BAB 1

1125 Words
Andria duduk di lantai dengan nafas memburu dan tubuh yang bergetar. Tenaganya seakan tersedot habis setelah melihat apa yang terjadi di depan matanya. Di dalam flat kecil miliknya. Semua barang tak pada tempatnya, bahkan lampu baca yang terdapat di atas meja kecil di samping sofa ruang televisinya sudah hancur tak berbentuk. Meja panjang di depan sofa sudah terbalik dan banyak pecahan kaca di lantai.             Tiba-tiba terdengar bunyi gebrakan yang disusul dengan bunyi derap langkah seperti terburu-buru. Andria segera memutar badannya dan menemukan seorang pria berdiri di sana. Rahang tegasnya terlihat mengeras dan kaku juga amarah terlihat berkobar di dalam mata biru pria itu, namun sedetik setelahnya amarah itu hilang diganti dengan tatapan sendu. Pria itu kemudian berlutut di depan Andria.            “Aku akan meminta seseorang untuk membereskan rumahmu. Maafkan aku,” sesal pria itu sembari mendekap Andria. Suaranya terdengar amat sangat menyesal. Segera Andria mengelus punggung pria itu. “Tidak apa-apa.” Pelukan mereka terurai begitu Andria mencoba bangkit berdiri kemudian diikuti pria itu. Andria hanya bisa menghela nafas pasrah sembari matanya mengelilingi flat kecilnya. Ia tak akan menyalahkan Frans, kekasihnya. Frans pria yang baik, ia sangat mencintai Andria sehingga menjadi begitu posesif pada Andria. Andria sangat mengenal Frans karena mereka telah menjalin hubungan lebih dari tiga tahun. Berawal dari Frans yang menolong ayah Andria dari kecelakaan kecil di pabrik tempat ayah Andria bekerja, mereka kini akan segera memasuki jenjang yang lebih serius. Hanya saja akhir-akhir ini sepertinya Andria harus memikirkan ulang untuk menikah dengan Frans. Bukan karena Frans yang posesif padanya, atau bukan karena Andria meragukan perasaannya pada Frans atau perasaan Frans padanya. Hanya saja emosi Frans yang sulit terkontrol terkadang membuat Andria kewalahan.             Sudah tak terhitung berapa kali Frans melakukan hal yang sedikit melukai Andria hanya karena Frans melihat Andria berbicara dengan seorang pria, atau diantar pulang dengan pria yang sudah dijelaskan oleh Andria bahwa pria itu adalah supir kantornya. Alasannya sudah jelas, karena Frans cemburu. Wanita itu bahkan tau kalau Frans meminta seseorang untuk memata-matai nya setiap hari, membuat ia jengah dan kesal dengan sifat Frans namun dia tak dapat melawan.             Pernah suatu hari Andria melawan Frans dan berakhir di lantai karena pria itu memukulnya walaupun setelahnya Frans akan menangis dan memohon maaf pada Andria. Ia bingung bagaimana harus menyikapi Frans. Ia tak ingin meninggalkan Frans namun di satu sisi ia sangat takut dengan Frans. “Aku akan mengganti semua barangmu yang rusak. Maafkan aku. Aku menyesal. Aku hanya kesal karena saat aku ke rumahmu, kau tak ada. Ini sudah malam Andria dan aku mengkhawatirkanmu. Apalagi saat orang suruhanku berkata kau masuk ke dalam mobil seorang pria,” Frans mencoba menjelaskan kembali, wajahnya benar-benar terlihat menyesal.             Andria mengelus pelan pipi kiri Frans dan tersenyum. “Itu supir kantor yang biasanya ditugaskan untuk mengantar pegawai yang bekerja lembur, Frans. Aku sudah pernah mengatakannya padamu, kan?”             Seakan terhipnotis oleh mata coklat terang Andria, Frans tersenyum. “Ya, kau sudah memberitahuku. Maafkan aku,” gumam pria itu lagi. “Aku hanya takut kehilanganmu. Aku mencintaimu, Andria,” sambung Frans.             Andria hanya bisa menganggukan kepalanya saja. Dia tak mungkin memaki, mengomeli Frans karena pasti yang terjadi selanjutnya adalah tangan Frans akan melayang ke pipinya. **** Pukul lima sore Andria segera menggesekan tanda pengenalnya pada mesin absen sebagai tanda bahwa ia telah selesai bekerja. Ia segera pamit pada Mrs Anderson yang masih bertahan di mejanya dan segera membereskan barang-barangnya, menarik mantelnya dan berjalan menuju lift.             Seharusnya Frans menghubunginya seperti yang selalu pria itu lakukan ketika jam pulang kerja, namun sepertinya Frans lupa hingga akhirnya Andria lah yang memutuskan untuk menelepon. Frans selalu menjemputnya sepulang kerja walaupun jam kerja pria itu belum habis karena Frans tak ingin Andria berdesakan di subway dengan orang lain, terlebih pria.             Namun hingga pukul lima lebih lima belas menit, Frans tak juga mengangkat teleponnya. Andria bingung antara menunggu Frans atau berjalan menuju stasiun yang hanya memerlukan waktu tiga menit dengan berjalan kaki.             Hingga pukul setengah enam dan Frans belum juga muncul di lobi kantornya maupun mengangkat teleponnya. Dengan keberanian sejengkal kuku, akhirnya Andria memutuskan untuk berjalan menuju stasiun subway. Ia akan menjelaskan pada Frans nanti agar pria itu tak marah. **** Jam pulang kerja membuat subway menjadi semakin ramai dan penuh sesak. Andria beruntung mendapatkan sebuah kursi hingga ia bisa duduk. Ia merapatkan mantelnya dan duduk dengan tenang. Tiba-tiba saja ia rindu keadaan seperti ini. Walaupun Andria bukan tipe wanita yang memiliki banyak teman dan cenderung introvert, namun ia memiliki kesenangan sendiri saat berada di keramaian dengan puluhan orang menggunakan setelan kerja, sama seperti dirinya. Seakan-akan menegaskan bahwa Andria dan orang-orang itu baru saja selesai berjuang untuk mencari nafkah untuk dirinya sendiri ataupun keluarga.             Keluarga. Andria juga rindu keluarganya. Ia sampai lupa sudah berapa lama tak mengunjungi keluarganya yang tinggal di Florida. Andria pindah ke New York sejak Frans mengajaknya berpacaran dan orangtua Andria mengizinkan Andria pergi karena percaya Frans akan menjaga dan melindunginya. Dan itu memang terbukti kebenarannya.             Pada saat subway berhenti di stasiun Central Park, seorang wanita mengenakan dress ketat berwarna hitam yang tertimpa mantel berdiri di hadapan Andria karena memang kedaan subway yang sudah penuh dan tak ada kursi kosong. Wanita itu sedang berbicara serius menggunakan ponselnya sembari sesekali tertawa dan menyebutkan sebuah klab malam eksklusif yang pernah Frans cerita kan padanya. Andria sendiri tak pernah berminat untuk pergi ke klab malam.             “Apa? Frans? Maksudmu Frans Sharman? Si tampan dan kaya itu? Hemm, baiklah aku akan datang... Aku juga ingin melihat langsung. Sudah lama ia tak berkeliaran di klab malam. Hemm.. aku akan dandan cantik malam ini...”             Tubuh Andria menegang ketika wanita itu mengucapkan nama Frans. Mungkin kalau hanya Frans tentu Andria tak akan terlalu memikirkannya karena banyak nama Frans di kota New York. Namun ketika wanita itu menyebut nama keluarga Frans, tentu ia langsung memikirkan kekasihnya.             Frans tak pernah lagi menginjakan kakinya di klab malam sejak ia mengajak Andria tinggal di New York atau mungkin Andria yang terlalu percaya pada Frans hingga ia tak pernah mencari tahu mengenai pria itu. Frans juga tak mungkin melakukan hubungan intim dengan wanita lain, atau pernah? Atau bahkan sering? Alasannya? Tentu mungkin karena selama mereka berpacaran, Andria belum siap untuk menyerahkan dirinya pada Frans dan Frans pun mengerti. Mungkinkah Frans mencari wanita lain karena Andria belum siap?             Spekulasi terus berdatangan ke dalam pemikiran Andria membuat wanita itu pening dan mual. Tepat begitu subway berhenti pada stasiun tujuan Andria, ia segera berdiri dan sedikit mendorong wanita yang berdiri didepannya. “Maaf,” lirih Andria dan berjalan cepat keluar dari subway dengan sedikit linglung.             Malam ini ia akan mencari tahu dan mendatangi klab malam itu. Ia tak ingin menjadi kekasih yang mudah dibodohi oleh pasangannya apalagi hubungan mereka sudah serius dan akan segera menikah. Jika Frans memang berbohong dan pemikiran negatif nya benar, Andria tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi Frans.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD