MCKR 2 – Pertemuan

1115 Kata
Setelah dari ruangan kepala sekolah, Haura langsung diantarkan oleh salah satu guru ke kelasnya. Ayahnya masih berada di ruangan kepsek sedang membicarakan apa dengan kepala sekolahnya. beliau juga sudah mengatakan kepada anaknya tersebut bahwa setelah selesai, beliau akan melanjutkan perjalanan ke kantor.   “Nah, ini dia, kelas kamu. Kebetulan ibu juga mengajar di kelas ini, ayo kita sama-sama masuk?” ajak guru tersebut.   Namanya Bu Nur. Guru Bahasa Indonesia yang sangat baik hati dan sangat ramah kepada semua murid-muridnya, semua muridnya pun menyayanginya. Bahkan, tak jarang Bu Nur mendapatkan penghargaan sebagai guru paling perhatian seantereo sekolah tersebut.   Haura membiarkan Bu Nur untuk masuk terlebih dahulu. Syahla seketika ragu. Tangannya bahkan sudah gemetar dan dingin. Sesuatu kembali dirasakannya. Tubuhnya seketika kaku. Dia merasa takut.   “Eh, Afwan …” kata seseorang yang tidak sengaja menabraknya.   Haura pun menoleh dan langsung mendapati seorang laki-laki yang membawa sebuah peta berukuran besar yang menutupi penglihatannya.   Haura tidak mengerti apa yang dimaksud oleh laki-laki tersebut. Namun, dia sadar kalau dia mengenali wajah itu. Wajah tampan yang beberapa waktu lalu sempat mencuri perhatiannya. Melihat Haura yang hanya menatapnya dengan tatapan bingung laki-laki itu pun berkata lagi.   “Maaf, saya nggak sengaja tabrak kamu.” Katanya.   “Eh, iya. Nggakpapa.” Kata Haura.   Laki-laki tersebut pun melanjutkan perjalannya, Haura pun mengamati punggung itu dari belakang, senyumnya mengembang seketika.   “Haura!” panggil Bu Nur dari dalam kelas.   “Eh, iya, Bu?” Haura sesaat tersadar lalu masuk ke dalam kelasnya.   “Anak-anak, dia adalah teman baru kalian. Sekarang kamu kenalkan diri kamu dulu sendiri ya?” kata Bu Nur.   Haura mengangguk.   Haura pun menghadap ke depan. Semua siswa dan siswi yang ada di dalam kelasnya langsung memusatkan perhatiannya.   “Halo, teman-teman semua. Perkenalkan nama saya Haura Mumtaaz Aqiela. Kalian bisa panggil saya Haura.” Kata Haura.   “Hai, Haura!” seru semuanya dengan kompak.   Haura tersenyum kepada semuanya sambil menganggukkan kepala sebentar. Lalu, Haura pun langsung menoleh ke arah Bu Nur.   “Ibu harap kalian bisa berteman baik ya sama Haura. Haura kalau ada yang nakal sama kamu bilang ibu ya?” kata Bu Nur.   Haura terkekeh dan mengangguk, “Baik, Bu.” Kata Haura.   Bu Nur tersenyum, “Kamu duduk di sana ya di samping jendela barisan kedua.” Kata Bu Nur.   Haura pun mencari tempat yang dimaksud oleh gurunya tersebut. Lalu menganggukkan kepalanya, “Terima kasih, Bu.” Kata Haura.   “Sama-sama.” Kata Bu Nur.   Haura pun duduk di tempat yang ditunjuk oleh Bu Nur.   “Indah.” Kata teman sebangku Haura sambil menyodorkan tangan. Haura pun langsung menjabat tangan tersebut. Indah adalah teman pertamanya di sekolah barunya tersebut.   “Haura.” Kata Haura.   *** Istirahat pun datang. Indah mengajak Haura untuk pergi ke kantin dan karena Haura lapar sehingga Haura pun menyetujuinya padahal dia sudah membawa kotak bekal dari ibunya. Dia ingin mengenal situasi sekolahnya, kalau dia memakan kotak bekal itu, dia harus menunda berkeliling sekolah menjadi besok.   “Kita makan dulu ya, nanti kalau udah makan di kantin, gue ajak lo jalan-jalan.” Kata Indah.   “Oke.” Jawab Haura.   Mereka pun duduk di bangku paling pojok. Kini banyak sekali mata yang memandang ke arah Haura yang cantik dan terlihat sekali anak barunya.   “Lo mau pesen apa? Gue pesenin aja ya? Lo jagain meja.” Kata Indah.   “Oke.” Jawab Haura lagi.   “Lo mau pesen apa?” tanya Indah.   Haura mengusuri pedagang yang ada di kanton tersebut, “Gue somay aja.” Kata Haura.   “Berapa?” tanya Indah.   “Sorry, biasanya lo beli kalo beli berapa ya?” tanya Haura.   Indah tertawa mendengar apa yang dikatakn oleh Haura tersebut.   “Gue biasa beli sepuluh ribu, soalnya kalo goceng terlalu sedikit.” Kata Indah.   “Oh, yaudah gue ikutan deh kalo gitu.” Kata Haura sambil nyengir lebar.   “Minumnya?” tanya Indah.   “Apa ya?” kata Haura yang bingung.   “Di Bang Jawa, ada teh, milo, sama jeruk.” Kata Indah.   “Jeruk aja.” Kata Haura.   “Oke.” Kata Indah.   Haura pun memberikan uang dua puluh ribu kepada Indah. Indahpun menerimanya dan langsung berjalan ke tukang somay.   Setelah Indah pergi, Haura pun langsung mengambil ponselnya dari saku bajunya, dia tidak mau terlihat aneh dengan bengong sana sini.   Tak lama kemudian, Indah pun datang denganw ajah berbinar. Haurapun menyambutnya dengan gembira, namun kegembiraan di mata Haura kini hanya sebentar saja. Sebab, dia melihat seseorang yang sepertinya dikenalinya.   Loh, diakan ….- batin Haura.   Haura menatap seorang siswi berkerudung yang kini tengah terkejut melihat dirinya. Namun, belum sempat Haura mengucapkan sesuatu, siswi tersebut sudah pergi dari hadapan Haura.   “Heiii …” panggil Indah sambil menggoyang-goyangkan tangannya di hadapan Haura.   “Eh, Ndah.” Kata Haura yang tersadar.   “Lo lagi liatin apa sih?” tanya Indah.   “Oh, nggak. Gue lagi liatin itu aja yang jualan nasi goreng, kayaknya rame banget ya?” kata Haura.   Indah terkekeh, dia mengira ada yang salah dari Haura, tau-taunya teman barunya itu hanya sedang mengamati penjual nasi goreng yang memang selalu ramai didatangi oleh teman-teman sekolahnya.   “Iya, emang nasi goreng itu nggak pernah sepi, Ra. Kalau mau beli itu harus antre.” Kata Indah.   “Kayaknya, gue harus cobain deh kayaknya enak.” Kata Haura.   “Besok sebelum istirahat udah ke sini berarti.” Kata Indah.   Haura pun mengangguk.   Haura terus menanggapi ucapan Indah sambil tertawa meski di kepalanya kini dia teringat pada siswi yang dia lihatnya tadi.   Haura sangat mengenal gadis tadi. Namanya Samantha salah satu teman kelasnya di sekolah lamanya yang sangat dia kenal.   “Ndah … mau tanya dong.” Kata Haura.   “Mau tanya apa, Ra?” tanya Indah.   Haura pun menatap Indah. Dia merasa tidak tahu apakah dirinya boleh menanyakannya kepada Indah atau tidak. Namun, dia sangat penasaran. Dia berharap apa yang dilihatnya hanyalah ilusi mengingat Haura memang sering berilusi beberapa waktu belakangan ini.   “Di sekolah ini tuh kira-kira ada yang namanya Samantha gak si?” tanya Haura.   “Samantha?” tanya Indah.   Haura menganggukkan kepalanya.   “Samantha …” kata Indah yang mulai memutar otaknya. “Oh, ada. Tapi dia kakak kelas, Ra. Lo kenal sama Kak Samantha?” tanyanya.   “Eh, nggak juga sih. Iseng aja sih, tadi dengar ada yang nyebut-nyebut nama dia.” Kata Haura asal bicara.   “Oh, iya. Emang Kak Samantha itu anak femes, Ra.” Kata Indah.   “Femes?” tanya Haura. “Femes gimana?” tanya Haura.   Belum sempat Indah menjawab, bel masuk pun berbunyi dengan sangat nyaring.   “Yahhh… masuk.” Kata Indah.   Haura menghela nafas karena dia belum selesai mendapatkan jawaban dari Indah.   “Ayo, Ra, kita ke kelas. Maaf ya gak bisa ngajak keliling. Nanti aja ya, istirahat kedua?” kata Indah.   “Oke.” Kata Aulia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN