Awal Bertemu Denganmu CEO

1729 Kata
Author P.O.V   Pagi yang cerah. Sinar mentari menghangatkan seluruh insan di bumi. Lalu-lalang Kendaraan mulai memadatkan jalanan ibu kota. Sudah seperti rutinitas kota Jakarta dengan kemacetannya setiap hari. Suara klakson kendaraan bersahut-sahutan membuat keramaian. Sesekali pekikan suara dari dalam mobil terdengar gaduh karena kendaraan di depannya tidak mau mengalah. Seakan mereka tersulut emosi. Ini tidak berlaku bagi dua pasangan suami istri yang tengah mengendarai sepeda motor dengan sigapnya. Sepeda motor matic Plat B itu membelah jalanan ibu kota dengan mudahnya. Seakan sudah hafal jalanan yang mereka lewati. Sekitar kurang lebih 30 menit kendaraan itu telah sampai di depan perusahaan. Perusahaan yang menjulang tinggi dengan gagahnya. Perusahaan bertuliskan HM Group Advertising ini memiliki 20 lantai. Banyak mobil keluar masuk melewati parkiran bawah tanah. Sungguh menakjubkan. Siapapun yang bisa masuk dan diterima di perusahaan ini, pastilah beruntung. “Benar ini sayang, tempatnya?” Sumber suara dari lelaki pengendara sepeda motor itu. “Iya mas, 3 hari yang lalu aku sempat menaruh berkas lamaranku disini, aku iseng saja mencoba, siapa tahu ada lowongan soalnya tidak ada tulisan buka lowongan, tapi ya nekat saja nitip ke satpam. Alhamdulillah.. keberuntungan berpihak padaku, kemarin aku mendapat panggilan interview dari sini”. Sahut wanita yang baru saja turun dari sepeda motor lelaki itu, yang tak lain adalah Nadira. “Syukurlah kalau begitu, Mas doakan semoga interview-nya lancar dan diterima”. Seru lelaki tadi yang tak lain suaminya Fahmi. “Amin. Terimakasih sayang. Mas Fahmi hati-hati berangkat kerjanya. Jangan lupa kabari jika sudah sampai, dan jangan ngebut”. Ucap Nadira sambil tersenyum. “Assalamualaikum mas Fahmi”. Perempuan cantik itu mengulurkan tangannya untuk salim “Waalaikumsalam sayang”. Suaminya membalas, dan tak lupa mencium kening istrinya. Lambaian tangan mereka menandakan perpisahan sementara mereka. Wanita itu mulai melangkahkan kaki diperusahaan besar itu. Dari jarak jauh, terlihat mobil mewah Lamborghini Aventador sedang terpakir di depan gedung perusahaan ini. Mobil warna hitam putih dengan harga jual yang fantastis itu mampu membuat orang berdecak kagum melihatnya. Seketika datang beberapa orang berjas hitam tengah berdiri di depan pintu seakan menunggu orang yang ada di dalam mobil itu keluar. Benar saja saat orang itu keluar semua menunduk hormat padanya, serta mengucapkan selamat pagi kepadanya. Lelaki tampan, bermata coklat, hidung mancung, tinggi, gagah perkasa, dan tentunya setelan jas hitam mahal pas body membuat semua kaum hawa yang melihat menatapnya penuh nafsu. Saat lelaki itu melewati lobi perusahaan, semua karyawan seketika berhenti dan menunduk dengan hormat tanpa bergeming. Lelaki itu tetap berjalan dengan wajah dingin dan angkuhnya. Tampak seorang wanita melihat lelaki itu dari jarak lumayan dekat di belakangnya dengan tatapan penasaran. “Siapa laki-laki itu? Kenapa mereka semua berhenti dan menunduk begitu patuh, seakan mereka takut dimangsa. Tapiii.. dia tampan, wajah blasteran, matanya coklat keemasan”. Wanita itu sedikit heran dan terpesona. “Aduh Nadira, nyebut Nadiraa nyebutt.. Masih pagi udah lupa daratan. Kamu niat kerja bukan main –main”. Grutu wanita itu kepada dirinya sendiri. Wanita itu berlari kecil saat melihat jam di tangannya mulai menunjukkan 07.10 wib. “Aduh jam 7 lewat. Mati aku kalau sampai telat interview”. Wanita itu mulai melangkahkan kaki lebar sambil berlari. *** Nadira P.O.V Aku berlari menaiki tangga sekuat tenaga agar cepat sampai pada lantai 5 tempat dimana aku akan interview. Aku tidak menyangka jika lift di perusahaan ini mudah penuh dengan karyawan di pagi hari,  hingga aku yang menunggu kesulitan mengambil alih dari mereka yang sudah fasih. Daripada telat aku memilih menaiki tangga. Saat sampai di lantai 5, aku berjalan terengah-engah hingga orang-orang melihat ke arahku dengan tatapan aneh. “Maaf mbak mau nanya, mbak ikut interview juga?” tanyaku saat mendekati salah satu wanita di pojok depan ruangan. “Iya mbak ini lagi menunggu panggilan. Baru saja dimulai”. Jawabnya dengan lembut “Syukurlah aku tidak telat, makasih ya mbak”. Ucapku seraya mengucap syukur. Aku menunggu sekitar 5 antrian, dan saat aku masih mencoba menenangkan diriku yang gugup, sambil merapikan diriku yang lumayan berantakan akibat berlari tadi, ternyata namaku dipanggil. “NADIRA MAYA YATFAR”. Suara keras dari daun pintu mampu membuatku menoleh seketika “Sa-saya bu”. Jawabku gugup. “Silahkan masuk ke dalam”. Kata wanita itu dengan tegas. Dengan langkah pelan dan hati – hati aku masuk ke dalam ruangan itu. Ruangan berAC membuatku bergidik dingin. Aku sangat gugup ketika tiga orang dihadapanku mulai bertanya kepadaku, dua orang lelaki, dan satu perempuan. Mereka mulai menanyakan visi, misi, motto hidup, dan keseharianku. Saat aku hendak menjawab pertanyaan tentang statusku saat ini. Suara ketukan pintu mampu membuat aku dan tiga orang yang mewancaraiku menoleh seketika ke asal sumber suara. Seorang lelaki dengan wajah khawatir masuk dengan tergopoh-gopoh. “CEO, dalam perjalanan menuju kesini. Dia akan ikut menguji calon karyawan”. Kata lelaki itu dengan cepat. Sontak mereka bertiga berdiri dengan wajah khawatir. “AAPA? Kenapa bisa? Dia tidak pernah turut andil dalam perekrutan karyawan, jadi bagaimana mungkin?” mereka bertiga nampak gusar. Lelaki itu hanya mengangkat bahu tanpa berbicara lagi. Sesaat datanglah sosok lelaki tampan dan gagah yang ditunggu mereka. Aku menoleh ke belakang, betapa terkejutnya aku “lelaki itu kan yang tadi pagi masuk lobi hingga semua orang tunduk patuh dan hormat padanya. Ternyataaa, dia CEO”. Batinku masih tidak menyangka. “Selamat pagi pak Reyhan”. Jawab mereka bertiga dengan kompak. “Pagi”. Jawab CEO itu dengan suara baritonnya. “A-apa yang membuat bapak kesini? Ti-tidak biasanya bapak datang saat perekrutan pegawai baru”. Tanya salah satu pewancara itu dengan gagap. “Aku ingin memilih sendiri sekretaris baruku, Sesuai kriteria yang aku inginkan. APA ADA YANG SALAH?” Jawab CEO tampan itu dengan tegas. “Percepat wawancaranya, Aku tidak punya banyak waktu, sebentar lagi aku ada rapat penting”. Sambungnya lagi dengan angkuh. Aku hanya bisa menunduk mendengar percakapan mereka sambil menelan ludah dengan rasa takut. Ya aku takut, jika CEO angkuh itu tiba-tiba yang mengambil alih wawancara, dan menanyakan hal yang sulit aku jawab. Aku mulai berdzikir dalam hati. “Baik pak, kebetulan ini adalah calon pelamar terakhir yang kami wawancarai. Jadi bapak ingin mengulang lagi, apa bagaimana?”Ucap salah satu lelaki yang mewancaraiku tadi. Seketika aku mendengar langkah kaki berat dari arah belakang mendekat ke arahku. Dia meminta berkas lamaran kepada mereka yang saat ini ada di atas meja. “NADIRA MAYA YATFAR. Betul itukah namamu?”. Aku mendongak keasal sumber suara itu. Aku merasa gugup saat aku tahu ternyata CEO itu memandang tajam ke arahku. “i-iya pak. Saya Nadira Maya Yatfar”. Aku menjawab dengan gugup. Keringatku mulai bercucuran. Dia melihat lagi berkas lamaranku di tangannya. Membuka satu per satu lembaran itu. “Hmm.. kamu menjadi lulusan terbaik di Universitasmu, dengan nilai c*m laude mu ini, kamu ingin minta gaji berapa jika diterima?” Tanya CEO itu masih dengan nada datarnya. “Hah... emmh se-sesuai dengan standart perusahaan saja pak”. Jawabku dengan hati-hati CEO itu menganggukkan kepala pelan. Entah apa yang dipikirkannya. “Kamu punya pacar, tunangan, apa sudah menikah?” Pertanyaan CEO itu sontak membuat seisi ruangan menoleh padanya seketika. Tak terkecuali aku yang kaget mendengarnya. “Ke-kebutalan sa-saya sudah menikah pak”. Jawabku dengan ragu. “WAHH.. HEBAT. Menikah muda. Padahal umurmu masih 23 tahun. Berapa tahun usia pernikahanmu sekarang? Apa kamu sudah punya anak? Apakah kamu mencintai suamimu?” cerca CEO itu tanpa memalingkan wajahnya sedikitpun dariku. Para pewancara di belakang mulai menatapku dengan tatapan aneh. Mereka mulai berbisik entah apa yang mereka bicarakan. Sungguh aku bingung. Entah jawaban apa yang harus aku berikan. “Ma-maaf pak, hal itukan privasi, ke-kenapa bapak menanyakan hal itu?” tanyaku dengan khawatir. “Jika kamu ingin diterima, jawab semua pertanyaan saya dan JANGAN MEMBANTAH, SAYA TIDAK SUKA DIBANTAH!” Tegas CEO itu dengan menekankan kalimat terakhir. Sumpah disitu aku takut sekali melihat tatapan tajamnya yang masih mengarah kepadaku. “U-usia pernikahan saya hampir 2 tahun pak, sa-saya belum memiliki anak, dan sa-saya mencintai suami saya”. Keringatku sudah bercucuran dimana-mana entah aku sudah tidak peduli lagi mau diterima apa tidak, yang jelas aku ingin segera keluar dari ruangan ini agar bisa bernafas lega. CEO itu terdiam sejenak dengan masih menatapku. “Ooo begitu. Lalu menurutmu, apakah aku ini tampan? Gagah?”. Sontak pertanyaan itu mampu membuatku mendongak lagi yang tadi sempat tertunduk karena lemas. “I-iya pak, bapak tampan dan gagah”. Jawabku cepat. Dia aneh, bisa-bisanya dia menanyakan hal seperti itu. Aku tahu dia tampan, tapi apa harus sePD itu. Benar-benar aneh. Sarap kali ni orang. Grutuku dalam hati. Aku melihatnya mengedarkan pandangannya ke lain arah, lalu dia berdiri dengan tegap, sambil berkacak pinggang. “Baiklah kamu diterima. Mulai besok kamu akan menjadi sekretaris pribadiku”. Ucapannya mampu membuatku ternganga tak percaya. Begitu juga dengan para pewancara tadi di belakang sama terkejutnya denganku. “Ba-bapak serius menerima saya kerja disini?” tanyaku lagi dengan gugup. “Kamu menanyakan keseriusan saya dalam mengambil keputusan. Apa kamu tidak salah bertanya seperti itu? Atau kamu hanya main-main melamar kerja disini?” tanyanya dengan angkuh tidak terima. Aku sebenarnya bingung mau melanjutkan atau tidak, disisi lain aku sebenarnya tidak ingin menjadi sekretaris karena keinginanku adalah menjadi bagian pemasaran. Tapi jika aku tidak menerima, ini adalah kesempatan langka. Aku sudah berkali-kali ditolak perusahaan lain karena tidak punya pengalaman kerja. Ternyata nilai IPK tinggi tidak menjamin aku dengan mudah diterima kerja di perusahaan yang aku inginkan. “HEY Nona..Kenapa kamu tidak menjawab? Kamu mau main-main dengan saya hah?” Suara bariton itu membuat lamunanku buyar seketika. “Eh.. anu..eng-enggak pak. Saya bersedia menjadi sekretaris bapak, dan saya siap bekerja. Terimakasih bapak telah sudi menerima saya kerja disini”. Entah apa yang aku ucapkan, pikiranku kacau, yang jelas aku terima dulu, masalah lanjut atau tidak aku bisa minta pendapat suamiku nanti ketika pulang. Mendengar jawabanku. Aku melihat sosok CEO di depanku ini tersenyum penuh arti. Sumpah, tingkat ketampanannya makin naik saat tersenyum, pantas saja banyak kaum hawa memujinya tak henti-henti. Astagfirullah.. kenapa aku ini? Aku menggeleng cepat kepalaku hingga tidak sadar CEO angkuh itu telah keluar dari ruangan. *** Reyhan P.O.V Aku keluar dari ruangan dengan penuh kemenangan. Wajah tersenyumku membuat karyawan lain melihatku tidak berhenti menatap. Aku tahu mereka sangat jarang melihatku tersenyum, bahkan mungkin tidak pernah, dan aku tidak peduli itu. Saat ini aku merasa puas. “Nadira Maya Yatfar. Kamu sangat cantik”. Batinku sambil tersenyum. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN