Chapter 1 - Butterfly

1053 Words
Mata Xynerva terpaku pada toples kaca yang berada di dalam genggaman tangannya. Toples berisi kupu-kupu dengan sayap putih keperakan, biru bercampur hijau, dan kuning keemasan begitu memikat penglihatan Xynerva. Kupu-kupu yang sangat cantik dan unik, pikir Xynerva sembari menatap kagum pada hasil tangkapan mereka. Saat ini, Xynerva dan dua orang temannya tengah berada di hutan Frinda untuk mencari kupu-kupu. Hutan yang tak jauh dari kota Arisia, atas perintah Ibu Lauren untuk penambahan nilai mata pelajaran mereka. "Tinggal satu jenis kupu-kupu lagi yang belum kita temukan," ujar Xynerva dengan raut wajah yang tampak lelah. Pikirkan saja mereka sudah sejak siang tadi mengerjakan tugas dan sekarang belum bisa pulang. Awalnya mereka protes dengan tugas yang cukup memberatkan ini, tapi pada akhirnya ibu guru Lauren yang menang. Wanita itu mengancam akan mengecilkan nilai mereka. Jadi, mereka tak punya pilihan lain selain mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Ibu Lauren. Xynerva mengalihkan pandangan menatap dua orang temannya yang kini tengah beristirahat di bawah salah satu pohon tua sembari meminum botol air mineral. Keringat peluh membanjiri tubuh John dan Lily. Xynerva merasa kasihan pada mereka berdua. Dia segera memasukkan toples tadi ke dalam tas ransel biru yang ada di punggungnya. "Baiklah, aku akan mencari satu lagi jenis kupu-kupu lainnya," ujar Xynerva kepada Lily, teman satu kelompok yang tengah bersandar di batang pohon menjadi tersentak dan langsung menatap Xynerva. "Kau yakin? Kalau begitu aku akan menemanimu untuk mencarinya." Lily bangkit dari posisi nyamannya berjalan mendekat ke arah Xynerva yang tengah memasukkan toples kaca tersebut ke dalam ranselnya. Xynerva kemudian menggeleng pelan. "Tidak usah Ly, aku tau kau pasti sangat lelah karena mengejar kupu-kupu tadi," tolaknya. Lily mengangkat tangannya ke atas menunjukkan bahwa dia masih kuat. "Tidak, aku tidak lelah buktinya aku masih kuat." Xynerva tak bisa menahan tawanya saat melihat tingkah Lily yang tampak lucu di matanya. "Mengapa kau tertawa? Itu tidak lucu tau!" teriak Lily dengan nada kesal sementara itu kedua tanganmelipat kedua tangan di depan d**a. "Kau istirahatlah bersama John. Aku akan menangkap kupu-kupu itu sendirian," putus Xynerva. "Kau yakin akan mencarinya sendirian?" tanya Lily dengan raut muka tak yakin. "Iya, aku yakin," jawab Xynerva mantap. Dalam hati Lily merasa ragu, tapi akhirnya mengizinkannya. "Baiklah, jaga dirimu baik-baik," ucapnya beberapa saat kemudian. "Iya, aku akan menjaga diriku dengan baik," balas Xynerva tersenyum memegang bahu sahabat perempuannya itu. "Iya, kamu harus menjaga dirimu." Suara laki-laki beriring langkah mendekat ke arah mereka berdua. Itu John ketua kelompok mereka. Xynerva berbalik menghadap pria yang memiliki tinggi 175 cm itu. "Aku akan menjaga diriku John tak perlu khawatir," ujarnya meyakinkan pria yang memiliki rambut ikal dan berkulit kuning langsat. John mengangguk. "Kalau kupu-kupunya tidak berhasil kau tangkap kembalilah ke sini. Kita akan menangkapnya bersama-sama," sahut Lily sedikit berteriak. "Iya, tentu saja Lily," balas Xynerva menoleh sekilas sebelum melangkah pergi. ************************************ Nerissa Xynerva melangkah berjalan menyusuri hutan Frinda sendirian. Mata cokelatnya menyapu pandangan ke sekeliling. Hutan ini dipenuhi berbagai jenis bunga, bentuk, warna dan uniknya ada yang memiliki kelopak berwarna-warni setiap helainya. Sangat indah itulah kata-kata yang dapat Xynerva gambarkan. Dalam hati dia ingin sekali memetiknya. Membawa untuk ditanam di halaman rumah yang sepi, tetapi niat itu diurungkan karena takut bunga itu beracun. Langit biru cerah perlahan terganti dengan langit kuning keorangean. Cahaya mentari mulai meredup seiring waktu. Gadis berkulit putih itu melirik arloji yang melekat di tangan kiri menunjukkan pukul lima sore. Seolah tak peduli dengan jam yang sudah menunjukkan waktu sore itu. Dia terus berjalan di jalan setapak tanah. Matanya masih fokus mencari keberadaan kupu-kupu terakhir. Sampai-sampai tidak menyadari berapa kilometer atau ratus meter jalanan yang telah dilewati. Mungkin satu kilometer atau lebih. Aneh, hutan ini semakin lama kok semakin menyeramkan ? pikirnya. Bunga-bunga di pinggir jalanan setapak yang menyapanya, kini satu pun tak ada lagi. Udara pun terasa lebih dingin. Auranya mencekam. Hanya ada pohon-pohon, batin Xynerva dalam hati. Terdengar banyak kepakkan sayap burung. Dia mencari asal suaranya, tapi tidak menemukan kawanan burung. Pohon-pohon besar berdaun lebat tumbuh secara bebas menghiasi kedua sisi jalan. Daun-daun kering berwarna cokelat berjatuhan dari pohon. Xynerva menutup matanya sejenak, menghilangkan pemikiran negatif yang sempat hinggap di otaknya. "Aku hanya perlu fokus mencari kupu-kupu itu," ujar Xynerva mengingat pada dirinya sendiri. Kaki jenjangnya terus melangkah tanpa rasa lelah. Di mana ya, keberadaan kupu-kupu itu? batin Xynerva. Gadis cantik itu terus saja menilik kiri kanan sekelilingnya. Di dalam hati berharap apa yang dicari cepat ketemu. "Ah, itu dia!" teriaknya senang. Jari telunjuknya menunjuk seekor kupu-kupu cantik yang tengah terbang di atas kumpulan bunga liar berwarna biru. Tanaman bunga itu tumbuh di dekat pohon yang sudah tua dan juga lapuk. Helaan napas lega keluar dari bibir mungilnya. Kupu-kupu itu telah berhasil ditemukan. Setelah menangkapnya, dia akan segera menemui teman-temannya. Mereka pasti sudah bosan menunggu terlalu lama. Xynerva merasa ada yang mengawasinya, tetapi setelah menoleh ke belakang tidak ada apa pun. Mungkin itu hanya ilusi semata, pikirnya. Dia berusaha untuk berpikir positif. "Akhirnya sampai juga di sini tinggal menangkapnya saja," ucap gadis cantik itu. Setiba di tempat yang dituju langsung membuka tas ransel biru mengambil jaring kupu-kupu dan toples. Gadis itu berhasil menangkap hewan bersayap tanpa melukainya. Kupu-kupu itu bersayap kuning biru. Dengan hati-hati Xynerva memasukkan ke dalam toples yang kosong. Kupu-kupu itu terus mengepakkan sayapnya. Senyuman manis terbit di pipi mulusnya sembari memandang kupu-kupu yang kini sudah lengkap. "Sungguh cantik kau kupu-kupu sayang kalau akan diawetkan sebenarnya." Xynerva tak sempat melanjutkan ucapan dikejutkan dengan suara. "Gggrrr!!" Suara apa itu? batin Xynerva dengan rasa penasaran. Gadis berusia delapan belas tahun itu menoleh ke sekitar. Ada yang bergerak di semak-semak belukar. Indra pendengarannya menangkap suara sesuatu yang menginjak ranting. Tanpa menunda lebih lama lagi, dia dengan cepat segera memasukkan toples ke dalam tas ransel miliknya. "Ah, kalau aku tau jadinya bakal begini. Lebih baik aku ditemani Lily atau pun John, paling tidak aku tidak sendirian. Mana aku tidak membawa senjata lagi." Xynerva menghela napas lelah. "Bodoh, bodoh, bodoh," sambungnya. Segera saja, dia mempercepat langkahnya menjauhi arah sumber suara itu. Untuk mempercepat lari, dia melemparkan tas ransel miliknya ke sembarang arah tanpa melihat lagi. Persetan dengan tugas sekolahnya itu, saat ini yang ada di dalam pikirannya hanya melarikan diri terlebih dahulu. Gadis itu berlari sekuat tenaga yang dia mampu. Tenaganya seakan terkuras habis. Detak jantung berdetak dengan kencang, seakan memukul-mukul. Xynerva tak bisa bernapas dengan benar. Sementara itu rambut hitam panjangnya dan juga pakaian yang membalut tubuh pun ikut berantakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD