01: Pernikahan

924 Kata
PART 01: PERNIKAHAN Tidak ada orang yang merasa beruntung jika ditinggal pergi oleh mempelai wanita tepat di hari pernikahan mereka, begitu juga dengan Aksa. Jelas, ia marah, kecewa, dan terluka. Namun, ia tidak mau merusak citra keluarganya kalau sampai dirinya benar-benar batal menikah. Sehingga pikirannya langsung tertuju pada Muezha yang hanya duduk diam ketika ayahnya memberitahukan bahwa Viona telah kabur, dan hanya meninggalkan sepucuk surat tanpa memberitahukan alasan yang jelas. Ia bertekad untuk tetap menikah, walaupun tidak ada Viona. Karena masih ada Muezha yang dapat menggantikan posisi kakaknya, dan ia sedang tidak ingin menerima penolakan. Jadi, saat Muezha akan melayangkan protes setelah mendengar keputusan gilanya, ia langsung memberikan ancaman kalau Dirga harus membayar kompensasi sebanyak 3/4 dari seluruh harta keluarganya jika wanita itu menolak menikah dengannya. Awalnya Dirga tidak keberatan untuk menyerahkan 3/4 bagian hartanya kepada Aksa, tapi Muezha tidak bisa membayangkan kalau ayahnya hidup susah sementara pria itu masih harus membayar pengobatan kedua neneknya yang sering sakit-sakitan. Sehingga ia mau menikah dengan Aksa. Meski hatinya menjerit tidak terima karena hatinya telah terisi oleh satu nama, yaitu Kaviandra Gunawan. Setelah mengurus beberapa hal selama berjam-jam lamanya, akhirnya Aksa tiba juga di meja akad bersama dengan Dirga dan kedua orang tuanya. Suara obrolan dari para tamu undangan yang telah memenuhi ballroom hotel, perlahan-lahan memelan hingga akhirnya berubah senyap ketika Dirga mulai berjabat tangan dengan calon menantunya, Aksa. Kemudian pemandu acara langsung memberikan arahan jika akad nikah akan segera dimulai. “Aksara Graviel Daraja bin Keenan Daraja, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya, Muezha Alvina Puritama, dengan maskawin seperangkat alat salat dan uang tujuh belas juta rupiah dibayar tunai.” “Saya terima nikah dan kawinnya Muezha Alvina Puritama binti Dirga Puritama dengan maskawin tersebut dibayar tunai.” “Sah?” “SAH.” "Alhamdulillah ...." Meski para tamu undangan sempat mengernyitkan dahi, dan mulai berbisik-bisik sejak Dirga menyebutkan nama mempelai wanita yang berbeda dengan nama yang tertulis di kartu undangan, tetapi mereka semua tetap menadahkan tangan begitu doa mulai berkumandang. Di sisi lain, Muezha yang menyaksikan akad nikah itu melalui TV yang terhubung dengan kamera di ballroom, kembali menitikan air mata. Entah itu air mata bahagia atau malah sebaliknya, karena di pernikahan ini, ia hanya berperan sebagai pengantin pengganti yang terpaksa menggantikan posisi saudara perempuannya. Tidak lebih. Sedangkan Anita, ia langsung mengucap syukur begitu Aksa menyelesaikan ijab kabulnya dengan satu tarikan napas, dan suara tegas yang lantang. Bahkan tidak ada kesalahan dalam mengucapkan nama mempelai wanitanya, karena hal itulah yang sedari tadi ditakuti olehnya. "Zha, ayo turun ke bawah." Muezha menyambut uluran tangan ibunya dalam diam. Selama di perjalanan menuju ke ballroom hotel, dimana semua orang di sana sudah menunggu kehadirannya, ia tetap tidak mengatakan apa-apa kepada ibunya. Dan langsung menundukkan wajah begitu para tamu undangan mulai menyoroti dirinya, lantaran merasa malu karena telah menggantikan posisi kakaknya. Ketika ia tiba di dekat Aksa yang sekarang sudah resmi menjadi suaminya, ia tampak enggan melepaskan tangan sang Ibu yang sedari tadi menuntunnya menuju ke meja akad. Anita langsung mengusap bahu putrinya, dan memberikan isyarat melalui tatapan matanya, sehingga Muezha pun segera duduk tepat di samping Aksa yang sama sekali tidak berdiri untuk menyambut kedatangannya. Tanpa banyak bicara, kedua pengantin baru itu langsung menandatangani berbagai kertas yang telah dipersiapkan di atas meja. Lalu memasang cincin kawin, dan dilanjutkan dengan penyerahan mas kawin. Semua prosesi telah mereka lewati bersama sang fotografer yang tak henti-hentinya mengabadikan setiap momen. Begitu semua prosesi di meja akad selesai, para tamu undangan segera menyalami kedua mempelai beserta kedua orangtua mereka di atas pelaminan dan langsung pamit pulang, karena mereka semua sudah menikmati hidangan yang disajikan selama menunggu akad nikah yang sempat diundur beberapa jam dari waktu yang telah ditentukan. Acara akad nikah ini memang berbeda dari yang lain, dimana para tamu undangan dibuat menunggu selama berjam-jam, dan dipersilakan menikmati makanan yang tersedia sebelum ijab kabul dilaksakan. Bukan hanya itu saja, semua tamu undangan juga dibuat terkejut dengan mempelai wanita yang berubah secara tiba-tiba. Namun, mereka tidak berani berkomentar apa-apa saat menyalami pemilik acara di atas pelaminan. Meski begitu, acara yang tak biasa ini tetap akan menjadi buah bibir di antara semua tamu yang hadir. *** Muezha mendesah lega begitu ia berhasil meninggalkan acara resepsi berkat bantuan ibunya. Karena p ara tamu undangan yang datang di acara resepsi malam ini lebih banyak ketimbang tamu undangan yang hadir saat akad nikah tadi. Sehingga ia tidak tahan untuk berdiri lebih lama lagi. "Ma, kenapa kita ke sini?" Anita merasa bingung mendengar pertanyaan Muezha barusan. "Karena kau harus tidur di kamar pengantin malam ini." Muezha langsung bergidik ngeri. Tidur di kamar pengantin? Bersama Aksa? Pria yang telah berani mengancam ayahnya itu? Bagaimana kalau dia berbuat macam-macam? Muezha tidak bisa membayangkannya. "Aku tidur di kamarku saja, Ma." "Kalau Aksa marah, bagaimana?" Muezha menggeleng pelan. "Dia tidak akan marah. Lagi pula bukan aku yang ingin dinikahinya. Sama sepertiku, dia juga terpaksa melakukan ini semua." Anita sempat menimbang-nimbang sebelum akhirnya mengangguki ucapannya Muezha barusan. Lalu kedua wanita beda usia itu segera berlalu dari sana, menuju ke kamar hotel yang sebelumnya memang dipesan untuk Muezha karena ia adalah anggota keluarga dari pihak mempelai wanita. Anita membantu Muezha melepaskan gaun pernikahannya, juga ikut membersihkan make up di wajahnya. "Sekali lagi, Mama mau mengucapkan terima kasih karena kau telah membantu menyelesaikan kekacauan yang dibuat oleh Viona hari ini." Muezha mengangguk-anggukkan kepalanya, dan segera melepaskan genggaman tangan ibunya. Sebagai gantinya, ia langsung memeluk sang Ibu dengan pelukan erat yang lama. Karena saat ini, hanya hal itulah yang sangat ingin ia lakukan. ***** Maaf, gaes. Ini tuh idenya instan, jadinya gitu deh wkwk
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN