Usaha Amar

1151 Kata
"Saya bisa bertemu dengan pemilik restoran ini?" Gavin menatap pelayan di depannya, dan membuat si pelayan salah tingkah, Gavin bahkan harus bertanya dua kali untuk mendapat jawaban. "Biasanya beliau datang sebentar lagi Mas ... eh itu dia, putri pemilik restoran Mas." Si pelayan bicara dengan terbata dia sungguh terkesima melihat wajah tampan Gavin. Gavin melihat ke arah pintu dimana seseorang baru saja masuk, dahinya mengeryit saat melihat seorang gadis yang jauh dari bayangannya, tak ada rambut panjang dan senyumnya tak menampakan gigi kelinci, kemana semua itu? Pelayan yang tadi melayani Gavin pergi ke arah perempuan itu dan mengatakan bahwa ada yang mencarinya, begitu yang Gavin lihat dari gestur sang pelayan yang bahkan menunjuk ke arahnya. Gavin terus memperhatikan gadis tersebut, dan bisa Gavin lihat perempuan itu tertegun, lalu salah tingkah seperti wanita pada umumnya yang berhadapan dengannya, bukan terlalu percaya diri, tapi Gavin mendengar dari semua wanita - wanita itu jika dirinya tampan, dan berkat olah raganya yang rutin dia lakukan dia juga memiliki tubuh yang atletis, jadi sudah pasti perempuan di depannya saat ini pasti juga sedang terpesona. ... Najwa baru saja datang ke restoran dan Ratih mengatakan jika ada seorang pria yang ingin bertemu dengannya. "Siapa Tih?" tanyanya. "Gak tahu Mbak, Cowok ganteng." Ratih menunjuk seseorang yang sedang duduk di kursi sudut dekat rak buku. Najwa tersenyum dan berjalan mendekat kearah cowok ganteng yang di bilang Ratih. "Amar, kamu kesini?" ... "Anda mencari saya?" Gavin memejam mendengar suara perempuan yang kini mendudukan dirinya di kursi di depannya, bukan suara ini, dia tidak mengenalinya, tapi bukankah waktu 15 tahun bukan waktu yang sebentar, juga proses pendewasaan dapat merubah suara, Gavin merasa lucu bagaimana mungkin orang dewasa masih bersuara bak anak kecil berumur enam tahun. "Kamu pemilik restoran ini?" "Oh, bukan saya cuma putrinya, restoran ini milik orang tua saya." Gavin mengangguk. "Saya Gavin, saya tertarik untuk membuat restoran juga, dan saya membutuhkan partner untuk berkerja sama, tentu saja yang lebih berpengalaman, jika saya bisa bertemu dengan pemiliknya langsung saya bisa memberikan penawaran, untuk membuat restoran ini semakin besar." Bisa Gavin lihat mata gadis di depannya kini berbinar, mungkin tak menyangka jika Gavin bisa membuat penawaran. "Ah, ya akan saya sampaikan kepada Papa saya nanti," ucap gadis yang masih duduk salah tingkah di depan Gavin. Gavin mengangguk "Tapi sebelum itu bolehkan kamu temani saya makan dan merekomendasikan menu apa yang terbaik di sini? " Gadis itu mengangguk antusias "Tentu saja untuk menjadi referensi di restoran saya nanti," kata Gavin lagi. Pelayan datang dan menyajikan pesanan Gavin "Kamu bisa bawakan menu sepesial lainnya." gadis itu bicara pada pelayan. "Mas ini ingin referensi bukan, jadi harus mencicipi semua menu di sini." gadis itu menjelaskan alasannya, melihat Gavin menatapnya dengan heran. Gavin mengangguk setuju. "Oh, ya saya Nadia." Gadis itu memperkenalkan diri. "Nama panggilan kamu?" Gavin bertanya dan Nadia mengeryit "Ah, lupakan. Bukan apa- apa." Gavin rasa dia terlalu cepat bertanya, namanya Nadia, dan bisa jadi panggilan Nana hanya biasa di sebutkan oleh orang terdekatnya. Gavin mengeryit lalu tersenyum ke arah Nadia "Bagaimana rasanya?" "Ini enak." Gavin tidak berbohong makanan nya enak, hanya saja, ah ... sudahlah Gavin tidak boleh menerka- nerka lagi restoran nya masih di tempat yang sama, dan Gavin sekarang berhadapan dengan gadis bernama Nadia yang mungkin Nana adalah nama panggilannya, bisa saja bukan? Dan kini saatnya Gavin mengucapkan terimakasih atas bantuan gadis kecil itu. Tapi bagaimana caranya? apakah gadis itu masih mengingatnya apalagi kejadiannya 15 tahun lalu. Jadi bagaimana cara Gavin berterimakasih. "Baiklah, saya akan datang lagi nanti, kamu bisa beritahu saya kalau papa kamu tertarik untuk kerjasama." Gavin memberikan nomer ponselnya dan pergi. Nadia menggenggam kertas berisi nomer ponsel Gavin dengan senyuman, tentu saja Papanya harus setuju dengan penawaran Gavin. ... "Amar, kamu kesini?" Najwa mendudukan dirinya depan Amar. "Iya, aku baru tahu kamu punya restoran." "Bukan punyaku, punya orang tua, aku cuma bantu buat promo aja ke temen- temen kampus." beberapa hari lalu Najwa memang mengunggah di grup kampus jika restorannya sudah kembali dibuka tentu saja sudah dengan dekorasi yang baru, dan hasilnya sudah mulai terlihat, beberapa teman kampus Najwa juga sudah datang dan memuji makanan sekaligus dekorasinya. Banyak juga pelanggan baru yang datang karena beberapa postingan pengunjung yang membuat restorannya viral. Najwa juga memberikan penawaran diskon 50% untuk pengunjung yang mau memposting restoran mereka di sosial media dan memberi ulasan positif tentunya. "Aku penasaran jadi dateng deh," ucap Amar. Najwa mengangguk, "Makanan di sini udah turun temurun dan rasanya tetap sama sejak dulu, jadi buat orang yang suka masakan rumahan pasti cocok, tapi kamu tenang aja kalau suka makanan kekinian, kami juga buat menu baru, kamu boleh pesan disini ... ." Najwa memberikan buku menu berbeda dengan yang di pegang Amar. "Aku juga ada diskon 50% buat yang posting di sosial media, jangan lupa ulasan dan komentar positif, apalagi follower kamu pasti banyak, aku bisa untung banyak kalau penggemar kamu pada datang." Najwa tersenyum antusias. Amar tertegun, dia terpana tidak menyangka jika datang kesana akan mendengar ocehan Najwa yang justru membuatnya terpesona, Amar tahu Najwa memang periang namun tidak tahu jika Najwa bisa bicara padanya sangat banyak bahkan tanpa jeda, meski isi pembicaraannya hanya sekedar promosi restorannya. "Aku dengan senang hati kalau bisa bantu kamu, dan semoga setelah aku posting pengunjung nya makin banyak." "Aamiin." Najwa bahkan mengangkat tangannya tanda bahwa dia mengaminkan ucapan Amar. Amar benar- benar memposting tentang restoran Najwa, lengkap dengan ulasan makanan dan tempat yang memang mengasikkan, Amar jarang sekali posting foto selfinya, namun pengecualian untuk hari ini, Amar memposting banyak foto saat berada di restoran Najwa, dan itu karena jepretan Najwa, dan Najwa terus memujinya. "Wah ... keren ... satu kali lagi ya, Mar." Amar mengangguk dan membiarkan Najwa mengambil fotonya yang sedang menikmati minuman lalu membaca buku, bahkan makan disana. Amar keberatan? tentu saja tidak, dia dengan senang hati melakukannya demi gadis yang dia sukai. Ya ... Amar menyukai Najwa dan kedatangan Amar selain penasaran dengan restoran Najwa, juga untuk pendekatan pada gadis itu. "Khusus buat kamu, aku kasih gratis, maaf ya udah jadiin kamu model dadakan." "Ga papa kok Naj, aku senang bisa membantu, dan semoga setelah foto- fotonya aku posting pelanggan kamu makin banyak." Amar menggaruk tengkuknya dia jadi salah tingkah "Tapi aku bisa minta sesuatu gak Naj?" Najwa mengeryit "Anggap saja bayaran aku sebagai foto model dadakan kamu." Najwa terkekeh "Kayaknya aku gak punya uang lebih deh buat bayar model." Amar tersenyum semakin gugup "Bukan uang kok Naj, aku cuma mau ajak kamu nonton mau kan?" Najwa tertegun, dan dengan cepat Amar berkata "Bukan sekarang, begini saja kalau yang like postingan aku banyak dan terbukti mereka datang karena rekomendasi dariku baru kita pergi nonton." Najwa mendongak melihat Amar "Please." Najwa berfikir sejenak lalu mengangguk, ini untuk ucapan terimakasihnya, bukan dan tidak lebih. Amar bersorak dan untuk merealisasikannya Amar harus banyak mengiklankan restoran Najwa, setidaknya itu sebanding dengan apa yang akan dia dapatkan, yaitu pergi nonton dengan Najwa, bukankah itu bagus dia jadi punya kesempatan lain untuk pendekatannya. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN