Ilyas 1

2724 Words
Ilyas sedang melamun di bengkel peninggalan almarhum ayahnya. Kebetulan jadwal kuliahnya sedang libur, jadi dia bisa mengunjungi bundanya dan Papa Yogi serta kedua adik perempuannya Iyah yang sudah SMP dan Icha, adiknya yang masih balita. Sekarang dia sudah semester 7, sebentar lagi dia akan menyusun skripsinya. Dengan otaknya yang cerdas, dia mampu untuk tamat kurang dari 4 tahun, harapannya dengan magna c*m laude di kampus institut negeri terbaik di negeri ini. Sungguh, dia tak menyangka, ayahnya akan secepat itu meninggalkan mereka. Terkadang dia merasa menyesal, kenapa tak sedari awal bertemu lagi, tak langsung menerima ayahnya seperti Yasa. Dia yang sangat menentang keputusan bundanya untuk kembali pada ayahnya. Sering menginap di rumah Ara, sepupu jauhnya, dengan alasan mau bertanya tentang pelajaran. Padahal, dengan otaknya yang pintar, bundanya tahu pasti itu hanya alasannya saja agar tidak berinteraksi dengan ayahnya. Dia baru bisa menerima kehadiran ayahnya saat sudah SMA kelas 1. Kurang dari setahun sebelum ayahnya akhirnya pergi meninggalkan mereka selamanya. Saat itu hubungan mereka sudah jauh membaik, bahkan ayahnya tak segan sering mengajaknya ke bengkel karena tahu dia juga hobi mengutak-atik mesin. Itulah kenapa dia memilih Jurusan Teknik Mesin di kampus bundanya dulu. Saat ayahnya pergi, dia sungguh shock, beberapa hari mengurung diri di kamar, membuat Yasa dan bundanya jadi panik. Dia yang memang pendiam, agak susah untuk mengutarakan isi hatinya. Makanya dia hanya bisa menangis di sudut kamarnya. Menyesali segala kelakuannya yang tak sedari dulu menerima ayahnya. Menyesal kenapa baru sebentar dia berbaikan dengan ayahnya, bahkan belum sempat dia bilang bahwa sesungguhnya dia juga sayang pada ayahnya. Dia melihat kesungguhan ayahnya, berusaha untuk memperbaiki kesalahannya yang lalu, berusaha untuk kembali dekat dengannya. Aah... umur manusia memang tak ada yang tahu. Kalau saja ia tahu, pastinya dia akan menyampaikan segala rasa sayang dan hormat pada ayahnya. Ayahnya berpesan padanya agar melanjutkan usaha bengkel yang sudah lumayan maju itu. Bengkel itu merupakan sumber penghidupan bagi 7 karyawan dan 1 admin, yang menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Maka dari itu, Ilyas berusaha sebisa mungkin membantu bundanya yang jadi ikut pontang panting mengurus bengkel, di sela waktu kerja dan mengurusi kedua adik kecilnya. Setiap hari Jumat, jika Sabtu tidak ada kegiatan di kampus, Ilyas dan Yasa akan pulang. Apalagi sekarang akses dipermudah karena sudah ada kereta Jakarta - Bandung. Hidupnya fokus hanya pada kuliah dan bengkel. Ilyas belum merasakan ketertarikan pada makhluk yang bernama perempuan, walaupun dia normal tentunya. Entahlah..., dia masih belum bertemu orang yang tepat.  Beda dengan Yasa, yang sudah beberapa kali pacaran. Saat sedang asyik mengutak-atik mobil di bengkel, terdengar suara salam Iyah. "Assalamualaikum Mas Ilyas...." Iyah berlari kecil menuju kakaknya yang bahkan bajunya masih berlumur oli. "Waalaikumusalam..." Ilyas membalik badannya, dan melihat kalau Iyah datang bersama beberapa teman sekelasnya, yang sepertinya beda lagi dari yang sudah-sudah dikenalkan Iyah. Keningnya berkerut melihat penampilan rapih dari adiknya.  "Iyah mau ke mana? Rapih banget, ini kan hari Sabtu. Duuh... Iyaaah jangan nempel-nempel, nanti bajumu kena oli semuaaa." Ilyas kebingungan karena Iyah berusaha memeluknya. "Iih.. Mas Ilyas kok gitu sih. Mas sini deh, aku mau kenalin ama temen-temen sekelas." Terpaksa Ilyas mencuci bersih tangannya karena ditarik paksa adik tercintanya. Tapi seketika keningnya tambah berkerut melihat ada tiga cewek abg sepantaran Iyah yang melihatnya dengan mata berbinar. Dua di antaranya malah sambil cekikikan dan berbisik-bisik genit. Duuuh... amit-amit, semoga Iyah gak ikutan jadi gak jelas kaya gini. "Naah ini abang gue, katanya pingin kenalan." "Oppaaaaa..." Panggil ketiga anak itu serempak. Tuuuh kan, nyari kakeknya lagi. Lagian kenapa pula nyari kakek di bengkel siiih? "Aduuuh... dah dibilang jangan panggil abang gue Oppa... karena..." Belum selesai Iyah berbisik, Ilyas sudah berbicara. "Opanya siapa yang hilang? Kok malah nyari di sini?" Kesalll, benar deh, kenapa sih nih abg gak temannya Iyah, gak maba, kalau lihat aku pasti langsungn manggil opa. Emang tampangku seimut-imut cowok Korea itu? Hiiii... besok-besok lagi aku kudu surving, menghitamkan kulit. Aaah... nasib jadi cowok berkulit putih gini. Walau dah di bengkel teteeep aja ya... tuh abg... "Aaah... oppa tambah imuuut kalau ngambek gitu. Lagian bukan opa temannya oma kok yang kami cari." Jawab abg-abg itu sambil menunjukkan jari telunjuk dan tengah membentuk huruf V. Diiih, Ilyas tampak mengedikkan bahunya. Geli dengan kelakuan teman-teman Iyah yang sudah keberapa kali dikenalkan padanya. "Iyah, mau kerja kelompok di mana? Diantar siapa? Mana Pak Sudi?" Terpaksa Ilyas mengabaikan teman-teman Iyah yang melihatnya sambil meneteskan liur. "Nunggu Mas Yasa kok. Tadi ke sini diantar supirnya Keny. Teman-teman penasaran pingin lihat Mas Ilyas." "Duuh... Mas jadi geli tahu! Kamu sering banget bawa teman-teman yang manggil Mas, oppa?? Tampang Mas emang setua itu ya? Tapi ya syukur deh kalau diantar Yasa." Jadi Yasa juga ikut merasakan apa yang aku rasakan kalau dikelilingi abg kaya gini. "Kalau Mas Ilyas pikir Mas Yasa marah dipanggil oppa, Mas Ilyas salah. Mas Yasa malahan seneng banget kalau nganter Iyah bareng teman-teman. Jadi awet muda katanya." Iyah menarik baju Ilyas dan berbisik di telinga kakaknya itu. Dan benar saja, tak sampai tiga menit terdengar suara Yasa memanggil Iyah. Yang segera saja teman-teman Iyah jadi mupeng kuadrat. "Aaah oppa-nya ada duaaa!!!" Teriak ketiga abg itu bersamaan. "Duuh berisik tahu... ini abang gue satu lagi. Kembaran ama yang cool tadi, yuk buruan cabs..., jatah jam keluar gue terbatas. Tahu ndiri bodyguard gue dua orang ganteng gini." Tarik Iyah ke teman-temannya, yang langsung nurut masuk ke mobil Yasa. "Iyah... nanti Mas Ilyas yang jemput ya, jam lima sudah harus siap! Hati-hati nyetir mobilnya, Sa. Gak usah tebar pesona sama anak abg!" Perintah Ilyas kepada dua adiknya itu. "Siaaap bos!!" Jawab keduanya berbarengan. Jam lima tepat, Ilyas sudah sampai di depan gerbang rumah Keny, teman Iyah. Waah orang kaya toh, ternyata. Rumah mewah, lokasinya saja di sekitar Menteng. Segera diambilnya ponselnya, menelpon si adik mengabarkan dia sudah di depan gerbang. Saat sedang mengamati halaman luas di depan rumah Keny yang asri karena banyak bunga dan tanaman hijau, Ilyas tersentak kaget mendengar suara klakson mobil di belakangnya dan seorang cewek yang berteriak marah padanya. "Heeh... ngapain kamu di situ? Kalau mau parkir jangan di depan pagar rumah orang. Nyusahin orang mau masuk, tahu gak sih?" Suara judes omelan perempuan itu membuat Ilyas membuka kaca helmnya. Sayangnya dia memakai masker agar tak menghirup asap knalpot kendaraan bermotor lain, sehingga wajah tampannya tak terlihat. Dia tak segera memajukan motor sportnya. Ilyas bahkan malah melihat ke arah perempuan itu dengan sebal. Khas orang kaya sombong! Bisanya menghina orang lain, emangnya tidak bisa ya bicara baik-baik minta aku bergeser sedikit? Perempuan cantik itu semakin membabi buta mengklakson Ilyas, memintanya agar segera menyingkir dari depan gerbang. Malas-malasan Ilyas segera bergerak maju dan segera menelpon Iyah. Rusak sudah moodnya di sore hari ini padahal rencananya dia mau ajak Iyah jalan-jalan. Dan Ilyas semakin kaget karena mendapati perempuan cantik di mobil mewah itu - dia mengira itu kakaknya Keny karena wajahnya mirip- mengklakson sekali lagi. Ilyas mengurut dadanya karena kaget dan beristighfar.  Tak berapa lama dia melihat Iyah dan Keny dan dua temannya tadi berlari kecil menghampirinya. Iyah segera mencium punggung tangan kakaknya itu. Ilyas membuka kaca helm full facenya. "Mas Ilyas kok gak bawa mobil? Padahal teman-teman mau pada nebeng." Tanya Iyah manja. "Eeum lagi malas bawa mobil. Lagian biar cepet sampai rumah. Kasian bunda sama papa sudah nungguin kita." Padahal mah sumpah dia kapok kalau harus menyetir bareng teman-teman Iyah. Mereka memaksanya untuk foto dan tak hentinya memanggil oppa. "Eeum.. Bang Ilyas tadi disemprot sama Kak Mawar ya? Maaf ya bang, si kakak lagi sensi kayanya, pms kali." Keny memasang wajah menyesal. Kesal karena kakak pertamanya tadi sempat dia lihat membabi buta mengklakson Ilyas. "Iyaa... gak papa. Sampaikan maaf karena tadi saya juga yang salah parkir di depan gerbang. Habis tadi gak ada pak satpamnya sih. Kami permisi ya. Assalamualaikum..." "Daaah gals... bye... c u on Monday." Iyah berpamitan pada ketiga temannya. ~~~ "Mas Ilyas..." Panggil Dul, salah satu karyawan kepercayaan ayahnya dari dulu. "Euum..." Ilyas masih asik mencuci tangannya. Besok bengkel akan libur karena hari besar keagamaan. Jadi hari ini dia rencana tutup bengkel lebih cepat. Mau istirahat, lagipula bunda, papa dan adik-adiknya semua sudah menunggu di rumah. "Ituuu... ada pelanggan bawa motornya. Piye ya Mas? Kita sudah mau tutup, tapi yang punya motor kasihan banget mas kalau ditolak. Bocahe ayu, adem kalau lihat dia. Coba Mas Ilyas lihat dulu kondisi motornya. Karena kan besok kita libur, jadi baru bisa dikerjakan lusa." Ilyas bergegas menuju area yang dimaksud. Dilihatnya karyawannya sudah beberes mau pulang. Dia sendiri juga sudah bersiap. Tapi saat melihat seorang gadis memakai kerudung berwarna hijau pupus, dengan wajah terlihat lelah dan tampak putus asa menunggui motor maticnya, dia merasa tak tega. "Assalamualaikum... maaf, mbak yang punya motor matic ini?" "Waalaikumusalam... iyaa Mas. Tapi sudah tutup ya bengkelnya? Besok juga katanya mau libur? Duuh padahal saya perlu banget buat besok siang saya pakai. Bisa minta tolong ya mas untuk diperbaiki?" Senyum tercetak di wajah lelah gadis manis itu. Tampak sedikit dipaksakan sih.  Sesaat Ilyas merasa tersihir. Baru kali ini dia merasa sungguh terpesona oleh senyuman seorang gadis. Dia memang menghindari pacaran, takut akan menyakiti perempuan itu, tak mau kejadian yang menimpa bundanya kena ke orang lain. Makanya dia memutuskan hanya akan taaruf dengan perempuan yang dia yakin akan menikah dengannya. "Coba saya lihat dulu ya mbak, semoga saja gampang jadi Insya Allah bisa selesai besok." Dan perempuan manis berkerudung itu tersenyum. Membuat Ilyas tanpa sadar juga ikut tersenyum. Senyuman yang sungguh manis, batinnya. Kejadian itu tentu saja tak luput diperhatikan oleh beberapa karyawannya yang belum pulang. Merasa aneh karena tumben bos kecil mereka bisa ngobrol tanpa sungkan dengan perempuan selain keluarganya. Ilyas mengecek sebentar motor itu. Sebenarnya sih cuma perlu ganti aki saja. Penyakit motor matic jika jarang dipakai dan dipanaskan. Tapi dia tentu ada maksud lain sehingga menunda perbaikan itu. "Mmm... Insya Allah, besok bisa jadi mbak." Kata Ilyas. "Bos besok kita libur loh, kita udah janjian mau jalan-jalan sama keluarga nih." Dul, langsung protes mendengar keputusan bos kecilnya. "Gak papa, besok biar aku saja yang kerjain. Mumpung lagi free juga. Mbak tolong isi formulir dulu ya, saya bawa motornya ke dalam dulu." Dan Ilyas memaksa Eti untuk kembali ke meja kerjanya, sambil berdehem, berharap Eti bisa mengerti kodenya dan bekerja sama. Untunglah malah Dul yang paham, dan segera mempersilahkan gadis manis itu untuk mengisi formulir. "Bang Dul, tolong diberi minum ya si embak. Kasihan tadi ndorong motor ya mbak?" Perintah Ilyas sok perhatian. Dul mengangguk dan segera mengambil minuman dingin dari kulkas yang tersedia. "Maaf mas, tidak usah, terima kasih. Saya sedang puasa." Ilyas tersenyum kecil. Gadis itu mengingatkannya pada bundanya dan Tante Rara, yang juga rajin berpuasa, panutannya dalam mencari istri. Keduanya sempurna di mata Ilyas, walau tentu saja sesungguhnya tak ada manusia yang sempurna. Aah... semogaa... Belum sempat Ilyas mendorong motor matic itu, terdengar bunyi klakson yang mengagetkannya. Semua yang ada di situ ternyata juga sama-sama kaget. Lebih kaget lagi saat melihat ada sebuah kaki jenjang, putih mulus keluar dari arah pintu kemudi. Memakai heels tinggi, baju terusan di atas lutut warna coklat muda, rambut dicat kecoklatan, kulit putih mulus, wajah cantik rupawan. Tentu saja pesona gadis itu langsung menyihir semua yang ada di situ, bahkan termasuk si gadis manis berkerudung. Tidak semua sih, karena ada satu orang yang langsung melengos begitu melihat siapa yang datang. Hobi kok nglakson, bikin kaget orang aja!  Ilyas dengan santai tetap membawa motor matic itu ke dalam ruko, biarlah anak-anak yang mengurus, pikirnya. "Ini benar bengkel Surya?" Suara tegas namun lembut terdengar dari bibir seksi bergincu merah milik si gadis. Yang lain hanya bisa mengangguk. Untunglah Dul tak sampai ileran walau sempat terbengong. "Saya mau ketemu pemiliknya, bisa?" Gadis kaya itu berdiri dengan posisi angkuh, walaupun dia tak niat untuk begitu, tapi memang 'penampakan' dirinya terkesan angkuh dan sombong. "Bang Dul, lap dulu tuh ilernya." Ilyas datang dan melemparkan sebungkus tisu kepada Dul. "Gak ada iih bos, malu-maluin saya aja. Nurunin nilai pasar nih." Jawab Dul sewot. "Ada apa mencari saya?" Gadis cantik itu menoleh ke sumber suara, dan menelan ludahnya perlahan. Benar kata adiknya, ada cowok super ganteng di bengkel ini. Sial si Keny mah gak bilang dari dulu kakak temannya cogan gini. Mencoba menggunakan pesonanya, gadis itu berkata dengan pelan, "Saya dapat rekomendasi bengkel Surya ini dari salah seorang kenalan. Kayanya mobil saya bermasalah deh. Ada bunyi-bunyi gimana gitu. Bisa tolong dicek?" "Eumm... maaf bu, hari ini kami sudah tutup. Dan besok libur nasional juga bengkel kami tutup. Jadi mohon kembali lagi lusa saja. Agar langsung bisa dikerjakan bu." Jawab Ilyas. Dia masih merasa kesal pada gadis cantik di depannya ini. Pastinya si gadis cantik itu tak tahu bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya. "Tapi... ini masih pada di bengkel. Tuh masih pada belum pulang kan?" Gadis cantik itu ngotot. "Kalau ibu mau dikerjakan sama anak-anak silakan tunggu, tapi saya akan pulang karena saya ada keperluan." Ilyas menjawab sambil tersenyum, terpaksa. Dul yang sudah siap berdiri jadi duduk lagi. Masih hendak mendebat, tapi gadis cantik itu berubah pikiran. Dia harus terlihat manis di depan cowok super ganteng yang sok cool di depannya ini. "Baiklah Mas, kalau begitu saya kembali lagi lusa. Anyway, jangan panggil saya ibu, saya masih muda kok." Dan gadis cantik itu segera masuk mobilnya. Segera menghidupkan mobil SUV putih dan pergi dari situ dengan senyum misterius. Tak lama semua karyawan bengkel juga berpamitan pulang. Sebagai orang terakhir yang menutup ruko, Ilyas tampak heran melihat si gadis berkerudung itu masih berdiri di depan rukonya, kepalanya celingak celinguk seperti mencari sesuatu. Sesekali melihat ke jam tangannya.  Ilyas tampak ragu mendekati gadis itu. "Belum pulang mbak? Nunggu apa?" "Euumm ini ponsel saya mati, lowbatt. Rencana pulang pakai ojol tapi kan jadi gak bisa. Mau pakai taksi saja, tapi dari tadi penuh." Jawab si gadis sambil menunduk, menekuri jalanan yang tampak mulai sedikit gelap. "Mau pakai ponsel saya?" "Boleh???" Jawab si gadis antusias, tak menyangka cowok ganteng di depannya ternyata peduli padanya. "Boleh. Kenapa tidak?" Ilyas segera memberikan ponsel pintarnya. Tapi tetiba ada bohlam di otaknya, yang bersinar cemerlang. "Eeh tapi euumm...memangnya mbak pulang ke arah mana?" "Saya tinggal di daerah ..." dan si gadis manis itu menyebutkan nama jalan. Tak begitu jauh dari bengkel, sekira 20 menit. Hanya saja rutenya tak sejalan ke arah rumahnya tapi... "Saya antar saja ya, kebetulan saya ada keperluan di dekat situ." Padahal tidak ada sama sekali. Duuh, terpaksa ntar harus beli martabak langganan bunda yang terkenal enak di dekat situ, jadi aku gak bohong. Dosa euy! Si gadis tampak meragu, tapi Ilyas segera menyodorkan helm pink berstiker Hello Kitty milik Iyah. "Helm punya adik saya, makanya girlie gitu." Tutur Ilyas melihat kening gadis itu berkerut saat menerima helm. Si gadis tampak kikuk saat naik ke motor sport Ilyas yang cukup tinggi untuk ukuran badannya yang tergolong imut. "Pegangan saya sebentar gak papa kok mbak, kalau takut jatuh." Sekalian modus deh. Mau tak mau si gadis memegang pundak Ilyas untuk bisa naik ke atas motor sport itu. Halaman ruko dibuat bersisi miring, lebih tinggi dari jalan raya. Saat akan bergerak menuju jalan raya, mendadak ada motor lewat dengan ngebutnya, membuat Ilyas mengerem mendadak sehingga penumpang di belakangnya membentur punggungnya pelan. "Astagfirullah..." Keduanya beristighfar berbarengan. Si gadis murni istighfar. Sedangkan Ilyas, beristighfar dua kali karena merasakan seperti benda kenyal menempel ke punggungnya walau hanya beberapa detik saja. Ya Tuhan... apa itu?? Duuh ampuni hamba.. Bunda gimanaaaa ini? Ilyas langsung tak henti beristighfar dalam hati. Mengusir segala pikiran kotor yang sempat lewat. "Eeumm.. mbak.." Sambil berjalan pelan, Ilyas mencoba berbicara pada penumpang di belakangnya itu. "Ya... kenapa?" "Itu... pegangan pinggir jaket saya saja biar lebih aman. Sama, maaf, kalau bisa tas ransel yang mbak bawa tolong taruh di tengah-tengah ya. Saya takut gak konsen bawa motornya." Ilyas bingung, kikuk harus berkata jujur. Tapi dia tak mau menambah dosa. "Eeh iyaaa Mas... maaf." Segera si gadis meletakkan tas ransel di tengah dengan muka merah menahan malu. Sepanjang jalan menuju alamat yang diberikan si gadis tadi, Ilyas tersenyum bahagia. Bunda, kurasa ku telah jatuh cinta...   Bahkan dia bersenandung kecil, bahagia. Di suatu rumah mewah juga ada seorang gadis cantik yang berpikir sama dengan Ilyas. Gue suka cowok itu! He should be mine! Akan kubuat dia jatuh cinta ama gue. Tapi gadis manis berkerudung itu, tidak - atau belum - merasakan apa-apa. Entahlah. Tak ada yang tahu masa depan. Ilyas tak tahu siapa sebenarnya gadis manis berkerudung yang dia jatuh hati. Bahkan dia juga tak tahu hubungan gadis itu dengan perempuan perusak rumah tangga orang tuanya. Belum tahu. Yang dia tahu, dia berharap telah menemukan pelabuhan hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD