Tie Dye

1030 Kata
Archie segera menghubungi Adity. Wanita itu segera mengangkat telepon darinya. "Iya, Tuan Archie. Saya baru selesai melakukan pencarian di bank tempat Nona Freya bekerja. Nona Freya tidak ada." Adity segera melaporkan hasil pencariannya. Karena menganggap bahwa Archie menelepon untuk menanyakan hal itu. "Iya, Adity," jawab Archie. "Aku baru saja dapet laporan bahwa saat ini Freya sudah pulang. Tolong segera ke sana ya. Kamu lakukan tugas kamu seperti biasanya." "Ah, syukur lah kalau begitu. Baik, saya akan segera ke sana untuk menemui Nona Freya." "Seperti biasa, tolong laporan secara berkala, ya. Dan tolong jangan bahas apa pun tentang aku. Kecuali kalau dia tanya." "Baik, Pak. Akan saya lakukan." Setelah menutup telepon, Archie segera meletakkan ponsel itu kembali ke atas meja. Tak apa ia harus menahan rindu sebentar lagi. Yang penting Freya sudah jelas berada dalam keadaan yang baik dan di tempat yang aman. Kini Archie bisa kembali konsentrasi bekerja lagi. *** Adity langsung menuju ke parkiran, kembali ke mobilnya. Wanita itu menancap gas pergi dari area bank. Ia memasang kecepatan cukup tinggi, supaya bisa segera sampai di rumah Freya. Ketika sampai, seperti biasa penjaga gerbang segera membukakan pintu. Ia lalu memarkir mobil itu pada sisa tempat di garasi. Ketika ia akhirnya masuk rumah, ia disambut hangat oleh Fera dan Roni. "Freya sudah pulang, Nak Adity. Dia ada di kamar." Fera segera memberi tahu keberadaan Freya. Adity segera tersenyum kemudian membungkuk sopan. "Terima kasih, Bu Fera, dan Pak Roni. Saya akan langsung ke atas kalau begitu." "Iya, Nak Adity. Hati - hati." Adity tersenyum dan membungkuk sekali lagi. Ia bergegas naik ke lantai dua untuk menemui Freya di kamarnya. Adity mengetuk pintu kamar Freya. "Siapa?" Freya bertanya dari dalam. "Ini saya, Nona. Adity." Freya tak langsung menjawab. Ada jeda sebentar. Ia sedang bertanya - tanya. Dari mana Adity tahu bahwa ia sudah pulang. "Ya udah, masuk sini." Adity pun segera masuk. Adity sebenarnya heran melihat Freya yang sedang berbaring santai di atas ranjang. Heran karena Freya mengenakan pakaian yang lain dari biasanya. Biasanya meski hanya di rumah, penampilan Freya selalu glamor dengan pakaian mahal bermerknya. Tapi kali ini? Freya hanya mengenakan stelan seratus ribuan. Adity tahu karena ia juga punya stelan seperti itu di rumah. Mengingat saat ini sedang trend stelan dengan motif tie dye seperti itu. "Apa kabar, Nona?" Adity seperti biasa bertanya dengan ramah dan penuh perhatian. "Baik, Adity. Tapi kok kamu tahu sih aku udah pulang? Gercep amat. Aku baru sampai rumah, eh, kamu udah nyelonong Dateng aja." "Ya, tentu saja saya tahu, Nona. Seseorang memberi tahu saya." Adity hanya menjawab demikian. Sesuai dengan pesan Archie. Ia tidak boleh membahas lelaki itu di depan Freya untuk sementara waktu. "Pasti Archie, kan? Dia pasti ngirim seseorang buat ngikutin aku, kan?" Oh, ternyata malah Freya sendiri yang langsung membuka percakapan tentang bahasan Archie. Adity pun segera mengangguk. Sesuai pesan Archie, ia tidak boleh membahas lelaki itu sementara, kecuali Freya duluan yang membahas. Sementara saat ini jantung Freya di dalam dadanya sana, sedang dag - dig - dug tak keruan. Karena ia takut saat di rumah Athar pun ia diawasi. Tapi semoga saja tidak sih. "Emang dasar si Archie itu, ya. Posesif amat jadi manusia. Padahal semalam aku kabur itu karena salah dia sendiri." Freya malah berakhir melakukan sesi curhat. Adity hanya menanggapi dengan senyuman. Tiba - tiba pintu kembali diketuk. "Siapa?" tanya Freya segera. "Ini Ibuk, Nak. Ada paket." Freya nampak antusias. Ia segera bangkit dari posisi berbaringnya. Ia seakan melompat dari atas ranjang, saking ingin segera membukakan pintu untuk ibunya. Nyatanya Freya tidak antuasias karena Fera yang datang. Hanya karena sesuatu dalam paket itu yang membuatnya girang setengah mati. Ia segera mengambil paket itu dari tangan Freya. "Makasih ya." Freya mengucapkan terima kasih dengan singkat. Kemudian ia segera menutup pintu kembali. Tidak memberi kesempatan pada ibunya sendiri untuk bertanya atau pun menjawab ucapan terima kasihnya. Adity menunduk. Sebenarnya ia tidak suka dengan sikap Freya yang suka semena - mena dengan kedua orang tuanya. Tapi Adity tidak punya kuasa untuk memperbaiki perilaku Freya terhadap orang tuanya. "Apa itu, Nona Freya?" tanya Adity kemudian. Freya saat ini telah kembali duduk di atas ranjang. "We ' ll see." Freya tersenyum cerah membuka paketan berbentuk balok pipih di hadapannya. Ternyata paket itu berisi ponsel. Freya telah memberi ponsel baru melalui pasar online. "Hp aku masih sama Archie, Adity. Nah aku gabut banget hidup tanpa hp. Makanya beli baru aja. Biar deh nomor aku yang lama. Lagian password bank dan lain - lain nggak aku simpan di sana. Aku simpan di otak aja." Freya terkikik sendiri. Sebenernya ia tadi sudah membeli ponsel ini melalui laptop Athar di apartemen tadi. Untung saja ia sering melakukan transaksi, sehingga password internet banking selalu ia ingat di mana pun berada. "Adity, nanti kalau laporan sama Archie, bilang ke dia, kalau mau ketemu sama Freya, dia harus punya hadiah yang nggak ternilai harganya. Baru Freya mau ketemu." Freya memberi ultimatum pada Archie melalui Adity. "Wah ... baik - baik, Nona. Nanti akan saya sampaikan." Adity terkikik. Sebenarnya ia agak kikuk juga menyampaikan hal itu. Tapi ini sudah menjadi risiko dari pekerjaannya. Freya tersenyum penuh arti. Ia sudah memikirkan apa yang harus ia minta dari Archie. Yang jelas permintaan itu akan sangat menguntungkan dirinya. Tentu saja. Niat awal Freya mendekati Archie memang untuk meraup keuntungan, bukan? Freya membayangkan kira - kira bagaimana reaksi Archie saat tahu apa yang diminta oleh Freya tadi. Lelaki itu pasti akan naik pitam. Dan pasti akan tidak setuju. Tapi Freya sudah siap sedia untuk mengancam. Dan mau tak mau, Archie harus menuruti keinginannya. Tak apa lah Freya licik. Hitung - hitung sedikit menebus rasa sakit hati Freya padanya. *** Lelaki tinggi besar bernama Wardhana Dharma itu sedang tertawa mendengar laporan dari orang suruhannya. "Astaga ... jadi benar telah terjadi cinta segi tiga di antara dua bersaudara Virendra dan wanita yang ternyata adalah kupu - kupu malam itu?" Wardhana Dharma masih terus tertawa. "Archie tidak tahu bahwa semalam kekasihnya telah tidur bersama adiknya sendiri. Malang sekali nasib si Archie itu. Ini semakin menarik. Kira - kira bagaimana nanti saat Archie tahu bahwa kekasihnya adalah seorang wanita penghibur. Wah ... Archie pasti akan sangat terpukul dan seketika merasa jijik pada wanita itu." Wardhana Dharma tertawa sekali lagi. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN