Tentang Eomoeni

1012 Kata
Paman Soo adalah Paman yang terbaik. Selain mengajak aku tinggal di rumah besarnya. Beliau juga menyekolahkan aku di sebuah sekolah menengah atas yang berada di kota Seoul. Setiap hari aku bersama Kang Ha berangkat sekolah diantar jemput oleh seorang sopir. Aku masih tidak percaya bisa masuk ke sekolah yang sekeren ini. Sekolah yang hanya bisa aku mimpikan saja, karena sekolahku yang lama berada jauh di kota kecil dengan perbedaan yang sangat menonjol. Di sekolah baruku, aku disambut dengan baik oleh teman-temanku. Bersyukurlah aku tidak satu kelas dengan Kang Ha, karena kalau tidak, maka aku akan merasa tidak nyaman. Seperti halnya Ahjumeoni cantik itu, Kang Ha bersikap tidak ramah kepadaku. Entah kenapa dia bersikap seperti itu tetapi yang pasti selama aku tinggal di rumah Paman, aku tidak memiliki teman sama sekali. Keseharianku begitu sepi dan monoton. Aku pulang sekolah, kembali ke rumah, tinggal di kamar dan tidur setelah itu makan, itu adalah kegiatanku. Paman Soo jarang sekali berada di rumah. Beliau sibuk bekerja dan hanya pulang pada saat malam hari, kecuali hari libur. Paman Soo akan mengajak aku bermain ke taman hiburan. Dia layaknya Ayah untukku memberikan aku semua yang aku butuhkan. Memberikan aku kasih sayang dan semua perhatiannya selama dia bisa, tetapi dikala sibuk mulai menerpa, kami bahkan jarang sekali berjumpa. Paman Soo menggantikan sosok Ayahku yang kini telah tiada. Paman adalah orang yang sangat penting artinya buatku, untuk saat ini. Walau Memang pada kenyataannya istrinya tidak pernah menyapaku sama sekali. Wajah masam dan buram terlihat begitu jelas. Membuat aku begitu kesal karena harus menumpang tinggal di rumahnya. Tapi apalah daya ini semua harus aku jalani karena aku tidak punya siapa-siapa lagi selain mereka. Seperti pada saat ini. Hari minggu yang cerah Paman mengajak aku dan Hang Ha bermain ke taman hiburan Myeong-dong. Myeong-dong yang ramai adalah area perbelanjaan yang penuh dengan merek-merek mode internasional, department store mewah, dan toko kosmetik lokal. Rumah makan kasual menawarkan pangsit Korea dan sup ayam ginseng, sementara pedagang kaki lima menjual makanan ringan Jepang dan Thailand. Pertunjukan yang memadukan drama dan musik rakyat dipentaskan di Myeongdong Nanta Theatre. Katedral Myeong-dong abad ke-19 memiliki menara lonceng bergaya Gotik. Aku sangat senang bermain bersama Paman di sini. Sayangnya kang Ha sama sekali tidak mau ikut bersama kami. Kang Ha lebih memilih bersama bibi cantik tersebut daripada bersama kami. Sudah jelas ketaran kalau memang Bibi cantik itu begitu menyayangi Kang Ha dan menganggap Kang khas sebagai putrinya sendiri. Kita seolah-olah dua orang yang sangat berbeda. Kita memang sama-sama keponakan yang tinggal di menumpang. Tetapi kita bahkan tidak bisa saling bekerja sama dalam segala hal. Seperti halnya perhatian Bibi memang hanya terfokus kepada kang Ha. Begitu pula perhatian Paman hanya terfokus padaku saja. Sudahlah aku tidak akan memperdulikan soal itu. Yang penting Paman sudah memberikan aku kasih sayang, memberikan aku makan, dan kehidupan yang layak itu sudah membuat aku senang. Aku masih bisa melanjutkan hidupku walau pun harus menumpang seperti ini. Sebenarnya berbagai cara aku lakukan untuk bisa menarik perhatian Ahjumeoni. Tetapi semuanya sia-sia saja. Karena itulah aku memutuskan untuk tidak lagi memikirkan hal itu. Saat ini Paman sudah mengajak aku ke sebuah Resto  yang berada di Myeong-dong. Paman Soo sudah memesan banyak sekali makanan untuk kami berdua. "Jiso Ssi, kenapa kamu merenung seperti itu. Makanan yang sudah ada di meja tidak boleh dipandangi seperti itu. Sebaiknya kita cepat makan!" kata Paman Soo sambil tersenyum ke arahku. Ada kimchi, sanakjhi dan jajangmyeon. Semua itu adalah makanan kesukaanku, entah darimana paman tahu makanan kesukaanku. "Ini semua adalah makanan favoritku Paman. Tentu saja aku akan memakannya," kataku sambil melihat makanan yang berada di meja. Makanan itu sudah sangat membuat air liurku menetes, aku sangat menyukai ketiga jenis makanan itu. "Makanlah yang banyak, kamu memang harus banyak makan. Paman tidak mau kalau sampai kamu menjadi kurus setelah pindah ke rumah Paman," kata Paman Soo menorehkan senyum yang manis kepadaku dan aku pun membalas senyum Paman dengan Manis pula. "Tapi Samchon. Bagaimana samchon mengetahui bahwa ini adalah makanan favoritku?" kataku merasa terheran seolah-olah Paman tahu semua tentang aku. Paman sangat mengerti aku, tahu kebiasaanku dan tahu kebiasaan ibu. "Makanan ini adalah makanan favorit Ibumu juga kan. Ibumu sangat menyukai ketiga jenis makanan tersebut, dulu saat Ibumu suka merengek meminta aku membelikan makanan seperti itu, jika memang di rumah sedang tidak memasak makanan tersebut," tutur Samchon  sambil menatap kearah makanan dengan tatapan mata yang kosong. Entah kenapa tiba-tiba saja wajahnya berubah menjadi begitu melo. Wajah Paman Soo yang bersinar secerah Mentari, kini berubah menjadi redup tertutup oleh awan hitam. Aura kepedihan kini muncul secara tiba-tiba di wajahnya. Ada apa ini, kenapa wajah Paman menjadi redup seperti itu? Aku tidak mengerti Kenapa Paman bisa berubah mood secepat itu. Dan Paman pun benar-benar tahu makanan favorit ibu dan aku. Sungguh ini sangat luar biasa. "Samchon?" Kataku sambil menatap tajam kearah pria paruh baya yang ada di hadapanku. "Mwoya?" "Samchon tahu banyak tentang ibuku? Bahkan aku sendiri tidak terlalu banyak mengetahui tentang dia. Aboeji hanya menceritakan sedikit saja tentang Eomoeni," kataku sambil menatap tajam pada pria tersebut. "Karena kami berteman dekat sewaktu kami masih berusia seumur denganmu seperti ini, sebelum akhirnya Paman kuliah di luar Negeri," tutur Paman sambil menolehkan senyumnya yang seolah-olah dipaksakan. Entah kenapa Paman selalu bersedih ketika menceritakan soal ibuku. Itu semua membuatku menjadi sangat penasaran. Aku ingin mengorek banyak informasi tentang ibu dari Paman. Tapi aku selalu tidak tega melihat raut muka Paman yang seperti itu. Senyumnya yang manis dan menawan selalu berubah menjadi sebuah senyum kepedihan. Apa ini? Kenapa semuanya begitu membingungkan. Aku seolah berada di tempat yang begitu hangat dan dekat dengan ibu ketika aku bersama dengan Paman. Tetapi ketika aku ingin membahas soal ibu bersamanya, saat itu wajah Paman berubah menjadi sangat murung. Aku tidak tega melihat wajah yang seperti itu, rasanya aku tidak tahan. "Samchon, tempat apa yang sering Ibu kunjungi semasih muda?" Pertanyaanku Ini membuat mood Paman bertambah jelek. Matanya berkedip seolah benar-benar berat. Matanya itu sudah memancarkan kepedihan yang teramat dalam. Sebentar lagi air mata seolah-olah akan menetes di pipinya. Tatapan mata Paman yang tegas itu kini menjadi berkaca Elentah kenapa. Padahal pertanyaanku tidaklah begitu berat. Kenapa Paman?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN