Gadis Penolong

930 Kata
Flashback 15 Tahun Lalu "Diam, atau mati!" "Diam, atau mati!" "Diam, atau mati!" Gavin terbangun dari tidurnya, dengan nafas terengah, jantungnya berdegup kencang, dengan badan gemetar, ingatan saat dia melihat pembunuhan di depannya, melihat orang itu sekarat akibat tusukan pisau dengan darah mengalir di seluruh tubuhnya membuat Gavin ketakutan. Bocah sepuluh tahun itu mengerut ketakutan saat mendengar pintu terbuka, entah dimana dia berada dia tak mengenali kamar usang itu, ini bukan gudang tempat orang tua angkatnya mengurung, bahkan menyiksanya. Gavin mendongak melihat pria pembunuh tadi malam ada di depannya "To ... tolong jangan sakiti aku Pak, aku ... tidak akan bicara apapun, pada siapapun ... ." Gavin mengatupkan tangannya di d**a, ketakutan, bocah itu bicara dengan terbata. "Diamlah, makan itu!" pria itu memberikan Gavin sebungkus roti dan air mineral. Gavin menelan ludahnya sudah tiga hari dia tidak makan, melihat roti saja dia sudah seperti melihat daging, Gavin mendongak melihat pria dewasa di depannya "Bo- lehkah aku memakannya?" tanyanya dan mendapat anggukan kepala dari pria pembunuh tersebut. Dengan cepat Gavin membuka bungkus roti tersebut dan memakannya, karena begitu lapar dia melakukannya dengan terburu- buru. "Pelan- pelan kau bisa tersedak." dan benar saja Gavin tersedak, hingga pria di depannya berdecak. "Cih, merepotkan." membuka tutup botol air dan memberikannya pada Gavin. "Setelah ini pergilah, dan ingat jangan sampai aku melihatmu lagi, jika tidak aku akan menghabisimu" Gavin menelan ludahnya kasar, lalu mengangguk. Gavin benar- benar pergi, meski tak tahu harus kemana, namun dia juga tak ingin diam di rumah pembunuh itu. Gavin melihat sekitarnya, dan terus berjalan dengan kaki yang terseret, kakinya masih sakit akibat siksaan dari orang tua angkatnya, tubuhnya juga masih terasa sakit dan perih, Gavin meneteskan air matanya dia menangis, Gavin sebatang kara, tak punya rumah atau siapapun yang melindunginya. Gavin duduk di emperan toko dia kelelahan, dan perutnya kembali lapar, satu roti yang di berikan pembunuh itu sepertinya sudah tercerna dalam perutnya, dan sekarang dia kembali kelaparan. Gavin mencoba memejamkan matanya semoga setelah tidur, laparnya segera hilang. "Hei, bangun!" "Cepat bangun!" "Apa kau mati, ayo bangun!" Gavin mengerjap dan melihat seorang pria asing di depannya. "Kau tidak tahu toko ini akan buka, pergilah kau mengotori toko ku!" Gavin melihat sekitarnya tak ada yang peduli padanya meski dia sangat kesakitan dan pemilik toko itu malah mengusirnya. ... Gavin berdiri di depan sebuah restoran kecil, menghirup aroma makanan membuatnya semakin kelaparan, Gavin menelan ludahnya saat melihat orang- orang makan dengan lahap di dalam sana "Aku kelaparan," lirihnya. Gavin menangis dengan memegang perutnya yang sakit, namun dia menoleh saat merasakan seseorang menarik kaos lusuhnya "Kakak kau menangis?" Gavin mengusap air matanya "Tidak," kilahnya. "Tapi matamu berair," ucap gadis kecil di depannya "Aku bilang tidak!" Gavin sedikit meninggikan suaranya, bocah kecil ini sedang mencibirnya. "Kata Mama, kita gak boleh berbohong, kalau berbohong kita berdosa dan akan masuk neraka." Gavin tersenyum pedih, dirinya bahkan sudah ada di neraka sekarang, hidupnya tak pernah beruntung bahkan mungkin sejak lahir. "Kenapa terus melihat restoran papaku?" Gavin menggeleng namun perutnya berbunyi, gadis kecil itu pun mendongak melihat wajah Gavin yang lusuh dan pakaian yang kotor "Kakak ingin makan?" Gavin menunduk melihat gadis kecil yang sejak tadi begitu cerewet, sudah tau dia lapar memang mau apa. Gavin berbalik, dia akan pergi saja, terus diam disana membuatnya semakin lapar, aroma makanan disana sangat mengugah selera. "Kakak akan kemana?" "Pergi." Gavin menoleh saat gadis kecil itu menahan tangannya. "Tunggu sebentar disini." Gavin melihat gadis kecil itu berlari ke dalam restoran, rambut panjangnya bergoyang mengikuti langkah cepat kakinya yang berlari, lalu tak lama gadis itu kembali dengan sebuah kotak. "Untuk kakak," katanya dengan senyuman. Gavin menatap kotak makanan di depannya. "Untukku?" gadis kecil itu mengangguk masih dengan tersenyum. "Nana." Gadis itu melihat kearah sumber suara dimana seorang pria tinggi melihatnya, tiba- tiba Gavin merasa gamang, apakah orang itu akan melarangnya menerima makanan itu. Namun Gavin tertegun melihat pria itu tersenyum padanya dan mengangguk, Gavin mengulurkan tangannya dan mengambil makanan di tangan gadis itu. "Nana pergi dulu," ucap gadis kecil itu sambil melambaikan tangannya dan berlari kembali ke arah pria tinggi di dalam restoran. "Terimakasih Nana." ... Gavin menikmati makanan pemberian gadis bernama Nana tersebut, makanan ini sangat enak, atau perutnya memang sedang kelaparan Gavin rasa meskipun itu hanya sekedar nasi tanpa lauk akan tetap enak untuknya. Apalagi nasi pemberian Nana, di campur dengan sayuran dan ayam di dalamnya, Gavin sangat berterimakasih, nanti Gavin akan kembali kesana dan berterimakasih dengan benar. Setelah makan rupanya perut Gavin yang kenyang kini membuatnya mengantuk, dan lagi-lagi kebingungan melandanya dia akan tidur dimana malam ini. Malam semakin gelap, dan Gavin belum menemukan tempat untuknya tidur, Gavin melihat sekitarnya, orang- orang dengan pakaian lusuh juga mulai tertidur di emperan toko, baiklah dia juga akan tidur disana. Gavin mendekat ke sebuah emperan dimana sudah ada seorang ibu- ibu disana. "Mau apa kau kemari!" sergahnya. "Aku akan tidur." Gavin berkata dengan takut dia tak tahu ibu- ibu tersebut ternyata sangat menakutkan. "Ini tempatku, pergi cari tempat lain!" Gavin pun berbalik dan mencari tempat lain namun setiap dia mendekat dia akan di usir dan di marahi, sepertinya tidak ada tempat untuknya disana. Gavin memutuskan pergi dan menyusuri jalan untuk mencari tempat atau emperan toko yang kosong, namun langkahnya terhenti saat sebuah mobil berhenti di depannya, dengan lampu menyorot ke wajahnya. Gavin yang merasa silau hanya bisa menunduk, namun Gavin tertegun saat melihat sepasang kaki berdiri di depannya, dia hapal dan tahu siapa orang di depannya, meski hanya dengan melihat kakinya saja. Gavin akan berlari namun dia kalah cepat dengan orang itu yang sudah menarik kerahnya dan menyeretnya masuk ke dalam mobil. "Kau pikir kau bisa lari, dasar anak pembawa sial!" ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN