Episode 4

687 Kata
          Aisyah duduk termenung di meja kerjanya. Ia masih memikirkan kejadian tadi pagi. Raihan itu sungguh tidak bisa di tebak. Dan lagi sikapnya cukup menyebalkan.           Apa benar dia menerima perjodohan ini?           Drrt... Drrrtt...        Lamunan Ais terganggu oleh suara chat masuk. Ia meraih Smartphone nya dan membuka pesan masuk dari nomor baru.           +6281221xxxxxx        Assalamu’alaikum Bu Guru...           Ini Raihan. Aku sudah di parkiran, cepatlah keluar. Aku antar kamu pulang.           Ais membeku di tempatnya membaca pesan dari Raihan.           “Bocah ini! Apa maksudnya memerintahku? Dia pikir dia siapa!” gerutu Aisyah merasa kesal.           “Lagi pula siapa yang memintanya menjemputku? Apa sekarang dia bertugas menjadi sopir pribadiku?” gumam Aisyah.           Aisyah akhirnya memilih membereskan barang-barangnya dan keluar dari ruangannya.           Ais berjalan menuju parkiran dan jelas sekali terlihat Raihan sedang berdiri dengan bersandar ke mobil sport miliknya. Gayanya masih sama seperti tadi pagi, tetap cool, tampan dan mempesona. Ais memalingkan wajahnya saat ia kembali terpesona oleh makhluk Allah yang berada tak jauh di depannya itu.           “Ada apa lagi tuan Raihan kembali datang?” tanya Aisyah dengan nada malas seraya melipat kedua tangannya di d**a.           “Berhadapan dengan seorang Guru, sungguh begitu formal yah,” ucap Raihan dengan nada santai.           “Ada apa?” tanya Aisyah kini lebih santai.           “Menjemputmu, kamu pikir untuk apa? Aku tidak mungkin mengecengi anak SD di sini, bukan?” ucap Raihan diiringi senyumannya membuat Aisyah memutar bola matanya malas dan naik ke dalam mobil Raihan tanpa kata.           Tak jauh dari gerbang sekolah, Dimas berdiri memperhatikan Aisyah yang naik ke dalam mobil.           “Ternyata kamu sudah memiliki calon,” gumam Dimas masih memperhatikan mobil yang bergerak meninggalkan sekolah.           ---           “Jadi kita akan makan apa dan dimana?” tanya Raihan saat sudah di dalam mobil dan menyetir.           “Apa?” Aisyah mengernyitkan dahinya bingung.           “Apa kamu ingin aku memasakkanmu sesuatu nanti di rumah?” seru Raihan.           “Apa maksudmu?” Aisyah semakin tidak memahaminya.           “Aku buru-buru ke tempatmu untuk menjemputmu, Bu Guru. Sampai aku melupakan makan siangku sendiri. Bahkan ini sudah sore dan tidak masuk kategori makan siang juga. Jadi kamu harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan perutku,” ucap Raihan dengan sangat santai.           “Pertama, aku tidak memintamu untuk menjemputmu, dan yang kedua aku tidak perduli dengan kebutuhan perutmu!” seru Aisyah dengan nada kesal.           “Ck, ternyata kamu itu Guru yang kejam dan tak berperasaan.”           “Apa?” seru Aisyah semakin di buat jengkel.           “Kasian sekali anak muridmu, mereka yang kelaparan bagaimana nasibnya yah di tangan Guru sepertimu,” ucap Raihan dengan nada penuh mengiba.           “Raihan, kau!” Aisyah sudah tidak bisa berkata-kata lagi dan semakin kesal di buatnya. Pria brondong di depannya ini selalu berhasil menguji emosinya.           “Rumah makan padang!” seru Aisyah akhirnya seraya menghembuskan nafasnya kesal dan bersandar ke jok mobil.           “Siap,” seru Raihan menggulum senyumannya.           Entah harus bagaimana Aisyah menghadapi seorang Raihan.           Mereka sampai di sebuah rumah makan minang. Aisyah turun terlebih dahulu dan masuk ke dalam rumah makan itu tanpa menunggu Raihan.           “Kamu bilang tidak lapar, tetapi masuk terlebih dahulu,” goda Raihan mengambil duduk di hadapan Aisyah yang masih cemberut memainkan handphone nya.           Aisyah hanya melirik dengan tatapan tajamnya.           “Baiklah, apa bu Guru sudah pesan?” tanya Raihan.           “Nasi kikil,” jawab Aisyah dengan nada ketus.           “Siap,” jawab Raihan dan mulai memesan makanan untuk mereka berdua.           “Apa kamu memang sulit untuk tersenyum dan ramah, bu Guru?” tanya Raihan membuat tatapan Aisyah beralih dari layar handphone ke arah Raihan dengan kernyitan di dahinya.           “Pantas saja di usia segini belum menikah juga,” tambah Raihan dengan santai.           “Apa maksudmu, Bocah?” seru Aisyah mulai kesal.           “Tuh kan, kadang aku heran kenapa kamu bisa menjadi guru SD dengan kepribadianmu yang seperti ini,” ucap Raihan masih santai menggoda Aisyah. Entah kenapa ia senang sekali memancing emosi Aisyah. Itu membuatnya gemas sendiri.           “Apa kamu mau terus mengkritikku, seperti Netizen julid?” seru Aisyah.           “Apa aku mirip dengan emak emak berdaster yang suka bergosip?” tanya Raihan kembali.           “Kamu bahkan lebih buruk dari mereka! CK, pria dengan mulut lemes!” seru Aisyah sangat jengkel.           Bukannya emosi atau kesal, Raihan malah terkekeh membuat Aisyah semakin mengernyitkan dahinya.           “Kamu sangat lucu, Bu Guru,” kekeh Raihan.           “Aku tidak sedang stand up komedi!” ucap Aisyah dengan ketus dan memilih mulai menyantap makanan yang baru saja tersaji di atas meja mereka. Aisyah tidak ingin membuang-buang waktu lagi dan semakin lama bersama pria menyebalkan di hadapannya ini. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN