4. Tampan dan dingin

2016 Kata
Kiran diam-diam berbicara pada dirinya sendiri, 'Dia sangat tampan.' Sulit untuknya mengalihkan pandangan setelah matanya mendarat pada wajah tampan itu. Kiran merasa agak tidak sopan. "Aku akan menyiapkan sopir pribadi untukmu." Richie berkata tiba-tiba. "Kenapa?" jawab Kiran tanpa sadar. Sejak tadi dia memerhatikan bagaimana anggunnya cara Richie memegang sendok dan garpu. Pada saat lelaki itu mengunyah, bibirnya bergerak pelan, makanan yang masuk ke dalam mulutnya juga tidak dalam suapan besar. Inikah yang disebut tata krama di meja makan bagi orang kaya? Kiran terlalu terpana dengan cara makan Richie, sehingga dia kaget saat lelaki itu tiba-tiba berkata seperti itu. "Maksudku, kenapa kamu menyiapkan sopir untukku? Aku terbiasa pergi naik bus atau berjalan kaki." Kiran menjelaskan. "William berkata bahwa kamu masih menjadi guru les privat. Tempatmu mengajar cukup jauh dari sini, bukan?" kata Richie. Oh, jadi itu maksudnya ... Kiran akhirnya menundukkan kepala ketika Richie menatapnya dengan intens. "Jarak itu tidak terlalu jauh bagiku." "Kamu istriku sekarang. Aku tidak masalah jika kamu ingin naik bus untuk pergi ke mana pun, sesekali kamu bisa menggunakan sopir juga. Agar orang lain tidak melihat ini sebagai bahan gosip." Richie sebenarnya tidak peduli juga dengan gosip yang dibuat orang lain untuk dirinya, tapi dia tidak ingin Kiran terlibat. Jika mereka melihat Kiran naik bus padahal dia telah resmi menjadi istrinya, orang bisa berpikir bahwa pernikahan mereka hanya terpaksa. Pikiran orang lain akan menjadi liar. "Aku mengerti," jawab Kiran. "Apa kegiatanmu hari ini?" Richie mengusap mulutnya dengan serbet dan selesai makan. Kiran menatapnya lagi, tepat pada mata Richie yang unik dan berkabut. "Aku libur mengajar pada hari ini, jadi sepenuhnya aku akan beristirahat di rumah. Apakah kamu biasa pulang malam?" Richie mengangguk. "Apa ada yang ingin kamu makan pada saat itu?" tanya Kiran lagi, kemudian menjelaskan, "A-Aku tidak memiliki kegiatan, hanya diam di rumah akan membosankan, jika kamu butuh sesuatu aku bisa melakukannya untukmu." Mata Richie dingin dan acuh tak acuh saat melihat ke depan. Itu seperti menembus Kiran, di saat yang sama seperti sedang meneliti dirinya juga. Kiran gugup. "Semua pelayan akan melakukannya. Kamu tidak perlu melakukan apa pun," jawab Richie akhirnya dan dia berdiri. Kiran mengerti jarak yang dibuat Richie padanya, dengan kata-kata ini, artinya jelas bahwa Richie tidak menerima pelayanannya. Kiran hanya bisa mendesah. "Kamu akan pergi sekarang?" Kiran tidak bisa menahan untuk bertanya. "Ya, lanjutkan makananmu." Setelah itu Richie pergi. Tanpa kehadiran Richie, suasana rumah itu menjadi dingin. Saat Richie ada, suasana di rumah juga dingin dan aneh, tapi saat dia pergi, rumah menjadi lebih dingin. Pelayan di rumah sangat profesional dan terlatih. Kabarnya mereka datang dari perusahaan yang menyediakan jasa pelayan yang dilatih secara khusus. Para pelayan memakai seragam khusus. Ada banyak pelayan, jadi di mana pun Kiran berjalan, dia akan melihat mereka. Masing-masing mereka memiliki tugas yang berbeda. Kiran melihat juru masak membereskan meja. "Nona, apakah makanan ini sesuai seleramu? Tuan Richie berkata sebelum dia pergi, jika kamu memiliki makanan yang kamu suka, kamu bisa mengatakannya padaku. Aku akan menyiapkannya." Kiran terkejut mendengarnya, Richie mengatakan itu? "Makanan di sini dibuat sesuai selera Tuan Richie. Kesehatannya tidak bagus, jadi semua makanan harus dalam porsi sehat dan bergizi. Bagi orang yang tidak terbiasa, mereka akan bosan." Sebenarnya ada banyak sayur yang dihidangkan di meja, tapi Richie hanya makan sayur yang direbus dan sup ikan dalam porsi kecil. "Apa dia terbiasa makan dengan sangat sedikit?" tanya Kiran. Pelayan itu tersenyum. "Benar, Nona. Tuan biasanya tidak sarapan pagi, tapi pagi ini dia sarapan karena ada Nona di sini, agar Nona merasa nyaman." Kening Kiran mengernyit dalam-dalam. Mengapa Richie sangat peduli dengan hal semacam ini? Dia sangat dingin, tapi sebenarnya juga peduli dengan cara yang acuh tak acuh. Masih banyak yang ingin Kirab tanyakan, tapi dia menemukan pelayan itu sudah kembali ke dapur. Dia tidak makan banyak hari ini, untungnya dia tidak terlalu lapar, jadi dia kembali ke kamar. Dalam perjalanan, pelayan lain menghampirinya, "Nona, aku sudah menyiapkan ruang belajar untukmu. Kamu bisa melihat apakah ada yang kurang. Jika ada kekurangan apa pun, kamu bisa mengatakannya padaku atau kepala pelayan." Kepala pelayan yang dimaksud, Kiran sudah melihatnya kemarin, dia adalah seorang lelaki tua yang masih terlihat sehat dan bugar. Dia bertanya, "Apa ini juga disiapkan atas perintah Richie." "Itu benar." Kiran sudah menduga, kenapa dia harus bertanya lagi? "Aku akan melihatnya." Lagipula Kiran tidak memiliki kegiatan apa pun, jadi pelayan menunjukkan jalan ke ruang belajar. Itu tepat berada di samping kamar Kiran di lantai dua. Jadi rumah ini memiliki tiga lantai. Di lantai dua ada lima pintu. kebetulan kamar Kiran ada di ujung kanan, dan kamar Richie di ujung kirinya, jadi mereka terpisah tiga ruangan lain. Kiran baru tahu bahwa ruangan sebelahnya sebenarnya adalah kamar juga, tapi dalam dua hari sebelum pernikahan, tempat itu diubah menjadi ruang belajar. Saat Kiran masuk, ada rak buku setinggi langit-langit, setiap celah diisi dengan buku baru dengan berbagai penulis ternama. Itu buku khusus penunjang pendidikan. Sekarang Kiran tahu kenap Richie bertanya tentang jurusan yang dia ambil, ternyata itu bukan untuk basa-basi belaka, tapi untuk menyiapkan semua ini. Kiran entah mengapa merasa agak takut. Orang kaya begitu mudah melakukan apa pun. Ruangan ini selesai dalam dua hari dan dekorasinya dibuat senyaman mungkin. Semua materialnya terlihat mahal. Selain rak buku, ada meja dan laptop di atasnya, sofa berlapis emas, karpet beludru yang halus, dan hiasan-hiasan dinding yang unik. Kiran juga pernah kaya di masa lalu, tapi dibandingkan kekayaan Richie, itu hanya seujung jarum. Perbedaan ini terlalu jauh. Sekarang dia penasaran apakah semua kekayaan ini hasil kerja keras Richie seorang diri, atau dengan ayahnya juga. Omong-omong ayahnya juga masih belum pensiun saat ini. "Nona, aku akan meninggalkanmu. Lihatlah apa yang kurang dari sini, aku akan kembali dengan camilan." Pelayan itu undur diri. Apa yang kurang? Ini terlalu lengkap sampai dia tidak bisa berkata-kata!!! Kiran mengambil satu buku tentang hukum negara dan duduk di sofa. Karena dia ingin menjadi pengacara, dia sangat bersemangat membaca buku itu dan dia menghabiskan seharian di sana. Kue basah dan teh hijau yang disajikan pelayan juga enak, dia merasa sangat dimanjakan. Dia menaruh buku terakhir di rak dan merenggangkan tubuh. Keluar dari sana, dia melihat pelayan masih bekerja. Dia memutuskan untuk ke kamar. "Nona, kamu melewatkan makan siang." Seorang pelayan berkata setelah mengetuk pintu kamarnya dan ini adalah pelayan yang berbeda meskipun mereka menanyakan hal yang sama setiap jam. "Aku sudah makan banyak kue manis. Aku sangat kenyang." Karena tidak ada hal yang lain, pelayan itu pergi. Baru beberapa menit pelayan wanita itu pergi, seorang pelayan lain datang, dan Kiran hampir tertawa karena melihat ini semua sangat melelahkan. Dan ternyata kali ini adalah kepala pelayan. "Nona, Tuan Richie memintamu untuk bersiap-siap pada jam tujuh. Setelah Tuan kembali, dia akan membawamu ke rumah utama." Kepala pelayan itu berkata. Rumah utama artinya adalah rumah kedua orang tua Richie. Mereka tidak mengobrol banyak sebelum pernikahan karena terlalu sibuk. Kiran pikir ini adalah tradisi untuk menghormati para orang tua dan dia dengan segera setuju. Kepala pelayan membawa pakaian baru untuk dipakai Kiran dan itu adalah gaun selutut yang cantik. Kiran mengucapkan terima kasih dan menatap gaun itu dengan takjub. Setelah bertahun-tahun, dia akhirnya memiliki baju baru untuk dirinya sendiri. Dia terharu. Sebelumnya dia terbiasa memakai pakaian bekas Zafra atau Zahra, terkadang pakaian yang dia terima sudah sobek atau pudar, tapi dia tidak mengeluh. Melihat dia dimanjakan seperti ini oleh Richie, dia hampir lupa penderitaan hidup di rumah bibi. Dan jika dia ingin menghilangkan bayang-bayang masa lalu, dia harus memutuskan hubungannya dengan sang bibi. Tetapi bagaimana caranya? Apa Kiran memiliki keberanian? *** "Tuan Richie sudah menunggu di mobil." Kepala pelayan mengumumkan. Kiran dengan segera menuruni tangga dan menuju ke pintu. Mobil hitam menunggu di depan telah siap berjalan. Sopir yang melihat Kiran, membukakan pintu untuknya, begitu dia masuk, dia melihat Richie ada di sana. Malam ini, Kiran berdandan dibantu oleh salah satu pelayan. Karena dia memang terlahir cantik, ketika berdandan seperti ini, kecantikannya segera terpancar dengan baik. Rambut Kiran yang panjang digelung dan dihias dengan jepitan bunga yang indah. Membuatnya agak dewasa. Kiran saat ini berusia dua puluh, berdandan seperti ini, dia merasa sepadan dengan Richie yang delapan tahun lebih tua darinya. Mobil segera berjalan ketika Kiran sudah duduk dengan baik. Mereka hanya melakukan sapaan singkat, tapi dia mengobrol satu sama lain setelah itu karena Richie sibuk dengan tablet kerjanya. Kiran sendiri gugup dengan penampilannya, sepanjang jalan jantungnya berdegup. "Apakah membosankan di rumah?" tanya Richie tiba-tiba. Kiran melirik Richie yang masih sibuk dengan tablet di tangannya. "Tidak bosan. Kamu membuatkan ruang belajar yang bagus untukku, aku berterima masih." "Bukan masalah," jawab Richie datar. Kemudian dia terdiam lagi. Kiran merasa agak kesal karena sulit sekali membangun percakapan yang harmonis dengan pria ini, dia berpikir apa yang harus dikatakan sampai dia melihat Richie selesai dengan tabletnya. Pria itu menyandarkan kepalanya di jok mobil, memejamkan mata. Bahkan dalam keadaan seperti ini dia masih tampan, jenis ketampanan yang dingin dan sulit disentuh. "Apa kamu lelah?" Kiran menyadari kelelahan di wajah Richie dan agak cemas. "Kamu sudah lelah bekerja dan masih harus pergi untuk makan malam." Richie menjawab tanpa membuka mata. "Hanya mengantuk." Kemudian dia batuk ringan. Kiran ingin bertanya tentang penyakit Richie, kenapa dia sering batuk dan sejak kapan dia mulai sakit. Tapi tidak bisa mengatakannya karena itu topik yang tidak sopan terhadap orang yang baru dikenal. Jika Kiran membutuhkan bantuan Richie untuk menjauhkannya dari sang bibi, maka dia harus membuat wajah yang baik di depan Richie. Sampai keduanya selesai dengan bisnis ini, mereka akan berpisah dengan baik. "Ayahmu ... sangat mirip denganmu." Kiran tersenyum lembut. "Bukan cuma kamu yang mengatakannya." "Itu memang benar." Richie tidak menjawab lagi. Kiran lanjut bertanya, "Apa kamu memiliki kakak atau adik?" "Adik bungsu." "Laki-laki atau perempuan? Usianya?" Kali ini Richie benar-benar membuka mata, keningnya mengernyit. "Dia laki-laki dan hampir seusia denganmu. Sebentar lagi dia lulus dari kuliahnya." Kiran membayangkan orang yang lahir dari keluarga Richie mempunyai hak istimewa dalam masyarakat. Setelah lulus pasti dia bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan bagus karena koneksi keluarganya. Kiran agak iri. "Kamu sendiri?" "Hm? Apa?" Kiran terkesiap. Pada saat ini dia menoleh dan melihat bahwa Richie juga 'menatapnya'. Seperti biasa mata itu tampak menatapnya, tapi selaput bening membuat pandangan itu menembus jauh. Suaranya lemah lembut saat menjawab, "Keluargamu, keluarga kandungmu, apa kamu memiliki adik atau kakak?" Kiran menunduk, mengingat kenangan yang menyedihkan. "Aku anak tunggal." Sebenarnya Richie sudah tahu tentang hal ini saat memeriksa latar belakang Kiran. Dia merasa ingin bertanya agar tidak membuat Kiran gugup dan merasa diabaikan. Mengobrol sebenarnya bukan keahlian Richie, apalagi terhadap orang yang tidak dikenal. Pernikahan ini didasarkan oleh kontrak. Bahkan jika dia tidak berbaur dengan Kiran, tidak ada yang dirugikan. Dia bingung kenapa dia justru merasa harus berbaur dengannya. Kiran tidak memiliki kegunaan yang bisa diambil olehnya. Semata-mata satu-satunya keuntungan dari Kiran adalah bahwa dia mau diajak kerja sama ini dan menjadi gadis yang tidak banyak menuntut. Richie merasa lucu. "Topik ini sepertinya sangat sensitif untukmu. Maaf, aku tidak akan menanyakannya lagi," kata Richie. "Ah, tidak, tidak. Bukan maksudku untuk menciptakan suasana yang mendung. Hanya beberapa hal yang teringat di masa lalu dan aku sedikit rindu dengan mereka. Kamu tahu 'kan bahwa orang tuaku sudah meninggal." Kiran memelankan suaranya. "Bibimu sudah mengatakannya." "Iya, yang dikatakan bibiku benar. Apakah dia berkata hal yang lain lagi?" "Dia mengatakan banyak hal tentangmu, agar aku terkesan dan ingin mengenalmu dengan baik." Kiran tersenyum getir, bergumam, "Semoga dia tidak mengatakan hal yang aneh." "Apa aku tidak boleh percaya kata-katanya?" tanya Richie penasaran. Kiran tidak menyangka bahwa Richie mendengarnya, padahal dia hanya berbisik untuk dirinya sendiri. Sekarang dia bingung menjelaskannya. "Maksudku adalah semoga bibi tidak mengatakan suatu kebohongan yang aneh tentangku hanya agar kamu terkesan. Jika kamu menemukan apa yang dikatakan bibi tidak sesuai dengan kenyataan, kamu akan merasa dibohongi." Kiran menjelaskan dengan gugup. Meskipun Richie tahu bahwa sepupu kembarnya sering mengganggunya, tapi Richie belum tahu bahwa Kiran sangat membenci bibinya dan ingin balas dendam melalui lelaki itu. Jadi Kiran juga tidak ingin Richie menyadari bahwa bibinya juga tidak menyukai Kiran. Richie membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, lalu mengurungkan niatnya dan tidak mengatakan apa pun. Saat mobil berhenti, dia kemudian berkata yang sepertinya kata-kata ini telah dia pertimbangkan dengan baik, "Bibimu berkata bahwa dia sangat menyayangimu dan ingin aku menjagamu dengan baik." tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN