak becus jadi istri, ummi mau ngeliat anak orang menderita?” “ Kuliah? Kamu itu hanya menghabiskan harta Ummi. Kalau kuliah, kuliah yang benar, hidup kamu itu jauh dari kata benar. Tidak ada yang bisa dibanggakan sebagai anak. Satu pun, kalau Ummi ada anak – anak selain kamu, sudah Ummi usir kamu dari rumah.” “ Ummi!” panggil Adelia tidak terima." “ Ummi bicara fakta, kamu sulit diatur, hidup memikirkan diri sendiri. Untuk apa Ummi harus memikirkan masa depan kamu. Harusnya kamu itu berubah, dari SMA sampai kuliah kok tidak ada prestasi." Yasmin meninggalkan ruangan. Tampak Adelia sangat kesal, wajahnya memerah penuh amarah. Di lempar tas ke dinding rumah, menatap langkah Yasmin yang sudah menjauh. Seminggu belakangan, ia semakin enggan pulang ke rumah ketika Umminya terus – menerus menjodohkan dengan lelaki yang berstatus guru di Yayasan, masih muda dan cukup tampan. Namun Adelia benar - benar menolak, ia tidak mau sembarang menikahi lelaki, ia sudah memiliki lelaki pilihan sendiri. IM SORRY HUSBAND Nama lengkap : Dimas Zidan Tempat, tanggal lahir : Pekanbaru,30 Mei 1994 Status : Belum menikah Yasmin tersenyum kecil, membaca ulang sebagian biodata dari lelaki yang akan menjadi pasangan Adelia. Tidak peduli seberapapun kuat Adelia memberontak, mereka akan tetap menikah dan Dimas harus menjadi menantunya. Semua sudah dipikir secara matang, kalau ia tidak mengambil keputusan yang salah. " Adelia yang akan kamu nikahi, Mas. seberuntung itu, mengapa harus ditolak? Adelia perempuan sempurna, cantik lagi." Tutur Aydan bangga atas cerita Dimas saat mengajar di Yayasan. “Itu kan menurutmu Dan, bagaimana dengan Adelia sendiri? Aku ini sudah jauh dari kriteria suami untuk Adelia.”Dimas menyandarkan tubuh ke kursi, meraup wajahnya secara kasar. " Nah, ini yang tidak aku suka dari sifat kamu, belum apa – apa sudah minder. Kalau Bu Yasmin saja yakin, bagaimana dengan anaknya, cobalah kamu pikirkan sisi positifnya. Jangan yang buruk duluan.” Dimas menggeleng," penilaian aku tidak salah. Mana ada anak orang kaya bisa menerima lelaki seperti aku, memangnya punya apa? Hidup saja masih ngandalin honor ngajar, bukan pegawai negeri pula.” Curahnya serius.” Kamu pikir menikah itu hanya memenuhi nafsu saja? Ikatan seperti itu berat, kalau tidak dilandasi cinta dan kasih – sayang, Dan.” " Eh Mas, kau sendiri yang katakan ke aku, kalau tidak mau pacaran. Menghabiskan uang tanpa ada kepastian, maunya langsung nikah dan sekarang sudah Allah makbul kan doa kamu, masih juga salah." Aydan geleng – geleng kepala. " Ya tapi ini beda, perempuannya itu Adelia, bukan gadis sepantasnya untuk aku." Aydan membuang puntung rokok, menginjaknya hingga habis." Kamu bawa Adelia ke istikharah, minta sama Allah, dia sebagai jodoh atau hanya ujian." Dimas mendengus, melempari Aydan dengan bungkus rokok yang sudah kosong." Aneh sih, mengapa lelaki seperti aku yang dilirik Bu Yasmin, harusnya pendamping hidup untuk Adelia yang satu tingkat, pengusaha atau pengacara atau anggota Dewan. Masa depan anaknya sudah pasti sangat jelas, sedangkan aku? Sawah saja tidak punya, rumah masih numpang orang tua, tinggal di kota juga masih ngontrak.” “ Nah, point penting untuk calon suami. Kalau sudah begitu ceritanya, kamu harus lebih bekerja keras dan memperbaiki ibadah pada Allah.” Aydan memberi solusi, selayaknya Ustadz yang sedang ceramah. Dimas terdiam lama, menghela napas dalam - dalam." Tetap saja, Dan. Belum bisa aku mengerti." “ Makanya, dibawa istikharah. Ibadah kamu bagus, masa gitu saja masih dibingungkan.” Ia bangun dari tempat duduk, berniat masuk ke dalam rumah.” Kamu masih mau disini?" Dimas mengangguk, arah matanya lurus pada jalanan yang sepi. Kontrakan mereka memang jauh dari pusat kota, bahkan harus masuk kedalam g**g sempit, kalau pertamakali berkunjung, pasti akan terus – menerus mengeluh. " Adelia ya," ucapnya menimbang - nimbang. Ia harus bisa mengambil keputusan, sebab pemilik Yayasan itu hanya minta waktu maksimal lima hari dari pernyataannya tadi siang. Untuk saat ini, Dimas bahkan tidak terpikir untuk membina rumah tangga dalam waktu dekat. Sebab, ia baru saja menamatkan kuliahnya dan berkecimpung di dunia kerja. Sibuk memberi bulanan pada orang tua di desa, walau tidak menggantikan biaya kuliahnya lalu, namun bisa membantu uang bulanan di sana. “ Masih sore sudah melamun, jodohnya belum kelihatan hilal, Mas.” Ejek Faqih, baru saja pulang kerja. Ada tiga orang penghuni kontrakan yang merupakan teman kuliahnya, hanya saja beda tempat kerja. ” Aydan belum pulang?” Faqih kembali bertanya. “ Sudah, sedang mandi.” Dimas memonyongkan bibir, menunjuk ke dalam rumah. Faqih meletakkan tas kerja di atas meja, duduk disebelah Dimas.” Ada masalah ditempat kerja?" Ia menggeleng.” Tidak, tapi tetap saja, aku punya masalah." “ Mungkin aku bisa bantu.” Di antara tiga orang penghuni. Faqih yang paling disegani, sebab usianya paling tua dan matang pemikirannya, dia juga yang sangat bijaksana. “ Aku dilamar bang.” Dimas menoleh ke sebelah, ke arah Faqih. “ Dilamar siapa? Perempuan yang kamu ceritakan waktu kuliah itu?” Faqih mengingat – ingat.” Siapa namanya ya, Selvi Ananda kalau tidak salah. Ya kan?” Dimas kembali menggeleng.” Bukan dia, anak pemilik Yayasan tempat aku mengajar. Menurut abang bagaimana? Masalahnya bukan anaknya yang minta aku jadi suami, tapi Ibunya. Pemilik Yayasan tersebut." Faqih terdiam, tangannya mengetuk pinggir meja hingga bunyi terdengar di gendang telinga Dimas. “ Abang pasti bisa bantu aku memberi jalan keluar, mengenai hal serius seperti ini.” Kata Dimas lagi. Faqih terkekeh.” Salah kamu Mas, Abang bahkan juga ikutan bingung. Ini urusan kamu dengan Allah, kalau manusia hanya hati pakai hati.Kalau sudah menentukan pilihan hidup, hanya kamu sendiri yang bisa meyakinkan. Memantapkan, tinggal bagaimana caranya kamu berkomunikasi dengan pencipta rasa itu sendiri. Yang maha membolak – balikkan hati, kalau sudah ada jawaban baru kamu diskusikan pada keluarga.” Saran lelaki itu pada Dimas. “ Nah, itu dia lagi masalahnya. Bu Yasmin hanya beri aku waktu lima hari, seperti sangat terburu – buru dan aku takutnya ada hal buruk kalau menentukan jawaban terlalu cepat.” “ Nggak ah, kamu fokus ibadah seperti biasa. Nggak ada yang sulit, mudah buat Allah memberi jawaban Mas. Manusia aja yang terlalu suka mempersulitkan diri sendiri.” Dimas tertampar mendengarnya, ucapan yang selalu dikatakan Selvi beberapa bulan belakangan ketika mereka belum memutuskan untuk berpisah. Perempuan itu mengatakan secara blak – blakan kalau dirinya terlalu suka mempersulitkan diri sendiri, bedanya dengan Faqih masih hanya sindiran dengan menggunakan kata – kata ‘ Manusia’. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD