Gadis Payah

1226 Kata
"Dasar gadis payah!" umpat Leo. Ia mendorong Anna agar menjauh darinya. Ia melirik Anna sekilas sebelum kembali mencari kotak P3K yang sedari tadi ia cari. "Berhenti! Jangan bertindak sesukamu disini! Ini bukan rumahmu," ucap Anna dengan kesal. Leo berbalik lalu menatap Anna, "Kalau begitu kau sendiri yang mencarinya!" balas Leo ketus. Anna menghela nafas pelan, lebih baik ia yang mencari kotak obat itu daripada pria itu mengacak-acak rumahnya. Anna berharap semoga ayahnya bisa datang secepatnya lalu menghabisi Leo. Setelah beberapa saat ia mencari, akhirnya Anna menemukan kotak obat tersebut. Ia memberikan kotak itu pada Leo dan berharap setelah selesai membersihkan lukanya ia mau pergi. "Aku telah menemukannya." Anna memberi kotak obat itu pada Leo. Leo langsung mengambilnya dan duduk dikursi berniat untuk mengobati luka lebam yang ada diwajahnya. Anna hanya diam menatap Leo, jika boleh jujur Leo cukup tampan hanya saja ia suka seenaknya. Ini baru pertama kali Anna dan Leo bertemu, mereka sama sekali tidak saling mengenal. Tentu saja, hari ini bahkan hari pertama Anna menginjakkan kakinya di Berlin dan sudah pasti ia tidak mengenal Leo. "Setelah mengobati luka yang ada diwajahmu itu, kuharap kau akan pergi." Anna menatap Leo dengan serius. "Kau mengusirku?" Leo balik menatap Anna dengan tatapan yang tidak percaya. "Tentu. Mengapa aku harus membiarkan orang yang tidak aku kenali berlama-lama dirumahku? Ku beritahu padamu, ebaiknya kau pergi sebelum Ayahku pulang," jawab Anna dengan ketus dan sedikit mengancam. Leo menatap Anna dengan sinis. Ia kemudian kembali memfokuskan diri pada luka luka yang ada ditubuhnya. Leo adalah pria keras kepala, ia tidak peduli dengan apapun. *** Anna belum juga bisa merasa tenang, bagaimana tidak pria yang tiba-tiba masuk ke rumahnya itu belum juga beranjak dari kursi. Sejak tadi Anna menyuruhnya untuk pergi, tapi pria itu tidak juga bergeming. Anna sudah merasa sangat muak, sungguh! "Apa kau sudah selesai?" tanya Anna dengan kesal. Belum sempat Leo menjawab ucapan Anna tiba-tiba ponselnya berdering. Ia mengangkat telepon itu dengan wajah yang terlihat serius. Beberapa saat kemudian, Leo menutup teleponnya lalu bangkit dari kursi menuju kesebuah jendela rumah Anna yang cukup besar, entah apa yang ada dipikiran pria itu sekarang. "Kau mau kemana?" Anna menatap Leo dengan bingung. "Beritahu ayahmu, Leonardo datang berkunjung," ucap Leo sebelum melompat keluar lewat jendela. Anna terdiam, ia hanya menatap punggung Leo yang mulai tak terlihat dari pandangannya. "Leonardo... sebenarnya siapa pria itu?" Anna larut dalam pikirannya sendiri. Jujur saja Anna tidak tau persis siapa Leo dan mengapa ia sampai mengenal ayahnya tapi yang pasti Leo dan ayahnya tidak memiliki hubungan yang baik, itu sudah pasti. Dan jika hal itu benar itu artinya Leo bukanlah pria baik. Dari tampang dan penampilannya saja sudah dapat terlihat jelas bahwa Leo bukanlah orang sembarangan. Dering telepon membuyarkan lamunan Anna. Ia segera mengangkat telepon berharap yang menelpon adalah Ayahnya. Dan benar saja, yang menelpon adalah James. "Hallo, ayah? Kau ada dimana? Mengapa tiba-tiba kau menghilang? Aku mencarimu kemana-mana tapi ti—" "Tenanglah nak, ayah baik-baik saja. Saat ini ayah sedang ada pekerjaan itulah mengapa tadi auah buru-buru pergi tanpa berpamitan padamu, tapi kau tidak perlu khawatir. Kau tunggu disana, sebentar lagi ayah akan pulang, okey?" ucap James untuk menenangkan putrinya dari balik sambungan telepon. Anna menghela nafas pelan, ia lalu mengiyakan ucapan ayahnya kemudian menutup telepon. Setelah ayahnya pulang nanti, Anna akan menceritakan segala sesuatu yang terjadi dirumahnya dan tentu rumah tetangganya itu yang tiba-tiba saja diserang oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab Rumah sangat sepi, Anna teringat ibunya. Entah apa yang saat ini ibunya sedang lakukan, Anna benar-benar merindukan ibunya. Selama bertahun-tahun ia hidup bersama ibunya, ini adalah kali pertama Anna dan ibunya berpisah. Anna benar-benar merasa kesepian. Dengan langkah gontai Anna berjalan menuju area dapur untuk mengambil air. Rumah yang sebesar itu benar-benar sangat sepi. Hanya ada Anna dan... hewan-hewan yang ada dirumah. Setelah selesai minum, Anna memutuskan untuk kembali ke kamarnya agar bisa beristirahat sekaligus menunggu sang ayah pulang ke rumah. Cukup lama Anna menunggu tapi James belum juga pulang. Anna sudah sangat lelah, tapi ia juga tidak ingin ketika ayahnya pulang ia tidak menyambutnya. Ini sudah sangat larut harusnya Anna sudah tidur dan seharusnya James juga sudah pulang. Anna berjalan menuju meja belajarnya lalu mengambil novel untuk menemaninya menunggu sang ayah. Tapi diluar dugaan, Anna justru tertidur pulas beralaskan novel. *** Tringg tringgg tringggg Suara jam weker membangunkan Anna. Saat ia terbangun ia sudah berada dikasur king sizenya dengan memakai selimut. Seingat Anna, sebelumnya ia berada dimeja belajar dan tengah membaca novel lalu mengapa tiba-tiba ia berada di sini? Apakah ayahnya yang telah membopongnya hingga ke kasur? Entahlah, siapa yang tau. Anna turun dari atas kasur lalu berjalan menuju jendela besar. Ia lalu membuka horden dan jendelanya agar udara pagi dapat masuk kedalam kamarnya. Setelah membuka jendela Anna kemudian untuk menyikat gigi tapi sebelum itu, Anna terlebih dahulu minum air putih. Hari ini adalah hari kedua ia berada di Berlin. Hari ini ia akan jalan-jalan tentu bersama sang ayah. Jika ayahnya menolak Anna akan memaksanya agar setuju. Banyak hal yang ingin Anna ketahui tentang kota kelahiran ayahnya dan tentu banyak tempat yang ingin ia kunjungi terutama universitas-universitas ternama yang ada di kota Berlin. Ini adalah cita-citanya sejak lama dan ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang telah ia dapatkan. Anna POV Setelah selesai membersihkan diri, aku memutuskan untuk menemui ayah. Semalam aku tidak tau ayah pulang jam berapa, aku tiba-tiba tidur di kasur saja membuatku heran. Saat menuruni anak tangga aku melihat ayah dudah duduk di kursi sofa sembari membaca koran. "Selamat pagi, ayah?" sapaku pada ayah. Ayah berbalik lalu menoleh padaku, ia tampak tersenyum. "Selamat pagi honey, bagaimana tidurmu semalam? Apakah nyenyak?" tanya ayah padaku sembari sesekali melirik koran yang ia pegang. "Ya tidurku nyenyak. Bahkan aku tidak sadar mengapa tiba-tiba aku berada di kasur. Apakah ayah yang memindahkanku?" Aku menatap ayah dengan raut wajah serius. "Tidak baik tidur seperti itu. Bisa-bisa punggung dan lehermu sakit nantinya. Itulah mengapa ayah mengangkat dan memindahkanmu ke kasur. Jujur saja, kau kini sangat berat ayah sampai kewalahan mengangkat mu semalam," ledek ayah untuk menggodaku. Aku tersenyum simpul. Ayah kembali fokus membaca koran, aku berfikir untuk menceritakan masalah yang terjadi semalam. "Apakah ayah tau kalau salah satu rumah tetangga kita diserang oleh sekelompok pria aneh semalam?" tanyaku pada ayah berharap ia tau. Menurutku inu adalah masalah besar, sebagai polisi ayah harus mengusut kasus ini. "Itu sudah sering terjadi, Anna. Kita tidak perlu repot-repot ikut campur tentang masalah orang itu," jawab ayah dengan cuek, perhatiannya tetap mengarah pada koran. "Tapi sebagai polisi ayah harusnya mengusut kasus ini hingga tuntas bukan? Ini berbahaya." Mendengar ucapanku ayah langsung menatapku dengan tatapan serius. Ia meletakkan koran itu lalu menyeruput kopinya. "Dengarkan ayah Anna. Rumah yang diserang semalam adalah rumah pria b******k yang selalu mencari masalah di kota ini. Mereka semua adalah sekelompok gangster. p*********n itu akan terus terjadi. Oleh sebab itu, kau jangan pernah keluar dari rumah saat malam hari dan jangan pernah berfikir untuk menginjakkan kakimu kerumah itu, mengerti?" jelas ayah panjang lebar. Aku terdiam mendengar semua penjelasan ayah. Lalu pria semalam siapa? Apakah dia juga seorang gangster? Aku ingin menanyakan hal yang mengganggu pikiranku pada ayah tapi aku takut. Bagaimana ini? "Kau mengerti maksud ayah 'kan?" ucap ayah untuk memastikan aku mengerti. "Iya, aku mengerti. Tapi ayah, semalam ada pria yang menerobos masuk dalam rumah kita." "Apa?" ayah menatapku dengan terkejut. Aku menghela nafas panjang sebelum menceritakan segalanya pada ayah. Aku berharap ayah tidak akan marah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN