Dua

1106 Kata
Kania menghela nafas sambil menatap foto dengan pigura jati berbaris di meja samping tempat tidurnya. Pikiran Kania masih pada tanda merah yang ada di leher suaminya. "Mungkin itu alergi atau semacamnya." Gumam Kania sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Mencoba menepis hal-hal negatif yang sedang ia pikirkan. Kania mengalihkan pandangannya pada putri kecilnya Qilla yang masih tertidur lelap di keranjang bayi di dekatnya. Tak berselang lama Angga keluar dari kamar mandi dengan handuk putih yang terlilit di tubuhnya. Angga tersenyum melihat istrinya yang sedang duduk manis di tepian tempat tidur. Kania menatap suaminya yang datang menghampiri dirinya. Angga mengecup bibir Kania pelan, lalu mengambil baju yang sudah Kania siapkan untuknya. Pikiran Kania makin kalut ketika melihat satu lagi tanda merah di d**a suaminya. Kania menahan nafasnya mencoba bersikap senormal mungkin di hadapan suaminya. Kania memperhatikan suaminya dari awal Angga keluar kamar mandi. Pikiran Kania pun berlarian kesana-kemari. "Apa yang mas Angga pikirkan, apa dia mencoba memperlihatkan ku atas semua perbuatannya?" Gumam Kania. Kania benar-benar tak merasa meninggalkan kiss mark saat bercinta tadi malam bersama suaminya. "Sayang..... sayang.."Panggil Angga. Kania begitu terkejut ketika tangan suaminya sudah menempel di pipinya. "Nggak papa mas." Jawab Kania sedikit gugup. "Kamu kenapa sakit?" Tanya Angga sambil menyentuh kening istrinya. "uun ngak kok mas aku kayanya ngelamun deh." Jawab Kania. "Gak biasanya kamu melamun, ada apa kok gak cerita." Tanya Angga sambil duduk di dekat istrinya. Kania menggerakkan tangannya dan segera memasangkan dasi pada suaminya. "Ga tau mas tiba-tiba aja inget mama."Ucap Kania sambil merapihkan pakaian suaminya. "Udah di telpon belum? Kalo mama lagi sakit nanti kita bareng ke rumah mamamu." Ucap Angga sambil mengelus rambut istrinya. Kania tersenyum manis pada suaminya. Ia berkata dalam hati bahwa apa yang ia pikirkan takan terjadi, Kania menegaskan hatinya bahwa suaminya takan melakukan hal seperti itu. Lagipula Kania benar-benar mencintai pria yang sedang berdiri di depannya. Angga menghampiri putrinya yang masih tertidur pulas di keranjang bayi. "Anak papa gak mau salim dulu sama papa." Ucap Angga sambil menyentuh pipi bayi kecilnya. Kania menghampiri suaminya. Sambil mendorong tubuh suaminya, Kania tak ingin membangunkan putri kecilnya yang sedang tertidur lelap. "Ayo nanti terlambat udah jam 7 lebih lo." Ucap Kania sambil menatap suaminya. "Aku masih kangen sama Qilla, dari kemarin gak bangun bangun." Ucap Angga sambil mengerucutkan bibirnya. "Ia nanti makannya pulang cepet." Ucap Kania. DEGG Jantung Kania serasa berhenti beberapa detik. Kania menyentuh dadanya. Kata kata yang keluar dari mulutnya seakan akan menjadi sebuah bumerang yang secara tiba-tiba menghantam nya begitu keras. "Ia nanti pulangnya cepet, lagian gak ada lembur juga." Ucap Angga. Pandangannya nampak kosong Kania terus berjalan mengikuti suaminya ke depan teras. Kania mencium tangan Angga, bibir Angga mendarat melumat sedikit bibir tipis Kania. Kania melambaikan tangannya, ia berdiri sampai mobil yang dinaiki suaminya perlahan lahan menjauh dan menghilang dari pandangannya. "Ini tidak benar bukan." Ucap Kania. Nampak butiran-butiran air tergelincir di pipi Kania. Nafasnya mulai tak karuan, semua kepercayaan yang Kania miliki perlahan menipis. Rintihan tangis keluar dari mulutnya. ringggg.... Bunyi handphone nya terdengar keras memecah lamunannya. Kania melihat ke sekeliling, ia nampaknya sedikit takut kalau kalau ada tetangga yang memergokinya sedang menangis. Kania berjalan cepat mengambil handphonenya. Kania melirik sekitar ia melihat handphone nya tergeletak di bawah sofa. "Halo. ada apa Din?" Tutur Kania mendahului. "Kamu sakit." Ucap seorang wanita dari telpon. Kania menarik nafa, ia bersikap seolah olah tidak terjadi apapun. Kania takut kalau sampai sahabat baiknya itu curiga kalau dia habis menangis. "Gak sakit sih cuma kayanya mau pilek." Tutur Kania. air mata Kania lagi lagi terjatuh mendengar kekhawatiran yang tertuju padanya. "Yak udah kamu mau aku beliin apa? Soalnya hari ini aku libur, gak kuat pen liat bayi ku" Ucap perempuan di balik telpon. "Enak aja bayu mu? Makannya nikah kalo mau bayi!" Ucap Kania diiringi tawa kecil. "Doain makannya biar gak jomblo terus." Jawab perempuan di balik telpon. "Ia udah nanti aja doanya kalo udah sampai sini. bawa apa aja lah yang penting bisa di makan. Dahh aku matiin ya kasian Qilla sendiri di kamar." Ucap kania. "Ya udah jagain bayiku, aku bentar lagi otw Dahhh." tutur wanita di balik telpon. Kania berjalan menapaki barisan anak tangga menuju kamar tidurnya. Kania meraba matanya, ia benar-benar takut kalau matanya nampak sembab. Tangisan Qilla terdengar samar-samar. Mendengar itu Kania bergegas menuju kamar. "Anak mama udah bangun, aduh aduh manisnya." Gumam Kania sabil menatap wajah putri kecilnya. Tangisan Qilla terhenti saat berada di pangkuan Kania. Kania menatap lekat wajah putri kecilnya. Mata yang bulat nampak mirip sekali dengan wajah suaminya. Air mata nya kembali menetes kala mengingat wajah suaminya. Nampak jelas di bayangan Kania ketika Angga melamarnya tepat di hari ulangtahunnya. Kania terkejut ketika Angga berjalan dengan tenang menghampiri nya yang sedang memberikan suapan pertama pada ibunya. "Maukah kamu menikah dengan ku." kata-kata yang sampai saat ini selalu membuat Kania tersenyum ketika mengingatnya. "Ayo Qilla nya mama kita mandi dulu." Ajak Kania pads putri kecil di gendongan nya. Kania dengan hati hati memandikan putri kecilnya. Air hangat nampak menguap terpapar cahaya matahari. Qilla nampak sudah terbiasa merasakan sentuhan air hangat yang membasahi tubuhnya. Kania tersenyum melihat tingkah putrinya yang semakin hari semakin lucu. Qilla bahkan mulai memasukan tangannya ke dalam mulut. sungguh Pemandangan yang sangat indah dimata Kania. Beberapa menit kemudian kania sudah menyelesaikan tugasnya bahkan ia sudah menyuapi Qilla. Kania menatap pantulan wajah di depan cermin. Hal yang benar benar membuatnya kacau kembali masuk ke pikiran nya. Kania mengingat waktu terakhir suaminya selalu pulang tepat waktu. "bulan 2 ya. Sampai saat ini sudah 8 bulan ya." Gumam Kania matanya berkaca-kaca. "Ini hanya sebuah dugaan, masih belum tentu." Tutur Kania. Kania segera mengambil riasan wajah di di hadapannya. Dan segera menutupi wajahnya yang sembab. "akh sepertinya sudah tak terlihat. Nadin masih belum datang juga ya." Gumam Kania sambil melihat jam di tangannya. Kania berjalan menuju ruang tamu sambil menggendong Qilla. Ia menunggu teman nya Nadin. Wanita yang lebih tua dua tahun dari Kania, teman masa kecilnya yang bahkan sampai saat ini masih menjadi temannya. Ting tung.... Suara bell rumah berbunyi kencang, Kania berjalan menghampirinya. Kania perlahan membuka pintu, "Anakku..." Teriak Nadin sambil menyambar menghampiri Qilla. "Apaan sih Nadin. Berisik tau diliatin tetangga." Ucap Kania. "Ya udah sini ate gendong." Ucap Nadin sambil merangkul Kania. "Udah nanti aja di dalam." Tutur Kania sambil berjalan ke ruang tamu. * Nadin menunggu di sofa dengan Qilla yang sudah berada di pangkuan. Kania mendekat sambil membawa minuman dingin di tangannya. "Tumben gak bawa mobil?" Tanya Kania sambil duduk di samping Nadin. "Kania kamu abis nangis?" Tatapan Kania tertuju pada Nadin, jantungnya berdetak memacu .. "Nggak kok, Ngapain nangis juga." tutur Kania. "Udah gak usah bohong!" -Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN