Gavin membuka emailnya dan menemukan beberapa email tentang pekerjaan, tentu saja membunuh seseorang.
Gavin memeriksa satu persatu, tak semua mengenal pembunuh seperti Gavin, hanya orang- orang tertentu dan dia akan merekomendasikan secara diam- diam, tentu saja jika pekerjaan Gavin terancam maka, Gavin akan menyeret semua orang yang memerintahnya, dan tidak akan ada yang mau membocorkan rahasianya, Gavin tak pernah berhadapan langsung dengan para klien nya, hanya jika benar- benar di perlukan itu pun orang lain tidak bisa melihat wajah Gavin, selebihnya Gavin hanya akan bertransaksi lewat ponsel dan Gavin akan menggunakan kartu satu kali pakai untuk berhubungan dengan kliennya, begitu selesai pekerjaan uang akan segera Gavin terima dan Gavin menyingkirkan semua bukti.
Gavin membaca emailnya dengan teliti, email berisi sebuah foto yang ciri- ciri orang yang harus dia habisi, lalu alamat dan tempat- tempat yang sering calon korbannya datangi, untuk mempermudah tugasnya menghabisi targetnya.
Sangat kebetulan targetnya kali ini berada di Indonesia, bahkan di kota yang sama, apa Gavin sedang di awasi?
Gavin menyiapkan segala kebutuhannya dan akan mulai mengawasi targetnya tiga hari ke depan.
...
Najwa memasuki kelas dimana sudah ada Sarah disana.
"Hai, Assalamualaikum," sapanya tiba- tiba, hingga membuat Sarah mengusap dadanya terkejut "Waalaikumsalam."
"Eh, maaf kaget ya, kenapa ngelamun?"
Najwa meletakkan tasnya di meja dan duduk di sebelah Sarah.
"Naj, sebenarnya perasaan kamu ke Amar gimana sih?"
Najwa mengerutkan keningnya "Amar? kok tiba- tiba, Amar?"
"Kamu tahu aku suka sama Amar kan?" Najwa mengangguk "Kalau kamu gak ada perasaan aku mau kejar Amar," ucap Sarah dengan raut wajah merah.
Najwa terkekeh "Ya kejar dong, cinta kan butuh perjuangan."
Sarah tersenyum "Beneran, kamu gak ada rasa buat Amar? Aku kira Amar suka sama kamu deh Naj, tapi kalau ada kesempatan aku mau berusaha, aku yakin pasti bisa meluluhkan Amar."
Najwa tersenyum "Aku cuma anggap dia temen kok, gak lebih, selamat berjuang ya." Najwa menyenggol bahu Sarah dengan senyuman menggoda.
Sarah mengangguk dengan semangat, awalnya Sarah kehilangan semangatnya saat melihat postingan sosial media Amar saat pria itu menghabiskan waktu di restoran Najwa dan sengaja menandai Najwa dalam postingan tersebut, dan mengatakan bahwa semua potret di ambil oleh Najwa di tambah emoticon love.
Namun saat mengetahui Najwa tidak memiliki perasaan lebih pada Amar, dia siap untuk berjuang.
..
"Kalau jalan lihat- lihat dong!" saat akan keluar kelas Najwa bertabrakan dengan Selena si putri kampus.
"Heh, Selena, udah jelas situ yang nabrak kita!" Sarah angkat bicara.
Selena mendelik "Terus kalian gak lihat gue sejak tadi jalan ke arah sini, ya nyingkir dong."
"Memangnya situ Pejabat sampai kita harus menyingkir dari jalanan, baru jadi putri kampus aja sombong!"
"Sar, udah." Najwa menarik tangan Sarah agar tidak terus berdebat.
"Masih mending gue putri kampus dari pada kalian, gak penting!" Selena memandang Sarah dan Najwa dari atas ke bawah dan membandingkan pakaiannya yang kurang bahan, Sarah memang tidak berkerudung seperti Najwa namun pakaiannya cukup tertutup dan jauh berbeda dengan pakaiannya yang selalu up to date dan seksii.
"Awas minggir, jalan kok kayak pager ngalangin gue."
"Heh, jalanan tuh lebar, sono kan bisa." Sarah menunjuk jalan di sebelah mereka.
Najwa memijat kening nya pusing, setiap bertemu dengan Selena, Sarah pasti bertengkar.
"Iya Mbak, silahkan." Najwa menarik Sarah melipir membiarkan Selena lewat.
Selena mendengus dan kembali berjalan.
Sarah mencebik "Katanya putri kampus tapi gak ada akhlak," cibirnya kesal.
"Kenapa?" Amar melihat dari kejauhan, Sarah berdebat dengan Selena, lalu dia memutuskan untuk menghampiri.
"Eh, hai Mar"
"Hai Sar, Naj udah selesai kelasnya?"
"Udah Mar."
"Oh, Okey, Naj aku anter kamu pulang ya?" Sarah menunduk malu, dia yang menyapa tapi Najwa yang di ajak pulang bareng.
Najwa tersenyum "Maaf ya, Mar, aku di jemput Papa mau ke restoran, paling bentar lagi datang."
"Oh, gitu ... ." Amar nampak kecewa.
"Tapi bisa tolong anterin Sarah gak, supirnya gak jadi jemput katanya."
"Eh?" Sarah menatap bingung Najwa, dan Najwa mengedipkan matanya.
"Eh, iya Mar, boleh numpang gak?"
Amar tersenyum kecil "Ya sudah ayo."
"Ya udah sana, aku nunggu Papa aku kok." Najwa melambaikan tangannya ke arah Amar dan Sarah.
Setelah Amar dan Sarah pergi Najwa melihat ponselnya yang bergetar.
"Iya, Pa?"
"Na, Papa gak jadi jemput, restoran lagi rame banget, kamu naik taksi aja ya, Sayang."
"Oh, ya udah gak papa kok Pa, aku naik taksi aja."
Najwa menghela nafasnya dan berjalan beberapa meter dari gerbang kampus untuk mencari taksi.
"Taksi!" Najwa melambaikan tangannya saat melihat taksi melintas, dia sudah menunggu hampir satu jam akhirnya taksi nya datang, taksi berhenti namun saat akan memasuki taksi Najwa mengerutkan keningnya, dari pintu sebrang ada seorang pria yang membuka pintu.
"Loh, Mas, saya duluan."
"Kamu tidak lihat kaki ku sudah masuk dan pasti aku yang lebih dulu."
"Gak bisa gitu dong Mas, jangan mentang- mentang kakinya panjang terus bilang ini taksi Mas, gara- gara kaki Mas masuk duluan."
Najwa sudah kepanasan dan menunggu taksi lama, terus tiba- tiba si cowok jangkung itu merebut taksinya.
Najwa membelalakan matanya saat pria itu masuk dan mendudukan dirinya di kursi "Loh?"
"Jalan Pak," ucapnya tak peduli.
Najwa tak terima dan memilih duduk di kursi sebelahnya "Pak ke restoran Samara ya!"
"Gak bisa pak, saya sudah duluan."
Supir taksi yang sejak tadi diam hanya menggaruk kepalanya "Jadi saya harus kemana ya?"
"Restoran Samara, Pak."
"Jalan Mawar Pak!"
"Begini saja." Supir taksi memberi jalan tengah "Karena jika akan ke jalan Mawar kita melewati restoran Samara, jadi saya bisa antar kalian berdua."
..
Najwa mengintip dengan ujung matanya jika pria di sebelahnya melihat dan memperhatikannya, Najwa menggeser duduknya mendekati pintu, dan si pria di sebelahnya mengerutkan keningnya "Apa yang kau lakukan?"
Najwa tersenyum "Mengantisipasi kejadian yang tidak di inginkan."
Najwa bisa melihat pria itu mengeraskan rahangnya "Kau pikir aku tidak memiliki wanita, dan apa kau pikir supir taksi akan diam saja jika aku berbuat macam- macam denganmu."
"Lalu apa yang aku lihat dari pakaianmu yang panjang dan longgar," lanjutnya.
Najwa mengerutkan keningnya "Hei, Mas, kalau perkataan saya tidak benar tidak usah tersinggung, saya cuma melakukan apa yang harus saya lakukan, terserah Mas selera Mas mau seperti apa, bukan urusan saya."
Supir taksi lagi- lagi hanya menggeleng.
Najwa membuka tasnya dan mencari ponselnya yang berdering "Assalamualaikum, Pa?"
"Na, kamu masih di kampus, belum dapet taksi, mau Papa jemput?"
"Eh, enggak Pa, aku udah deket resto kok Pa, cuma tadi agak susah cari taksi mesti rebutan dulu." Najwa melihat ke arah pria di sebelahnya, kenapa dia terus memperhatikan dirinya.
"Ya sudah hati- hati, bilang sama supirnya jangan ngebut supaya Nana papa pulang dengan selamat."
"Ya ampun Papa, Nana papa ini pasti malu kalau harus bilang begitu." terdengar kekehan dari sebrang sana "Udah ya Pa, lima menit lagi nyampe."
Najwa mengerutkan keningnya saat pria di sebelahnya mengerutkan keningnya dengan tatapan mata yang tak berkedip membuat Najwa semakin waspada.
"Masnya kenapa ya?" sungguh di perhatikan seintens itu membuat Najwa risi.
"Siapa nama kamu?"
"Eh?"
***