Di Tempat Asing Lagi

1087 Kata
Lagi, saat Bella terbangun membuka matanya, dia berada di tempat yang tak dikenal, seperti sebelumnya. Wanita itu mendesah pelan, otaknya kini bekerja dua kali lebih cepat, untuk berpikir di mana kini keberadannya. Mengingat lagi kejadian sebelum dirinya menutup mata. Namun, karena efek mabuk semalam yang melandanya, membuat Bella sama sekali tak mengingat. Semuanya terasa sayup-sayup. Sungguh, ini sangat menyebalkan sekali. Kaki telanjangnya itu hinggap di atas ubin yang terasa dingin. Tubuhnya mulai terbangun, sedikit dia meringis karena merasa pusing pada area kepala yang cukup menyakitkan. Mulai melangkah, menyusuri tempat tersebut. Tempat yang sangat mewah dan juga besar, mungkin jika Bella perkiraan luas tempat ini 10×10 meter karena sangking luas nya. Terdapat ranjang putih yang berukuran cukup besar, bisa ditempati oleh empat orang. Lalu, sebelah kanan dan kirinya terdapat sebuah meja nakas yang mengisi dua lampu tidur berbentuk sama. Bergeser pada samping meja nakas, sekitar 2 meter setelahnya terdapat sofa putih yang tak terlalu panjang, bisa ditempati oleh dua orang saja. Di sebelahnya lagi, akan menemukan sebuah pintu yang Bella sendiri tak tahu apa isi di dalam pintu tersebut. Di hadapan ranjang dengan jarak sekitar berkisar 8 meter, terdapat pintu balkon dari kaca yang tertutup oleh tirai putih, sehingga sinar matahari menembus dari sana, menciptakan bayangan pada lantai. Lalu pada area sebelah kiri, terdapat satu pintu juga, lalu ada meja panjang yang diisi oleh tiga furniture berbeda, dari patung kecil, guci sampai vas bunga. Di tembok putih pada tempat itu, memiliki beberapa lukisan yang berbeda-beda, dari segi ukuran sampai segi gambarannya. Tak ada satupun foto seseorang di sini, Bella sudah berusaha mencarinya. Jadi, apakah dia berada di hotel? Jika benar begitu, maka Bella bisa pulang sekarang. Tak ingin lagi memikirkan sosok yang telah membawa dirinya ke sini atau kejadian semalam yang sudah dilupakan. Dia harus pulang, sebelum sahabatnya mencari lagi. Menuju ke pintu yang cukup mewah dan tinggi. Tangan Bella terangkat, menyentuh knop pintu yang terbuat dari besi lalu menekannya ke bawah. Untung tak terkunci, membuat dia langsung tersenyum dengan lebarnya. Tanpa membuang waktu lebih lama, dia membuka pintu itu. Kepalanya menyembul keluar, melihat ke kanan juga kiri. Semuanya lorong dan sangat sepi. Tak ada satupun orang yang dilihatnya pada tempat itu. Bella menegakkan tubuhnya, mulai melangkah keluar dari sana. Pintu kamar itu kembali ditutup olehnya. Beberapa saat dia masih terdiam pada tempatnya. Berpikir sekeras mungkin, memilih jalan kanan atau kiri. Tentu saja dia tak ingin tersesat pada tempat ini, oleh karena itu Bella harus berhati-hati saat memilihnya. "Kanan ... kiri ... kanan ... kiri," gumam wanita itu sembari menunjuk ke dua tempat yang berbeda. "Kanan aja deh, kanan kan lebih berguna." Mengikuti apa yang instingnya katakan, dia pun melewati lorong kanan. Terus melangkah sembari menikmati interior tempat ini. Lorong ini tak terlalu sepi, karena ada guci-guci besar yang menghias di beberapa tempat, belum lagi lukisan abstrak yang bisa menjadi tontonannya saat itu. Terus berjalan tanpa memperhatikan ke depan, membuatnya tanpa sadar menabrak tembok, langsung saja dia meringis pelan karena kening dan tubuhnya kejedot tempat itu. "s**t, sejak kapan ada tembok di sini." Beberapa kali, Bella membujuk tembok itu, mengeluarkan seluruh emosi yang ada di dalam dirinya pada objek yang kini tepat berada di depannya itu. Setelahnya, dia pun membalikkan tubuhnya, melangkah ke kiri dan terus menyusuri tempat tersebut dengan jalan yang lambat. Namun, derap langkah kakinya dapat terdengar dengan sangat jelas pada tempat yang sunyi itu. "Di mana pintu keluarnya sih!" ujarnya dengan penuh rasa kesal. Dia sudah sangat lelah sekali karena terus berjalan tanpa tahu arah sedikitpun, tapi yang ditemukannya tetap sama, masih saja lorong panjang. Tubuhnya semakin melemas. Dia butuh istirahat. Tangannya terangkat, mengelap keringat yang telah bercucuran dari kulitnya. Menarik nafasnya dan menghembuskan dengan sangat pelan, dia pun mulai melangkah kembali. Bibirnya bersiul pelan, mengisi kekosongan di sana. Sejujurnya ada rasa takut di dalam dirinya saat itu, karena kesunyian tempat ini yang berhasil mengintimidasinya. Dia ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini. Sampai dia menemukan sebuah lift pada ujung lorong, membuatnya langsung berseru senang saat itu, bahkan sampai melompat-lompat kesenangan. Tanpa membuang waktu lebih lama, dia pun memasuki lift tersebut. Menuju ke lantai satu. Menunggu beberapa saat di sana, sampai bunyi dentingan terdengar dan pintu lift kembali terbuka dengan sangat pelannya. Kini, penampakan ruangan yang besar dilihatnya. Berbeda dari sebelumnya, di mana sangat sepi, tempat ini justru begitu ramai. Beberapa wanita berpakaian putih dengan rok panjang selututnya tengah sibuk membersihkan rumah ini. Membersihkan noda di furniture, mengelap kaca lukisan atau bahkan merapikan tatanan meja yang sangat berantakan itu. Tak ada yang menyadari kedatangannya, seorangpun. Mungkin karena mereka yang tampak sibuk dengan urusan masing-masing tanpa sadar, kalau ada dirinya di sini. "Apakah aku harus bertanya pada mereka dulu di mana pintu keluar? Semoga saja mereka tak marah padaku," gumam nya. Dia menjilat pelan bibirnya, lalu mulai mempersiapkan diri untuk mendapatkan amarah dari mereka karena dia yang akan mengganggunya dengan sedikit bertanya. Perlahan, Bella melangkah menuju ke salah satu wanita di sana. Wanita yang berposisi membelakanginya dan sedang asik mengelap sebuah lukisan, sehingga wanita itu sama sekali tak menyadari keberadaannya. "Hmm, sorry," interupsinya. Bella menggaruk pelan pelipisnya yang tak gatal, melihat wanita yang kini tengah berbalik untuk menatapnya. Wanita itu justru terdiam beberapa saat dengan wajah terkejut yang ketara jelas. "Nona, apa yang Anda lakukan di sini?" tanya dia terkesan menghormati Bella. Ada perasaa tak mengerti di dalam diri Bella, dipikirnya dia akan mendapatkan tatapan sinis dari wanita yang tak dikenal olehnya itu, tapi justru sebaliknya. "Saya ingin pulang, apakah kau bisa menunjukkan jalan ke mana aku harus keluar?" tanya Bella. "Anda belum diperbolehkan untuk pulang sekarang," balas wanita itu memberitahunya, membuat Bella langsung mengerutkan keningnya, merasa sangat bingung sekali dengan ucapan pelayan tersebut. "Kenapa? Apa aku harus membayar hotel nya dulu? Ayolah, aku juga gak tahu mengapa bisa berada di sini. Lagian untuk sekarang, aku tidak memegang uang untuk membayarnya," ungkapnya tanpa jeda sedikitpun. "Maaf, tapi Anda harus menunggu Tuan saya pulang dulu." "Tuan?" tanya Bella. "Dia bos hotel ini?" Dia kembali melanjutkan. Wanita di depannya tampak sangat sabar sekali menghadapinya, sebuah senyuman yang bahkan masih belum surut di wajahnya itu tak pudar-pudar. "Perlu saya jelaskan, bahwa ini bukanlah hotel dan Tuan saya, dia adalah pemilik rumah ini." "Apa? Jadi, aku dibawa oleh Tuan Besar saat mabuk semalam." Bella meringis pelan, wanita itu berbalik dan memukul keningnya beberapa kali. Kini, dia mulai berpikir kenapa dirinya disekap di sini, pasti karena ada kesalahan yang tak sengaja semalam dilakukannya, sampai-sampai membuat Tuan Besar mengurungnya. Ah, Bella harap sesuatu yang buruk tak akan terjadi nantinya. Semua firasat buruk di dalam dirinya itu, sebisa mungkin dibuang oleh Bella.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN