2. Malam Petaka

1048 Kata
Nada 2. Malam Petaka Nada berpapasan dengan Azzam yang memasuki restoran tempatnya bekerja, tak seperti ketiga temannya yang berasal dari kalangan berada Nada berasal dari kalangan bawah. Nada hanya seorang yatim piatu yang bahkan tak tahu siapa kedua orang tuanya. Nada harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya dengan bekerja paruh waktu di sebuah restoran terkenal. Meski Nada hanya seorang gadis miskin, ketiga temannya tak pernah menghinanya karena Nada seorang gadis yang penuh semangat dan tak pernah mengeluhkan kehidupannya. Nada juga menolak belas kasihan dari ketiga temannya walau dia tak mampu. Ini bukan pertemuan pertamanya dengan Azzam di tempat ini karena Azzam sering datang untuk bertemu klien di restoran ini. Azzam juga tahu kalau Nada bekerja di tempat ini karena itu karena itu dia langsung tersenyum saat melihat Nada di tempat ini dan menyapanya dengan ramah. “Kamu masuk malam, Nad?” “Iya, Kak. Kakak ada meeting?” Nada hanya tersenyum ramah dan sedikit berbasa basi Azzam sekedarnya karena dia tak mau ditegur atasannya karena mengobrol dengan tamu saat bekerja. Azzam mengangguk kemudian dia meminta Nada mengantarnya menuju meja yang sudah diresevasinya. Sudah ada dua orang yang menunggunya di sana, Azzam menyapa mereka ramah dan duduk bersama mereka. Nada segera kembali ke tempatnya setelah berpamitan pada Azzam, senyum merekah di bibir indah Nada saat berjalan memasuki area dapur. Kehadiran Azzam di tempat ini memang cukup menaikkan moodnya setelah sebelumnya merasa badmood karena ada seorang pengunjung memarahinya karena menumpahkan minuman ke gaunnya. Padahal itu bukan sepenuhnya salah Nada karena pengunjung itu yang menabraknya. “Wah, kayaknya sudah gak badmood lagi,” goda Rafael, rekannya sesame pelayan yang melihatnya mulai senyum-senyum. “Iya, dapat mood booster tadi,” jawab Nada di antara senyumnya. “Pasti cowok itu, kan?” tebal Rafael, cowok itu tertawa karena merasa tebakannya benar. Rafael tahu Nada menyukai Azzam karena setiap cowok itu datang, gadis itu tak bisa melepaskan tatapannya dari Azzam meski hal itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. “Mengapa kamu tidak mencoba mendekati dia saja, Nad. Siapa tahu dia juga suka sama kamu,” Rafael terkekeh. Nada melotot pada cowok yang diam-diam menyukainya tapi Nada tak mengetahuinya karena Rafael terlalu rapat menutupi perasaannya pada Nada. Dia tak ingin Nada merasa tak nyaman bersamanya kalau Nada tahu perasaannya. “Gak mungkin, Zam. Dia sudah punya calon istri dan calon istrinya sahabat aku,” Nada tersenyum ringan. Ya, Nada selalu merasa lebih baik begini, mengagumi Azzam diam-diam tanpa harus memilikinya. Lagipula perbedaan dia dan Azzam sangat jauh, dia seperti pungguk yang merindukan bulan. Azzam adalah seorang raja, dia memiliki kerajaan bisnis yang cukup besar sedang dia hanyalah seorang pelayan. “Ya, siapa tahu, And. Pokoknya selama janur kuning belum melengkung, kamu masih punya kesempatan,” Rafael tertawa, sesungguhnya dia juga sedang menyemangati dirinya sendiri untuk berani mengungkap perasaannya. “Haha, aku tidak mau menikung sahabatku sendiri, El. Aku justru ingin melihat mereka bahagia,” Nada tersenyum kecut, “Aku ke toilet dulu, El.” Nada segera beranjak dari tempatnya berdiri, sebenarnya dia tidak benar-benar ingin ke toilet, itu alasannya saja untuk menghindari pembicaraan tentang perasaannya pada Azzam. Nada tak ingin Rafael mengaduk-aduk perasaannya dan membuatnya makin merasa bersalah pada Nadhifa. Nada berjalan cepat keluar dari dapur menuju toilet yang berada tak jauh dari dapur, bukan untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan toilet tapi dia ingin menenangkan diri karena debaran di jantungnya tak juga normal sejak bertemu Azzam tadi. Langkah Nada segera terhenti saat dia mendengar ada suara seorang laki-laki yang menyebut-nyebut nama Azzam. Wajah Nada langsung memucat saat mengetahui kalau orang yang tengah berbicara di telepon itu berniat untuk menjebak Azzam. Dia bahkan sudah mencampurkan obat ke dalam minuman Azzam. Nada langsung merasakan jantungnya berdegup dengan cepat. Dia merasa harus segera bertindak untuk menyelamatkan Azzam tapi dia ingin mendengar informasi sebanyak sebelum bertindak.eponnya “Kamu di mana sekarang?” “.......” hening, Nada tak mendengar suara apapun, mungkin seseorang tengah berbicara di ujung tel “Kalau begitu bersiaplah, Azzam hampir meminum minumannya jadi sebentar lagi obatnya akan segera bereaksi,” “.....” “Kamar satu kosong tiga tiga, nanti akan ada pelayan yang mengantarnya ke sana, Ingat jangan sampai keliru dan jangan sampai gagal! Aku sudah membayarmu mahal untuk itu!” nada suara itu terdengar begitu dingin dan mengintimidasi. Sepertinya laki-laki itu sudah menutup panggilannya karena setelah itu tak terdengar suara apapun. Nada segera bergegas untuk pergi dari tempat itu dengan d**a berdebar karena tak mau ketahuan si pemilik suara. Nada berjalan cepat, dia harus secepatnya ke meja Azzam untuk mencegah laki-laki yang dicintainya itu meminum minumannya. Sayangnya tepat di depan toilet, seseorang menubruknya membuatnya hampir jatuh. Nada mencoba mengabaikan orang itu tapi orang itu segera mencekal tangannya dan mencegahnya bergerak. Laki-laki itu menatap Nada dengan tatapan curiga, sepertinya dia takut Nada mendengar pembicaraannya di telepon. Nada segera mengenali laki-laki itu sebagai salah satu klien Azzam. Nada tersenyum untuk menghilangkan kecurigaan orang itu kalau dia sudah mendengar pembicaraannya. “Kamu tidak apa-apa? Apa kamu sudah lama di sini” mendengar suara itu, Nada langsung curiga kalau orang yang berdiri di depannya adalah orang yang tadi berbicara di toilet dan hendak menjebak Azzam karena suaranya sama. “Terima kasih sudah menolong saya, kalau tidak ada anda mungkin saya sudah jatuh,” Nada mencoba bersikap ramah meski sebenarnya dia merasa geram pada laki-laki itu. “Maaf, saya harus kembali bekerja,” Nada melepaskan tangan orang itu yang masih mencengkeram tangannya dengan sopan. Laki-laki itu masih menatap Nada curiga tapi dia tetap melepaskan tangannya dan membiarkan Nada berlalu dari tempat itu. Nada segera berjalan cepat ke arah meja Azzam dan berhenti beberapa meter dari sana untuk mencari keberadaan Azzam. Nada bersyukur laki-laki itu ada di sana dan sepertinya baik-baik saja. Nada berharap semoga Azzam benar-benar tak meminum minuman yang mengandung obat laknat itu. “Nad, ngapain kamu di sini?” suara Rafael mengejutkannya. “Kamu membuatku terkejut, El!” pekik Nada sambil memegang dadanya, mulutnya mengerucut sambil menatap kesal pada Rafael. “Habisnya tadi bilangnya ke toilet gak taunya malah berdiri di sini. Pasti karena cowok itu, ya?” Rafael terkekeh melihat reaksi Nada yang menurutnya terlalu berlebihan. “Kalau kamu memang cinta dia, seperti saranku tadi kejar dia, Nad.” Nada hanya mencebikkan wajahnya mendengar ucapan Rafael, dia kembali mengarahkan tatapannya pada pada Azzam tapi Nada merasa jantungnya berhenti berdetak saat Azzam tak lagi di tempatnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN