Chapter 1

1376 Kata
Sandra tiba di depan rumahnya saat sore hari. Begitu mobil Rico berhenti di garasinya, ia membuka sabuk pengaman. Rico juga ikutan membuka sabuk pengaman. Sandra pun meliriknya. “Gue nongkrong disini dulu ya,” ucap Rico. Sandra memilih untuk diam saja. Ia lantas keluar dari mobil. Bersamaan dengan itu dilihatnya Dewi sedang berada di depan rumahnya. Dewi adalah tetangga kompleks dari gang sebelah. Perempuan itu lumayan akrab dengan Sandra. “Nah ini dia Sandra,” ucap Dewi. Rico yang melihat Sandra sepertinya ada tamu pun memilih untuk masih tetap duduk di mobil saja. “Halo, Mbak Dewi. Ada apa ya, Mbak?” tanya Sandra. “Ini mau ngasih undangan.” Kepala Sandra rasanya berdenyut. Ia jadi agak trauma sekarang mendengar kata undangan. “Ulang tahunnya Deani,” imbuh wanita itu. Sandra pun menganggukkan kepalanya. “Ulang tahunnya masih minggu depan sih tapi biar kamu bisa siap-siap. Jangan lupa dateng ya, San.” Sandra menganggukkan kepalanya tersenyum. Entah undangan bocil keberapa yang sudah ia terima semenjak tinggal disini. Mengingat yang tinggal di kompleks ini kebanyakan adalah pasangan suami istri yang sudah memiliki anak. Sandra bahkan baru ingat hanya dirinya yang single di kompleks ini. “Terima kasih ya, Mbak.” “Oh iya ini sekalian tadi aku buat kue. Kamu cobain ya,” ucap Dewi menyerahkan tas jinjing. Sandra tersenyum dan mengucapkan terima kasih. “Terima kasih banyak, Mbak Dewi.” “Aku pamit dulu ya.” “Eh, Mbak Dewi jalan kaki?” Dewi menganggukkan kepalanya. “Sambil ngehirup udara sore, jalan-jalan.” Wanita itu tersenyum kemudian melangkah pergi. “Hati-hati, Mbak.” Selepas Dewi menjauh, Rico pun turun dari mobil. Bersamaan dengan itu, Sandra membuka pintu rumahnya. Ia lantas masuk ke dalam diikuti Rico. Saat itulah Ita langsung menyambutnya dengan sumringah. “Sore Mba Sandra. Mau saya buatin makanan atau jus?” tawarnya. “Sore, Mba Ita. Nggak usah Mba, aman. Mba Ita lanjut nyantai aja. Kerjaan pasti udah pada beres kan,” ujar Sandra. Ita mengangguk. “Nggak ke Bandung, Mba?” “Biar suami aja sama Fahri, Mba. Ya udah saya pamit ke kamar ya, Mba.” Sandra mengangguk kemudian Ita pamit undur diri ke kamarnya. Sandra lantas menatap Rico yang kini sudah duduk santai di sofa ruang tamu. “Lo mau ngintilin gue terus sampe kapan, Ric? Ada Mba Ita loh,” ucap Sandra. Ita adalah asisten rumah tangganya yang akhirnya memutuskan tinggal disini sejak Sandra keracunan itu. Sandra jadi seperti benar-benar diawasi 24 jam sekarang. “Loh kan gue mau nongkrong disini,” ucap Rico. “Mba Ita sekarang jadi ngawasin gue banget berkat lo dan Doni. Itu aja udah cukup. Gue nggak akan aneh-aneh sumpah,” ucap Sandra. Selama bengong berjam-jam tadi di apartemen Rico sambil melihat jendela kaca, Sandra mulai memikirkan langkah konkret yang akan ia lakukan setelah ini. Ia sangat menyadari bahwa kehidupannya begitu berharga. Tidak akan ia habiskan waktu meratapi masa lalu. “Gue gabut, San.” Sandra tahu itu hanya dalih saja. “Mending lo masakin gue deh. Gue mau rebahan di kamar,” ucap Sandra seraya naik tangga. Menuju kamarnya. Rico pun terkekeh. “Lo mau dimasakin apa, San?” tanya Rico berteriak. “Apa aja yang bisa dimakan.” *** Sore hari ini Sandra habiskan bersama Rico di rooftop rumahnya. Sambil makan nasi goreng buatan Rico. Lumayan segar. “Doni masih kejebak meeting ama kliennya yang dari Eropa. Seharian banget ya,” gumam Rico. Sandra masih mengunyah sambil menatap kosong ke arah jajaran rumah di depannya. “Ya udah sih biarin aja.” Doni dan Rico adalah business man. Jadi bisa dibilang mereka sekalinya sibuk, ya sangat sibuk. Sekalinya agak luang, seolah seperti pengangguran. Sama juga seperti Sandra yang punya bisnis kecil-kecilan. Ia berjualan tas dan baju yang sistemnya pre order sesuai moodnya saja. Untungnya masih selalu laku. “Gue pengen punya pacar deh,” ucap Sandra. Ucapan yang bagi Rico terdengar seperti melantur. Akan tetapi ia memilih untuk tidak mempermasalahkannya. “Umur gue udah 29, Ric. Gue pengen nikah.” Rico dengan kesadaran penuh memahami bahwa Sandra baru saja sakit hati karena ditinggal bertunangan. Apalagi setelah berpacaran 12 tahun lamanya. Hanya saja ia tidak menduga Sandra ingin move on secepat ini. “Gue tadi mikirin banget deh. Gue kayak buang-buang waktu banget sama si Ardi. Jadi sekarang gue mau gercep aja. Lo liat kan tadi Mbak Dewi? Dia nganterin undangan ulang tahun anaknya yang kelima tahun. Gue juga pengen punya anak.” “Kenalin aja cowok lo nanti. Biar gue sama Doni ngecek tu cowok bener apa kagak.” Sandra pun terkekeh. “Iya ya. Harusnya gue dulu dengerin omongan lo sama Doni kalo si Ardi tuh b******n. Ya namanya juga bucin ya. Jadi bulol gue,” ucap Sandra. “Gue kalo ada cowok yang cocok buat lo, pasti gue kenalin.” Sandra hanya menganggukkan kepalanya. “By the way si Winda masih belum mau diajakin nikah?” tanya Sandra. Ia teringat pada Winda, pacarnya Rico. Yang masih sibuk mengejar karirnya sebagai dokter spesialis. “Belum. Gue sih terserah dia aja ya. Gue juga nggak buru-buru mau nikah.” Sandra pun hanya manggut-manggut saja. “Doni tuh jomblo,” celetuk Rico asal. Yang langsung mendapatkan tatapan maut dari Sandra. “Jomblo nggak bisa move on,” ucap Sandra. Rico baru saja ingin merespon ucapannya Sandra namun khawatir sahabatnya itu sakit hati. Padahal ya sama saja, Sandra juga belum move on, kan? *** Malam harinya, mobil Sandra akhirnya kembali. Akan tetapi karena masih ada mobil Rico yang parkir di garasi rumahnya, jadi mobil Sandra itu diparkirkan oleh Pak Alim di garasi tetangga. Kebetulan rumah depan rumah Sandra itu belum berpenghuni. Kalau kata Mas Arno penjaga kompleks, yang punya masih di luar negeri. Jadi Sandra sering numpang parkir mobilnya disana, terutama saat sedang lembur packing barang. Alim yang merupakan suami Ita, baru saja kembali dari mengantar hadiah ulang tahun untuk rekan Sandra di Bandung. Sengaja Sandra minta supirnya saja yang mengantar langsung bukan jasa ekspedisi. Sekalian agar Pak Alim bisa jalan-jalan liburan bersama anaknya dan Mba Ita. Akan tetapi Mba Ita ternyata memilih stand by di rumah saja. Jadi ya sudah, Sandra juga tidak bisa memaksa. Doni datang bersamaan dengan Alim, jadi ia bisa melihat anak supirnya Sandra membawa beberapa oleh-oleh. “Widih abis jalan-jalan kemana, Pak?” tanya Doni. Memang sudah akrab dengan ART dan supirnya Sandra. “Bandung, Mas. Abis nganterin hadiah ke temennya Mba Sandra.” Doni hanya mengangguk kemudian melangkah masuk setelah Ita persilahkan. “Mba Sandra sama Mas Riconya di rooftop, Mas.” Doni mengucapkan terima kasih kemudian langsung naik tangga menuju rooftop. “Wih, asik banget kayaknya nongkrong disini. Capek banget gue gilak nyetir macet,” ucap Doni yang langsung mengambil posisi merebahkan diri di sofa panjang santai. Tak tanggung, Doni menjadikan paha Sandra sebagai sandarannya. “Taken kontrak berapa lu?” tanya Rico to the point. “Banyak. Cukuplah buat beli 20 rumah,” sahut Doni dengan mata terpejam. “Ya rumah dimana dulu nih,” sahut Sandra. Doni membuka matanya dan menatap Sandra. Perempuan itu nampak santai mengunyah. Doni pun memilih untuk menegakkan tubuhnya. Bersandar pada sofa. “Ke Bali yuk? Atau Singapura,” ajak Doni. Sandra memilih menggelengkan kepalanya. Doni pun langsung menatap Rico. “Kalian seharian ghibahin apa? Gue ketinggalan banyak nih,” ucap Doni. “Bahas Sandra pengen ikut kelas masak,” celetuk Rico. Doni pun langsung menatap Sandra dengan tatapan mata berbinar. “Asik dong. Gue bantu cariin deh kelas yang rekomen. Gue jadi pengen belajar masak juga dah.” “Nggak usah, Don. Gue mau belajar masak sama Mba Ita aja. Pelan-pelan.” Doni pun mengambil cemilan dari atas meja dan mengunyah. “Lo udah makan belum, San, Ric?” tanya Doni. “Kami udah makan. Lo pasti belum kan, Don?” tebak Sandra. Doni hanya menyengir kuda. “Gue minta Mba Ita masakin ya. Tapi gue mau tidur sekarang. Kalian kalo mau nongkrong disini boleh. Bebas lah pokoknya. Tapi maaf ya gue mau tidur,” ucap Sandra. Rico dan Doni pun menganggukkan kepala. Sandra memang kembali ke kamarnya namun tidak benar-benar tidur. Ia memainkan ponsel dan mengunduh aplikasi dating apps. Sandra benar-benar serius dengan ucapannya tadi kepada Rico. Bahwa ia ingin segera punya pacar. Setahu Sandra, salah satu cara move on adalah dengan jatuh cinta lagi kan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN