TARIAN DALAM KETIDAKPASTIAN

517 Kata
BAB 22 – TARIAN DALAM KETIDAKPASTIAN Alunan musik jazz yang lembut mengalir dari speaker tersembunyi di dalam yacht, menciptakan atmosfer yang semakin intim. Cahaya redup dari lampu gantung kristal memantulkan bayangan halus pada permukaan marmer, menciptakan ilusi kehangatan di antara kemewahan yang membekukan. Lovania tetap duduk di sofanya, tangannya menggenggam gelas kristal berisi anggur merah yang masih tersisa. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda kegugupan, meskipun kehadiran Marco begitu dekat, nyaris mendominasi ruang di sekelilingnya. Marco meletakkan gelasnya di meja, lalu bersandar dengan santai di kursi di seberang Lovania. Mata tajamnya tidak pernah lepas dari wanita itu—seolah sedang mempelajari setiap detil ekspresinya. Marco: (Nada suaranya rendah, tetapi jelas memiliki niat tertentu.) "Saya selalu bertanya-tanya, Miss Valley… apakah Anda memang terbiasa bermain dengan jarak seperti ini?" Lovania mengangkat alis, menyesap anggurnya sebelum menjawab. Lovania: (Nada suaranya dingin, tetapi menggoda.) "Jarak, Marco? Saya hanya menikmati kebebasan saya. Atau apakah itu membuat Anda tidak nyaman?" Marco tertawa kecil, suara beratnya menggema lembut di ruangan yang penuh kemewahan. Dia meraih botol anggur yang masih setengah penuh, menuangkan isinya ke dalam gelasnya sendiri. Marco: (Dengan senyum samar yang nyaris berbahaya.) "Tidak ada yang bisa membuat saya tidak nyaman, sayang. Tetapi saya tertarik melihat bagaimana Anda terus bermain-main dengan batas ini." Lovania menyilangkan kakinya, sengaja membiarkan gerakannya terlihat anggun dan percaya diri. Dia tahu permainan ini belum mencapai puncaknya, dan Marco—pria yang selalu ingin berada dalam kendali—mulai merasakan ketertarikan yang semakin sulit dia kendalikan. Lovania: (Dengan nada santai, tetapi tajam.) "Saya tidak bermain, Marco. Saya hanya tidak suka terburu-buru. Kenapa? Apakah Anda mulai kehilangan kesabaran?" Marco menatapnya dalam-dalam, senyumnya tetap di tempatnya, tetapi ada sesuatu yang lebih gelap dalam tatapannya. Marco: (Dengan nada rendah, penuh tantangan.) "Kesabaran saya tidak mudah tergoyahkan, Miss Valley. Tetapi saya juga tahu kapan harus mempercepat sesuatu yang seharusnya sudah menjadi milik saya." Lovania menatapnya dengan sorot mata yang sama tajamnya. Dia tahu Marco tidak sedang bercanda, tetapi dia juga bukan wanita yang mudah tunduk. Lovania: (Dengan senyum kecil yang menggoda.) "Menarik. Tetapi apakah Anda yakin saya adalah sesuatu yang bisa Anda miliki begitu saja?" Marco tidak menjawab segera. Sebaliknya, dia bangkit dari tempat duduknya, melangkah mendekat dengan perlahan. Saat dia akhirnya berdiri tepat di hadapan Lovania, dia membungkuk sedikit, membiarkan wajahnya hanya beberapa inci dari wajah wanita itu. Aromanya—campuran kayu cendana, anggur merah, dan sesuatu yang lebih maskulin—terasa begitu kuat, nyaris membius. Marco: (Suara rendahnya nyaris berbisik.) "Sayang, segalanya bisa menjadi milik saya… jika saya benar-benar menginginkannya." Lovania menatapnya tanpa gentar, senyumannya tidak memudar sedikit pun. Dia bukan wanita yang mudah jatuh dalam permainan pria seperti Marco, tetapi dia juga tahu—permainan ini baru saja semakin menarik. Lovania: (Dengan nada lembut, tetapi menusuk.) "Maka Anda harus berusaha lebih keras, Marco. Karena saya bukan sesuatu yang bisa dimiliki hanya dengan kata-kata." Marco tertawa kecil, tatapannya semakin dalam, semakin menuntut. Marco: (Dengan suara rendah yang menggoda.) "Baiklah, Miss Valley… kalau begitu, mari kita lihat siapa yang akan menyerah lebih dulu." Dan dengan itu, pertarungan diam-diam di antara mereka terus berlanjut—dalam godaan, dalam ketegangan, dan dalam ketidakpastian yang begitu menggoda.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN