Jiwa

1518 Kata
  Bagi semua orang, tidak ada yang berubah dari pria pemegang posisi wakil CEO di Manex Corp. Travis bersikap sama seperti biasanya, dia nampak sibuk dan selalu sibuk. Hampir tidak ada yang menyadari keanehan yang terjadi padanya. Tidak ada yang tau jika pria ini mulai menyangkal kenyataan yang ada tentang kematian Pamela dan bayinya. Sebab orang-orang disekitarnnya lebih memilih menghakiminya lewat mata atau mengabaikan Travis. Seperti yang dilakukan oleh keluarga dan teman-temannya.   "Selamat Travis, proposal yang kau buat memenangkan tender pemerintah. Kau memberi penawaran luar biasa pada proyek pembangunan tol. " Steward yang merupakan asisten yang merangkap sekretaris menggantikan Selena masuk dan meletakkan kopi hitam blue mountain. Hanya dia yang tidak memberikan pandangan menghakimi pada Travis atas kematian Pamela.   "Tentu saja aku harus berbuat sebaik-baiknya. Pammy selalu menungguku pulang dengan kesuksesan. Aku tidak bisa membiarkan dia kecewa. "Travis menyeringai lebar dan puas. Dia tidak menyadari jika Steward yang menjadi asistennya membeku karena shok dengan kata-katanya.   "Maksudmu er--Selena?" tanya Steward agak canggung. Dia berpikir jika Travis salah sebut nama istrinya yang sudah meninggal. Jadi dia ingin memastikan lagi.   "Tidak, kurasa aku mengatakan hal yang cukup jelas. Pa-me-la menungguku. Berhentilah bertanya pertanyaan konyol. Kau menghambat kepulanganku, " ucap Travis jengkel.   Travis mendengus pada asistennya dan masih menata barang-barangnya untuk dibawa pulang. "Baik, aku pulang terlebih dahulu, " pamit Travis. Dia kemudian meninggalkan Steward yang memandangnya iba.   Penyangkalan yang dilakukan Travis membuatnya merasa jika Pamela ada di rumah dan menunggunya. Dia justru melupakan Selena yang menjadi sebab ia kehilangan Pamela.   'Sudah waktunya pulang, Pammy sudah menungguku di rumah. Dia pasti ketiduran di sofa itu lagi. '   Steward masih mematung memandang Travis yang menghilang dari pintu berbahan Ek berukir yang tampak mewah itu. Dia menggelengkan kepalanya karena menyesali semua yang terjadi pada Travis. Terpaksa dia harus melakukan sesuatu agar Travis mendapatkan pertolongan. Dia tau jika Travis mendapatkan tekanan batin karena rasa bersalah pada almarhum istrinya. Tapi Steward sama sekali tidak mengira jika Travis seperti orang mengidap Skizofrenia karena penyesalan itu.   "Aku harus melaporkan pada tuan Axton sebelum semua terlambat, " batin Steward.   Tangannya mengambil telepon dari kantor dan menekan pasword sebelum menekan nomor telepon Axton. Steward merasa sudah cukup keluarga Travis mengabaikan Travis. Sebab diantara semua orang yang mengenal Pamela, Travis adalah orang yang paling terluka.   Travis menolak diantar Dave yang menjadi sopir pribadinya. Dia lebih suka mengendarai mobil sendiri. Yang tidak pernah diketahui orang banyak adalah, Travis sering kali tidak pulang dimana Selena berada. Travis sering tanpa sadar memutar kemudi mobilnya menuju rumah dimana dia dan Pamela dulu tinggal. Bayangan Pamela menunggunya dengan makanan yang sudah dingin memacunya untuk pulang lebih cepat.   Dan hatinya kembali berdenyut sakit pada saat Travis sampai di rumah. Tangannya mengepal menahan kesakitan di d**a karena disambut pemandangan kosong rumahnya.   Tidak ada Pamela di sana.   "Hiks, Pamela--hiks dimana kau!? "   "Padahal aku tadi mendengar kau memanggilku tetapi mengapa kau tidak pernah muncul didepanku! Hiks Pamela! "   "Kembali padaku... Aku--tolong maafkan aku!! "   Travis berlutut di pintu depan rumahnya. Tiba-tiba amarah menghampiri Travis. Dia melihat kursi dan meja yang terletak di taman samping rumah. Travispun mengambil dan menghancurkan mereka.   Prak!   Prak!   Setelah puas menghancurkan meja dan kursinya. Travis mengatur nafas dan kembali terduduk di lantai taman.   "Aku tau kau bersembunyi karena marah padaku Pamela. Aku tau kau marah. Tolong muncullah di hadapanku. Hiks. "   Di tepi jalan di seberang rumah Travis, kakak Travis--Axton mengawasi segala yang dilakukan oleh Travis. Dia tau jika ada yang salah dengan adiknya.   "Meskipun aku tidak bisa memafkanmu tapi aku tidak bisa membiarkanmu hancur, " guman Axton. Setelah dia menerima laporan dari Steward tentang kondisi Travis, dirinya tidak lagi bisa mengabaikan Travis. Axton memang masih marah pada pria ini yang menyebabkan dua nyawa menghilang karena keras kepalanya. Tetapi melihat Travis seperti ini dia tau jika Travis mengalami penderitaan yang lebih berat dari pada orang yang menghakiminya.   ''Aku harus memberi tau ibu. Travis harus mendapatkan pertolongan secepatnya. "   Ini memang keputusan Maria untuk tidak mengijinkan Travis datang ke rumah keluarga besar Manex. Jadi, meski sudah dua bulan pernikahan Selena dan Travis berlangsung, keluarga besar Manex masih enggan bertandang di apartemen Travis untuk menemui Selena. Akhirnya Selena nekat mendatangi rumah utama Manex. Dia yakin Maria akan menyambutnya sama seperti ketika ia bertunangan dengan Travis.   "Ini semua gara-gara Pamela, jika saja hal itu tidak terjadi pasti aku sudah bahagia bersama Travis. "   Selena terus mengutuk Pamela dalam hati. Sebab dia sangat jengkel dengan bayangan wanita itu yang tidak pernah dihapus oleh Travis. Bahkan dalam tidur, Travis selalu terbangun menyebut nama Pamela dan menghilang. Hal itu terus berulang seperti kaset kosong.   Saat ini Selena sudah berada di kediaman utama keluarga Manex. Dia menarik nafas panjang lalu mengambil buah tangan untuk mertuanya. Tak lupa ia memeriksa penampilannya. Dan dengan langkah percaya diri Selena keluar dari mobil dan melangkah ke kediaman Manex.   Saat sudut matanya menangkap bayangan wanita paruh baya yang ada di beranda. Dia buru-buru mendatangi wanita yang merupakan mertuanya. Tak lupa senyum dia pasang di bibirnya.   "Ibu! " ucap Selena yang sedikit berteriak manja. Dia senang mendapati Maria yang sedang merangkai bunga bergaya ikebana di gazebo.   Maria menoleh ke arah Selena. Lalu ia memalingkan wajahnya dan mulai merangkai bunga lagi.   "Ibu, bagaimana kabarmu. Mengapa ibu tidak pernah mengunjungiku? "   Maria hanya mendengar istri putranya itu bicara. Tetapi dia tidak menanggapinya sama sekali.   "Ibu~mengapa ibu diam saja. "   Maria yang kesal memberikan tatapan tajam. "Diam, hentikan segala ocehanmu Selena. Setelah menghancurkan putra dan menyebabkan calon cucuku meninggal kau masih punya wajah datang ke tempatku! " ucap Maria yang lembut menjadi tegas.   "Ibu...aku tidak-"   "Jangan kau kira aku tidak tau apa yang kau perbuat ketika Pamela memanggil Travis saat itu. Kau berpura-pura sakit agar ditemani Travis. Padahal saat itu kau tau Pamela memanggil Travis!"   "Ibu... Hiks" Selena tidak mengira jika Maria tau triknya.   "Karena keegoisanmu calon cucuku yang tampan meninggal. Karena kecemburuanmu itu kau membuat nyawa menghilang!" teriak Maria.   "Padahal aku sudah bilang untuk bersabar, setelah bayi itu lahir Travis juga berencana menceraikan Pamela. Tapi kau tidak mendengarkanku. Aku tidak ingin lagi melihat wanita kejam sepertimu. Pergi! "   "Ibu, hiks Ibu... "   Selena menangis tersedu-sedu karena penolakan Maria.   "Jiwa putraku juga tidak sehatkan? Tetapi apa yang kau lakukan, kau hanya sibuk pamer kebahagiaan kosong yang buat sendiri. Kau sibuk menebar ilusi yang kau ciptakan sendiri tanpa berbuat apapun untuk Travis. Kau sungguh buruk. "   Dengan satu isyarat dari Maria, pelayan rumah tangga Manex meminta Selena keluar dari kediaman. Wanita itu akhirnya pergi dengan kekecewaan. Tidak cukup Travis yang mengabaikannya sekarang Maria yang dulu menyayanginya juga mengabaikannya.   "Hiks ini bukan salahku, hik.... " ratap Selena di mobil. Dia merasa tidak tahan melihat tatapan menghakimi dari berbagai pihak. Karena itu dia mengarang moment bahagia bersama Travis meski dengan mengedit foto. Dia juga tidak ingin teman-temannya tau jika Travis seperti orang tidak waras. Rasanya dia bisa gila karena semua ini.   "Hiks, aku tidak tahan lagi. Hiks. "   .   .   .   Di sebuah klinik di Queens, Pamela baru saja merawat seorang ibu yang anaknya berusia lima bulan. Mereka mengalami kecelakaan kecil dengan terjatuh dari sepeda.   "Anak anda lucu sekali, " ucap Pamela.   "Terima kasih. Syukurlah dia baik-baik saja. "Ucap Monica--sang ibu bayi.   Pamela yang menggendong bayi lima bulan itu terpesona betapa lembut dan menyenangkan rasanya menggendong bayi. Dia teringat bayinya yang meninggal sebelum sempat melihat dunia. Perasaan sesak kembali menghantamnya. Tubuhnya mendadak tremor. Buru-buru Pamela menyerahkan bayi itu pada ibunya.   "A-aku pamit dulu. Jika ada sesuatu anda bisa memencet tombol itu. "   "Ah iya, terima kasih banyak."   Pamela berpaling dan sedikit berlari menuju toilet. Dia tidak bisa menangis di ruang tunggu perawat karena akan dilihat pasien atau perawat lainnya.   "Hiks, bayiku... Hiks, " rintih Pamela.   Andai saja waktu itu dia tidak mencoba memanggil bibi Lely, dia tidak akan terjatuh.   "Maafkan ibu nak?~"   Pamela terus meratap di toilet. Masing teringat dengan jelas dinginnya bayi itu saat ia memeluk untuk pertama dan yang terakhir. Padahal bayinya sangat tampan. Pamela juga penasaran warna matanya seperti dirinya atau Travis, sedangkan rambutnya hitam seperti Pamela.   "Semoga kau disana bisa bermain bersama para bidadari. Ibu sangat mencintaimu sayang. "   Secara kebetulan, Sean yang hendak mengirim makanan untuk Pamela secara tidak sengaja mendengar gadis menangis. Karena penasaran ia menengok. Setelah tau jika gadis yang merengek itu Pamela, Sean diam-diam mendengarkan rintihan sedihnya.   'Rupanya dia sudah mendapatkan ingatannya. Tetapi mengapa dia masih pura-pura hilang ingatan? Tetapi dari yang aku dengar tadi dia baru saja kehilangan bayinya. '   Sean dengan langkah pelan meninggalkannya sendiri di toilet. Pria paruh baya itu tidak ingin kehilangan moment bersama putrinya sesingkat ini. Sampai Pamela mengakui jika ingatannya kembali maka Sean tidak keberatan ikut berpura-pura. Mungkin saja gadis itu juga memiliki masalah yang berat hingga membutuhkan waktu menata hatinya sebelum kembali ke hidupnya yang sesungguhnya.   'Terimakasih sudah membuatku merasakan kasih sayang seorang putri lagi Pamela. ' Perawat yang lewat menyapa Sean yang dulunya dokter disini. Dia turut menyapa balik mereka dan memberikan makanan untuk Pamela.  Para perawat itu senang karena makanan dari dr Sean sangat enak dan porsinya banyak. Pamela selalu memakan bento itu bersama karena tidak mampu menghabiskan sendiri.   "Titip salamku. Aku harus segera pulang karena pinggangku agak sakit. "   "Baik, hati-hati di jalan dr Sean. Apa anda butuh seseorang untuk mengantar anda?"   "Tidak terima kasih. "    Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN