“Kak, kamu coba ajukan cuti pada bos kamu untuk beberapa waktu. Mama ada ide tempat untuk kamu menepi,” ucap Kanya saat Aila baru saja pulang bekerja dan sedang meneguk air putih di dapur. Kanya terlihat begitu antusias menyampaikan idenya itu. “Perlu ya, ma?” “Ya itu terserah kamu sih, kak. Kemarin Bulek Dwi telpon mama. Mama berbincang tentang kondisi desa di sana seperti apa. Terus mama kepikiran deh kalau kamu liburan di sana pasti menyenangkan,” rayu Kanya. “Ehm, nanti kakak coba ijin dulu boleh cuti apa enggak dalam waktu dekat ini, ma.” “Iya, kak. Segera ya. Jangan sampai waktu kamu terbuang hanya untuk bersedih. Mama, papa, dan Radit tidak suka kamu yang selalu memasang wajah sendu.” “Iya, mama. Terima kasih ya, ma.” Aila beranjak dari kursinya dan mendekati Kanya. Ia memel

