1. Live Show Pascawed

1779 Kata
“Congrats, Vio!" Ketiga sahabat Vio menerobos masuk ke kamar pengantin setelah menyelesaikan segala urusan tugas mereka di ballroom tempat resepsi  dilangsungkan. Jangan heran bagaimana caranya mereka bisa masuk ke kamar Vio tanpa ada yang membukakan pintu, Tita sebagai tim WO memiliki kartu akses untuk ke semua kamar pengantin sampai sah waktunya serah terima. Tita berlari menghampiri sang pengantin wanita yang duduk di kaki tempat tidur, masih berpakaian lengkap, hanya sepatu saja yang sudah Vio tanggalkan. Dipeluknya Vio erat-erat penuh rasa bahagia. "Duh, nggak nyangka kamu langkahin aku!" Mia juga ikut mendekat dan langsung sibuk membantu membuka veil beserta riasan kepala Vio. "Aku juga masih nggak percaya, biasa kerja bareng di wedding-an orang lain, eh sekarang malah jadi vendor sama klien gini." "Ry juga nggak nyangka ternyata Vio auranya wow banget pas jadi pengantin." Dan fotografer kita yang satu ini masih saja sibuk mengabadikan momen meski tugasnya sudah selesai sejak tadi. Vio menoleh curiga. "Wow gimana maksudnya?" Ry menurunkan kameranya, tidak jadi membidik detik-detik Mia menanggalkan veil dari kepala Vio. "Hm, gimana jelasinnya ya?" "Suka nggak jelas deh anak ini!" desis Vio malas. "Jadi gini maksud Ry." Gadis itu mengempaskan bokongnya di sebelah sang pengantin, bahkan sedikit menduduki gaun cantik Vio. Dipandanginya Vio lekat-lekat sambil mengulum senyum. "Vio tuh kayak yang penuh cinta banget. Bahagia banget. Jadi berseri-seri dan agak bitchy juga." "Sial lo!" rutuk Vio. Dibilang berseri Vio terima-terima saja, tapi dilabeli bitchy ia tidak terima. Mia menjawil hidung Vio kemudian berkedip menggoda. "Gimana nggak berseri-seri kalo nikahnya sama pujaan hati sejak remaja?"  Digoda demikian, Vio hanya bisa tersipu. Ucapan Mia memang benar adanya. Sejak usia 17 tahun, Vio sudah jatuh cinta pada Ryota, pemuda yang terpaut tujuh tahun dengannya. Awalnya Vio mengira rasa itu hanya kekaguman semata. Namun kini, setelah tujuh tahun berlalu, rasa itu masih tetap ada bahkan semakin dalam.   Selama ini, sosok Ryota terlalu jauh, tidak terjangkau oleh Vio. Ryota bagai bayangan manis yang tak pernah berani Vio impikan. Ryota adalah cinta indah Vio yang tidak pernah berani ia ungkapkan. Hanya mengagumi sosok Ryota dari jauh, memandanginya dalam diam, sudah cukup membuat Vio bahagia. Maka ketika hari ini pria itu resmi menjadi suaminya, wajar jika Vio sulit percaya dan serasa berada dalam bayang mimpi. "Eh, gimana rasanya nikah sama cowok yang udah lama kamu suka?" tanya Tita penasaran. "Bahagia pastinya," ujar Vio malu-malu. Sejak pertama menerima perintah untuk menikah dengan Ryota, hanya satu kata yang bisa menggambarkan hati Vio. Bahagia. "Iyalah secara dari pengagum rahasia naik pangkat jadi penghangat ranjang.” Mia mencolek gemas dagu Vio. “Mbak Mia!” seru Vio malu. Ia tidak berani membayangkan itu. Hubungannya dengan Ryota sejauh ini sangat kaku. Mereka memang bukan sepasang kekasih, hanya kebetulan menikah untuk memenuhi wasiat almarhum ayah Vio, Devan Brajamusti. Jangankan membayangkan adegan ranjang, bercakap-cakap saja mereka sangat jarang. Rasanya proses mereka akan sangat panjang untuk sampai ke tahap penghangat ranjang seperti kata Mia. “Bener, kan?” Mia terus saja menggoda sambil tangannya sibuk bekerja membersihkan riasan wajah Vio. Sebenarnya ini bukan termasuk tugas Mia sebagai makeup artist, hanya saja Vio adalah klien rasa sahabat, jadi jelas perlakuannya pun istimewa. “Tapi kan belum, Mbak,” kilah Vio. “Tapi kan segera,” celetuk Ry yang langsung mendapat pelototan dari Vio. “Mbak!” seru Tita tiba-tiba. “Hm?”  Tita berkedip jail. “Ayo, ajarin Vio!”  Mia mengernyit. Belum connect dengan maksud Tita. “Ajarin apa?”  “Kiat sukses menjalani malam pertama,” bisik Tita dengan nada menggoda. Maklum, yang sudah pernah menjajal sensasi malam pertama memang baru Mia seorang. Vio segera menyusul. Tita dan Ry? Jodohnya saja tak tampak. “Nggak usah!” tolak Vio langsung. “Ih, nolak! Padahal kan biar malam ini jadi momen tak terlupakan." Ry ikut-ikutan menggoda Vio. “Ini anak kecil pikirannya ngawur aja!” omel Vio sebal.  “Nggak usah diajarin lagi, Vio udah hebat,” sahut Mia tenang. “MBAK! Aku nggak gitu!” protes Vio. “Iya, iya, percaya!” Mia mengangguk-angguk geli. “Eh, iya!" Tita melonjak berdiri lalu berlari menuju tumpukan barang milik Vio. Ia mencari sesuatu di sana kemudian tersenyum cerah ketika menemukan benda yang dicarinya. "Untung inget!”  Vio menatap curiga pada kotak pink berukuran sedang yang Tita sodorkan ke arahnya. Vio hanya melihat tanpa mau mengambilnya. “Apaan?” “Kita udah siapin hadiah spesial buat kamu,” ujar Mia. “Yuk, dibuka!” ajak Ry tidak sabar, tangannya sudah kembali siap dengan kamera. Vio meringis. Perasaannya mengatakan ada yang tidak beres di sini. “Harus sekarang?” Ketiganya mengangguk kompak dan semakin besarlah kecurigaan Vio. “Harus banget?” Lagi ketiganya mengangguk. Pasrah. Vio akhirnya mengambil kotak itu dan membukanya. Demi melihat isinya, Vio langsung menjerit dan melempar kotak itu ke lantai. “GILA!” Berhamburanlah kain berenda merah terang dari dalam kotak itu. Jika diamati, roman-romannya kain itu perwujudan pakaian seksi nan menggoda yang lebih kita kenal dengan nama lìngérie. Sepotong kain menyerupai penggaris segitiga, sepotong kain lainnya berbentuk dua lingkaran, sepotong kain lagi mirip persegi panjang, lalu ada benda berbentuk silinder dan kerucut juga. Tunggu! Kenapa isinya seperti pelajaran matematika?  Tita memunguti kain-kain yang terlempar dengan wajah sedih lalu menjejalkannya ke pangkuan Vio. “Ini harus kamu pake malam ini, Vi!” Vio menatap horor pada kain merah menyala di atas gaun putih pengantinnya. Bagai kesucian dan dosa jadi satu. “Nggak mau!” “Ih, gitu!” protes Ry kecewa. “Kita udah belain-belain cuciin biar kamu bisa langsung pake loh,” ujar Tita lagi. Masih dengan raut sedih. “Pokoknya nggak mau!” Vio menolak keras. “Udah, nggak usah dipaksa." Akhirnya Mia menengahi, tapi kata-kata selanjutnya membuat Vio makin pusing. "Nanti pada saatnya dia bakal ngerasa butuh, cari-cari hadiah dari kita ini, terus pake sendiri tanpa dipaksa. Malah selanjutnya bakal ketagihan beli kalo udah ngerasain efek sampingnya." "Mbak, ih! Stop bahas-bahas soal ini!" rengek Vio. Mia mengangguk geli. Fokusnya beralih pada hal lain. Diliriknya jam yang sudah menunjukkan hampir pukul sebelas malam. “Laki lo mana sih?”  “Iya, ya. Kenapa dia nggak naik-naik juga?” gumam Vio bingung. Jawaban Vio segera memancing kejailan Ry. “Vio pasti udah nggak tahan pengin merasakan sentuhan jemari tangan Ryota yang panjang nan lentik itu.” “Ry!" Vio mendelik kesal. "Bahasa lo gìla banget, deh!”  “Belum lagi tatapan matanya yang dalam dan menghanyutkan. Duh, kebayang dipeluk sama cowok ganteng kayak gitu!” lanjut Ry tanpa peduli wajah kesal Vio. “Ivory Kirania!” jerit Vio dongkol. “Tapi bener lagi, laki lo emang ganteng," bela Mia. "Bukan berarti laki gue kalah ganteng ya, cuma Ryota tuh daya tariknya beda. Gagah, misterius, bikin orang penasaran dan pengin raba-raba.” “Mbak!" Vio menggeleng frustasi. "Kalian gìla banget sih, hari ini!” “Udah capek nih kita, pengin cepetan bubar,” keluh Ry. "Makanya makin nggak kontrol ini mulut." “Ya, bubar aja sana!” usir Vio kejam. “Kasian sama lo." Mia mengerling jail. "Pasti tegang menanti detik-detik merasakan jamahan pujaan hati.” “Bentar ya, aku minta tolong Nyoto cariin suami kamu dulu.” Tita segera mengirim pesan pada rekannya, ia yakin mereka masih beres-beres di ballroom. Perlu kalian ketahui, di antara keempat gadis ini, Titalah yang sesungguhnya paling baik hati. Kepeduliannya tinggi, kata-katanya sopan, tidak pernah berkata kasar kecuali mengumpat saat terkejut, selalu berpikiran positif, hanya saja kelewat cerewet dan sering out of topic alias 'nggak nyambung'. Tidak berapa lama, Tita mengabari. “Mas Ryota katanya masih temenin tamu di bawah.” Mia bersiul senang. “Gile, ini pengantin staminanya bagus amat! Udah malem gini masih kuat aja nemenin tamu. Nggak heran gue kalo lo digempur sampe pagi.” Baik Vio, Ry, apalagi Tita, hanya terbengong mendengarkan kata-kata Mia. “Nggak seru bahas yang gini-gini sama cebong kayak kalian. Cepetan pada nyusul deh biar nyambung!” dengkus Mia sebal. “Tenang, Mbak! Mulai malam ini semua nggak akan sama lagi buat Violetta kita tercinta,” ujar Ry. “Please ya, gue minta dengan sangat, kalian pada hengkang aja deh dari sini!" pinta Vio frustasi. Habis dia diejek semalaman kalau begini terus. "Bikin perasaan gue tambah amburadul tau nggak!” “Okelah!" Mia mengangguk cepat setelah melirik ponselnya. "Kebetulan laki gue udah ribut ngajak pulang.” “Aku juga pergi deh, Gin udah di bawah,” ujar Tita. Kalau dalam keadaan biasa, pasti Tita sudah diejek kalau yang lain tahu ia dijemput Gin. Untunglah hari ini target perundungan adalah Vio. Ry mendekati Vio lalu berkedip manja. “Vio nggak mau Ry temenin?” “Nggak usah!” sahut Vio ketus. “Yakin?” tanya Ry. “Lo temenin di sini juga buat apa?” tantang Vio. “Kali aja Vio mau buat sesi foto malam pertama, Ry dengan senang hati jadi paparazzi,” jawab Ry. “Abisnya nggak ada prewed. Kita bikin pascawed aja.” Ryota memang menolak segala macam kerepotan menjelang pernikahan, termasuk sesi foto pre wedding. Jangankan yang tidak penting seperti itu, segala macam prosesi lamaran, hantaran, dan teman-temannya saja tidak ada. “Bener juga kata si Ry," ujar Mia setuju. "Udah aja biar dia stay di sini fotoin kalian. Mulai dari momen tatap-tatap penuh hasrat, buka-buka semua yang perlu dibuka, sampe keluar masuk keluar masuk.” “Apa Tita stay di sini juga aja ya?” celetuk Tita tertarik. “Buat?” tanya Vio ketus. “Jadi timekeeper. Biar semua berjalan sesuai rundown, waktunya tepat, nggak telat nggak kecepetan.” “Nggak sekalian Mbak Mia juga di sini?” sindir Vio sedongkol-dongkolnya. “Buat apa?” tanya Ry bingung. “Gue tau!" sambut Mia cepat. "Buat bantu Vio lepas-lepasan. Takut khilaf nanti gaunnya robek. Banyak loh kasus gaun yang dibalikin dalam keadaan cacat, katanya karena terlalu berhasrat pas buka.” "Parahlah kalian semua," desah Vio lelah. "Udah sana pergi semua!" Tiba-tiba Tita tersenyum geli ketika menyadari sesuatu. "Kamu yakin ngusir kita sekarang banget?" "Emang kenapa?" balas Vio cuek. Masih belum sadar arti senyum penuh makna Tita. Tita terkikik. "Nggak mau dibantu buka baju dulu?"  "Eh?" Vio mengerjap panik. "Ya, udah kita pamit ya!" Tita melambai ceria lalu cepat-cepat menyambar tangan Mia dan Ry untuk lari menuju pintu bersamanya. "Eh, tunggu tunggu!" seru Vio panik. Ketiganya berhenti dan menatap Vio dengan seringai iblis. "Kenapa?" tanya Mia. "Bantu bukain dulu, dong!" pinta Vio memelas. "Nggak, ah!" tolak Tita kejam. "Biar jadi tugasnya Mas Suami aja." "Aduh, kalian jangan tega gitu, dong!" "Mau kita bantu?" pancing Ry. "Maulah!" "Yakin?" tanya Mia. "Aduh, lama deh!" "Ada syaratnya." Ry berkedip-kedip jail. "Apa?" "Kita bukain, tapi lo harus ganti baju pake hadiah kita, terus …, biarin kita di sini dan menyaksikan live show," ujar Mia kejam. "GIL4!" jerit Vio histeris. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN