Prolog

759 Words
Awalnya Diana tak pernah mempermasalahkan hal kecil dihidupnya. Awalnya ia tak begitu peduli dengan kehidupan orang lain. Dia tak ingin peduli pada hal-hal yang tak berguna bagi hidupnya. Hidupnya sudah sangat sempurna. Ia sudah memiliki segalanya. Masa depannya tak perlu lagi ia khawatirkan.             “Aku Ibumu.”             Sampai ia bertemu dengan wanita yang kini duduk didepannya. Hidupnya tak lagi sama seperti dulu. Wanita yang mengganggunya lewat surat-surat tak berguna yang ia kirim, membuat Diana muak dengan ocehan yang wanita itu tulis di dalam suratnya.             Dan kini, wanita itu kembali melontarkan omong kosong yang membuat Diana jengah mendengarnya.             “Percaya ataupun tidak, aku ini benar Ibumu.”             “Ya, kau Ibuku.” Diana menatap wanita dihadapannya jengah. Dia menegakkan duduknya dan tersenyum remeh ke wanita itu. “Wanita yang di kasir itu juga Ibuku, yang sedang jualan di pinggir jalan itu juga Ibuku. Bahkan semua wanita yang ada di dunia ini adalah ibuku. Apa kau mengerti maksudku?”             Wanita itu membalas tatapan jengkel Diana dengan tenang. Ia menyandarkan dirinya di kursi dan menyesap teh hangatnya pelan. Ia menaruh cangkirnya pelan, lalu menyilangkan tangannya di depan dadanya.             “Aku mengerti, sangat mengerti. Cucu keluarga Heliene, siapa yang tidak ingin menjadikannya anak sendiri. Bahkan wanita di luar sana memimpikan mempunyai anak sepertimu. Kau cantik, pintar, seorang penerus, dan juga sangat ramah. Bohong jika wanita di dunia ini tak ingin memiliki nasib yang sama seperti dirimu.”             Diana semakin kesal dengan perkataan wanita itu. Wanita ini sedang merendahkannya atau sedang memujinya. Semua ucapannya terdengar seperti sindiran bagi Diana. Seolah-olah dia adalah anak emas yang hanya bisa berpangku tangan saja. The hell, tak semudah itu Diana mendapatkan ini semua.             “Tetapi, bagaimana jika dunia tau bahwa sebenarnya Diana Eva De Heliene yang mereka puja adalah seorang anak haram?” BRAKK!!!!             “Jaga mulutmu sialan!!!”             Amarah Diana memuncak ketika mendengar perkataan wanita dihadapannya itu. Dia tak suka ketika seseorang secara tak lansung menghina ibunya.             “Dengar, terserah kau mau mengatakan apapun aku tak peduli. Tetapi, jika kau merendahkan ibuku, aku mempunyai hak untuk membersihkan nama baik ibuku dan membereskan orang-orang seperti dirimu di dunia ini. Jadi nyonya, selagi saya masih berbaik hati, lebih baik anda perhatikan ucapan anda, jika anda tak ingin ucapan anda menjadi peluru bagi anda sendiri.”             Wanita itu memandang Diana lalu tertawa keras. Dia semakin keras tertawa membuat Diana semakin marah mendengarnya. Diana menahan dirinya untuk tidak memukul wanita dihadapannya itu. Ia masih tau diri bahwa ia sekarang berada di tempat umum.             “Ya tuhan ini lucu sekali. Anakku sendiri berniat untuk menyingkirkanku demi membela ibu angkatnya.” Wanita itu mengusap airmata yang berada di sudut matanya. Lalu ia membenarkan posisi duduknya dan menyesap teh nya kembali. “Jadi, keluarga Jalang itu sudah mencuci otakmu ya?” BUGH!             Satu bogeman ia berikan kepada wanita itu. Ia tak peduli jika dia berada di tempat umum ataupun ia yang memukul seorang wanita tua sekalipun. Lagi pula, citranya tak selalu tentang dirinya yang baik hati dan ramah bukan?             “Ini peringatan pertama dariku. Jika kau masih mengacau dengan semua omong kosongmu itu, aku tak segan-segan untuk membunuhmu detik itu juga. Dan juga, jangan pernah kau sekali-sekali menampakkan wajahmu dihadapanku. Aku muak melihat hama seperti dirimu.”             Setelah mengatakan itu, Diana pergi meninggalkan wanita tersebut. Ia tak ingin berakhir dengan membunuh wanita itu di tempat umum. Sudah cukup citra buruk yang ia ciptakan hari ini, ia tak ingin menambah masalah lain.             Selepas kepergian Diana, wanita  itu menyeka darah yang ada di sudut bibirnya. Ia merapikan tatanan rambutnya yang agak berantakan lalu ia sesap kembali tehnya.             “Sella, aku bersumpah, kau akan mendapatkan perlakuan yang sama dari anak yang telah kau ambil dariku. bahkan lebih dari ini.”             Wanita itu mengepalkan tangannya erat. Amarahnya membara, rasanya ia ingin membunuh orang untuk melampisakan kemarahannya itu.             “Kau akan membiarkan anak itu pergi? Setelah apa yang kau telah korbankan selama ini?”             Seorang lelaki yang duduk membelakanginya bersuara. Laki-laki tersebut menggunakan pakaian serba hitam. Ia duduk di belakang wanita itu dengan posisi saling membelakangi. Laki-laki itu membalikkan halaman koran yang ia baca.             “Tentu saja tidak. Kau pikir aku akan melepaskan anakku lagi?”             Laki-laki itu masih tetap dengan posisinya. Wanita itu menyesap kembali tehnya.             “Lalu apa rencanamu?” Tanya laki-laki itu.             “Aku pasti akan mendapatkan anakku kembali. Hanya saja aku sudah agak tua untuk berusaha terlalu keras. Jadi, aku akan menunggu.”             Laki-laki itu menghentikan bacaannya. Ia menoleh kebelakang, melihat wanita yang ia pantau sejak tadi kini tengah menyesap teh nya santai. Laki-laki itu memandang sang wanita bingung.             “Dia akan datang sendiri kepadaku. Percaya padaku, anakku mengetahui jalan pulang dengan benar. Jadi, kita tunggu saja dia.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD