1

1489 Words
“Amira Queensha Amzari!” “Iya, Ayah Yusuf Fairuz Amzari,” jawab sang anak dengan senyum lebarnya, senyum lebar yang malah mempersempit pembuluh darah sang Ayah, menyebabkan aliran darah semakin cepat kemudian berakhir dengan efek merah padam pada wajah beliau. Saat ini keluarga kecil milik Yusuf Fairuz Amzari bersama Vanesha Biandra Mahardika sedang berada di sekolah tempat di mana dulu mereka juga bersekolah. Namun kali ini tujuannya bukan untuk kembali mengulang masa-masa taruhan mistis (re: tidak pernah ada) antara Ucup dan sahabat baik Echa yang menjadi awal mula dari hubungan keduanya, melainkan untuk mengurus kepindahan anak semata wayang mereka. Sepasang suami istri tersebut khususnya Ucup berharap anaknya tidak lagi berbuat ulah yang mengakibatkan harus pindah sekolah lagi. Ucup tentu tidak masalah dengan putrinya yang pindah sekolah tiap semester baru tapi ia tau Amira akan kesulitan untuk mendapatkan teman jika selalu pindah-pindah. Maka dari itu hendaklah putri kesayangannya itu, ratu hatinya itu memikirkan baik-baik mengenai hal ini demi kebaikannya sendiri. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, Ucup masih ingat bagaimana awalnya Echa, panggilan sayang Ucup untuk istrinya, yang hanya teman sekelas yang sering mencuri bekal pemberian dari gebetan Ucup.  Lalu kebohongannya mengenai taruhan dengan Fiki dan tanpa direncanakan ia menikahi Echa di hadapan kedua orang tua istrinya itu tanpa ada satupun yang tahu. Semua itu terjadi saat mereka masih kelas sebelas. Ucup tau bahwa hal itu gila, ia menikahi seseorang tanpa mamanya, Bu Tari ketahui. Sekarang anaknya sudah berada di umur di mana kegilaannya dulu bermula. Benar-benar nikmat paling luar biasa yang selalu Ucup syukuri karena meskipun rumah tangga ini dimulai tanpa cinta namun sampai detik ini mereka bertiga selalu hidup dalam suasana rumah tangga yang penuh dengan cinta. Sayangnya momen itu rusak oleh kenyataan anaknya yang pacaran di belakangnya yang kemudian menghantui Ucup, membuat sang kepala keluarga merasa cemas kalau-kalau nanti anaknya melakukan hal yang sama dengan dirinya dahulu. Itulah sebabnya kenapa Amira Queensha Amzari menjadi siswi baru di Bina Bangsa mulai dari hari ini. Pagi ini Ucup jadi menyayangkan kenapa mamanya jadi cepat tua. Jika Bu Tari masih menjadi guru matematika Bina Bangsa maka Ucup bisa bernapas lega karena mamanya tentu akan membantunya mengawasi satu-satunya putri Ucup itu. Beberapa menit lalu sang anak berontak, berani-beraninya putri tunggal Ucup itu berkomentar tentang masa muda dan hormon di depan guru barunya yang sebagiannya juga guru Ucup dulunya. Apa putrinya itu pikir sopan berbicara pada guru soal kehidupan jalinan kasih yang sampai kapanpun tidak akan Ucup restui kemudian meminta pembenaran tentang masa muda ataupun hormon sialan itu seolah ia dan guru tadi adalah teman sebaya? Dan sekarang si anak berjalan seperti siput berusaha menunda penghakiman darinya. “Sudahlah, Cup.. semua orang sedang melihati kamu.” Vani tau sekali bahwa tindakan Ucup ini karena suaminya sangat menyayangi putri mereka. Vani tidak akan menyangkal itu, bahwa Ucup begitu menyayangi Amira sampai ia tidak ingin ada satupun laki-laki menyakitinya. Selain fakta satu itu, ada satu hal lagi yang tidak bisa suaminya tahan yaitu bertengkar dengan putri mereka di mana saja dan kapan saja. “Apa?? Sopan sekali kamu ngomong sama suamimu ini Cha.” “Berhenti panggil aku Echa, bisa? Namaku Vani.” Nah lihat.. Vani jadi ikut kebagian dimarah karena ia menginterupsi perhatian yang sedang suaminya curahkan pada putri mereka. “Oke, kita kembali ke romansa Ayah dan Bunda yang tidak akan ada habisnya. Ayah pikir bagaimana aku bisa punya pacar? Tentu saja karena orang tuaku selalu bertingkah seperti pasangan kekasih baru dan aku belajar dengan sangat baik dari mereka. Di rumah kalian selalu begini, aku iri tahu,” ungkap Amira betapa irinya ia melihat Ayah dan Bunda. “Kalian???? Dan anak itu sudah jadi mantan kamu, kalau kamu lupa.” “Maaf, maksud Amir, Ayah dan Bunda selalu begitu di rumah. Dan ya.. mantan Amir,” ucap Amira meralat ucapannya. Jika Nenek tau ia menggunakan kata kalian sebagai kata ganti untuk kedua orang tuanya, Amira pasti akan di jejali dengan pengetahuan mengenai sopan santun. “Amir????? Siapa suruh sebut diri kamu begitu?” tanya Ucup berang pada putri teramat cantik miliknya. Paras putrinya yang sempurna begini sama sekali tidak cocok dengan panggilan yang satu detik lalu ia ciptakan. Vani memijat pangkal hidungnya melihat suami dan anaknya kembali membuat kupingnya pengang, mana di sini baru selesai upacara bendera yang artinya anak-anak masih berkeliaran. Ya Tuhan.. kenapa sejak putrinya beranjak dewasa ia seperti memiliki sepasang anak remaja? “Ya mau bagaimana lagi, Yah? Pacaran, salah. Mending aku buang sisi ke – ayu – an - ku ini kan? Supaya ga melulu pindah sekolah.” “Dibilangin malah nyahut, ya, kamu. Nih liat, Cha, kelakuan anak kamu!” ucap Ucup mengadu pada istrinya. Baru sekali pindah sekolah tapi anaknya memakai kata melulu untuk menyindirnya. Lihat saja, berani mengulang kelakuan yang sama maka berikutnya tidak hanya pindah sekolah tapi pindah ke pondok pesantren. Mondok kamu Ayah buat, sayang, gumam Ucup membatin. “Ucup..” panggil Vani sambil menjaga suaranya untuk tetap normal. Agar suami tercintanya itu tidak menyadari bahwa saat ini justru Vanilah yang ingin marah padanya. Apa suami dan anaknya Vani ini tidak bisa menyadari di mana mereka sedang berada? “Kamu mau aku pakaikan baju putih abu-abu lagi? Dari tadi panggil suami Cap Cup Cap Cup.” Oke, Ucup dalam mode sewot sekarang. “Yee.. memang nama Ayah ‘kan Ucup, enakan manggil Ayah Ucup dibanding Ayah Yusuf. Yusuf tuh terlalu formal Yah, Ayah kira kami bawahan Ayah di kantor? Lagian kalo dipanggil Yusuf tuh minimal kegantengan Ayah setaralah sama Nabi Yusuf Alaihissalam,” kemudian terdengar pekikan Amira karena Ayahnya menyentil dahinya. “Tuh ‘kan Bund, Ayah tercinta kita ini memperlakukan Amir kaya Amir ini pacarnya, pake sentil-sentil segala, sama banget sama mantan Amir yang kemaren tuh, gimana mau move on kalau begini?” adu Amira yang ingin membuat Ayahnya semakin kesal. Semakin kesal semakin bagus. Sepertinya Ayah tidak suka dengan nama barunya. “Jadi bocah ingusan itu melakukan kekerasan sama anak Ayah?” pekik Ucup tidak terima. Ayahnya Amira ini malah menangkap hal yang berbeda. Sedikitpun informasi yang ia dapatkan dari putrinya memang tidak pernah ia biarkan berlalu begitu saja. “Ampuuunnn!!! Bunda kapok jalan sama kalian,” teriak Vani dan segera menuju mobil meninggalkan sepasang ayah dan anak tau lebih cocok dipangil sepasang Kakak dan Adik itu di tengah lapangan sekolah. Vani menutup pintu mobil dengan kasar dan menatap tajam pada Anak dan Suaminya yang sekarang sedang berjalan mendekat dengan Amira yang memegangi lengan Ayahnya sambil merengek. Entah apalagi yang suaminya katakan untuk mengancam putri mereka. Siswa dan siswi Bina Bangsa yang diam-diam mencuri dengar kehebohan tiga orang asing di lingkungan mereka berangsur menuju kelas masing-masing setelah melihat sumber tontonannya sudah bubar. Lautan manusia berseragam putih abu-abu tersebut mulai menyebar ke arah utara dan selatan sesuai dengan gedung mereka masing-masing. Masih sama seperti dulu saat Ucup dan Vani bersekolah. “Tunggu sampai si kembar tahu!” “Jangan dong, Yah.. Om Alif sama Om Imam rese.” “Emangnya Ayah peduli?” Meskipun sudah lama menikah, Ucup masih tidak terbiasa dengan kenyataan ia yang menjadi anggota keluarga Mahardika yang selalu menjadi sorotan, tidak di pungkiri kadang ia lebih suka hanya menjadi anak yatim yang dibesarkan Mamanya yang hanya seorang guru matematika yang galak di Bina Bangsa dulunya. Namun yang tidak pria beranak satu itu sadari adalah dia sendiri cukup sering membuat keluarganya menjadi sorotan, tidak perlu mengkaji terlalu jauh cukup kejadian baru-baru ini saja, Ucup membeli rumah disamping rumahnya lalu meluluhlantakkan rumah tersebut dan menyulapnya menjadi sebuah taman sebagai hadiah ulang tahun pernikahan untuk Echa-nya. “Ini siapa?” tanya Ucup ketika seseorang yang diteleponnya menjawab panggilannya. “Abang nelpon Imam atau Alif?” gelak orang di seberang sana. Si Abang ipar yang masih dilanda emosi melihat layar hapenya sejenak, amarah membuatnya cepat lupa. ”Ponakan centilmu ini sekarang sudah punya pacar, Mam,” ucap Ucup sambil melihat ekspresi anaknya dari spion depan. “Malam ini aku sama Alif kesana,” ucap Imam dengan nada kesal. Amira Queensha Amzari membawa punggungnya bersandar ke jok mobil dan menatap Ayahnya dalam diam. Belum cukupkah shock terapi yang dirinya alami sejak subuh ini? Harusnya jam segini Amira sudah duduk tenang di dalam kelasnya di SMA Garuda dengan bebinya yang datang sengan senyum hangat, kemudian jika guru kembali berhalangan hadir mereka bisa menghabiskan waktu di pojok kantin dengan sekarung kerupuk dan serial webto*n terbaru favorit Amira. Namun yang ada adalah Ayah dan Bunda dengan senyuman srigala berbulu domba mereka beralasan ingin mengantarnya sekolah, iya mengantar sekolah. Sekolah baru tepatnya. Ditambah lagi barusan dua Om rese namun tampan miliknya berjanji akan datang ke rumah. Apa-apaan ini? Kenapa cobaan yang diterimanya begitu berat? Pacar sudah tak punya.. jangankan pacar, teman saja tak ada dan lengkap sudah dengan mulut Omnya yang ala-ala Tante girang. “Ayah kejam!” “Besok kamu akan mengerti dengan semua usaha Ayah ini, malah kamu akan menangis bilang makasih,” ucap Ucup dan mulai menyetir. “Apa aku harus nikah dulu?” “Jangan coba-coba Queensha!! Pacaran aja kamu Ayah larang!!!!!!!!” “Jangan panggil aku dengan nama tengahku Ayah!” balas Amira yang juga berteriak, sudah sejak dulu ia merasa Queensha tidak cocok untuk kepribadiannya. “Ini nih susahnya jadi anak dari orang tua yang saling cinta mati satu sama lain, Bunda bahkan ga bisa bela aku,” gumam Amira membuat Ayah dan Bundanya terkekeh. Oh bukan, kekehan kedua orang tua Amira tentu saja bukan karena menganggap gumaman sang anak menggemaskan, namun karena keduanya sangat senang saat orang lain mengakui cinta yang mereka miliki. Apalagi kalau yang mengatakannya Om Robi, girang sekali tuh Ayahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD