PART. 1 CINTA TAK HARUS MEMILIKI

1104 Kata
Risman berlari ke gazebo, karena gerimis turun. Risman segera menurunkan tirai dari plastik tebal yang mengelilingi hampir setiap sudut gazebo, agar lantai gazebo tidak basah oleh air hujan. Risman menatap seorang gadis yang memarkir sepeda listriknya di bawah kolong pondok yang ada di kebun itu. Gadis itu lalu berlari ke arah gazebo tempat Risman berada. Risman menyingkap tirai agar gadis itu bisa masuk. Gadis itu, Shana, cicit dari pemilik kebun tempat Risman bekerja. "Huh! Hampir saja basah kuyup!" Shana menatap hujan yang turun dengan lebat sesaat setelah tiba di gazebo. "Darimana, Sha?" "Dari pasar." "Beli apa?" "Pengen makan gado-gado dan sate di warung langganan di pasar, jadi ke pasar." "Tumben sendirian. Ara mana?" "Cie, cari Ara, kangen ya?" "Aku bertanya karena biasanya kamu dengan Ara." "Ara pergi dengan orang tuanya. Kondangan di tempat langganan bengkel Abba nya." "Kamu mau minum?" "Paman mau membuatkan aku minum?" Shana balas bertanya. "Kalau kamu mau, aku buatkan." "Itu Paman minum apa?" "Kopi hitam." "Kopi s**u ada tidak?" "Ada. Kopi s**u cap hari baik, mau?" "Iya deh. Singkong dan pisang gorengnya aku makan ya, Paman." Risman menuju dapur, Shana mengambil pisang goreng yang sudah dingin, lalu menyuap ke mulutnya. "Hai, kenapa melamun!?" Shana terkejut karena Risman duduk di hadapannya. "Nini sangat ingin Paman menikah dengan Kia ya?" Tanya Shana. "Iya." "Apa jawaban Paman." "Nini tidak bertanya, tapi hanya memberi saran." "Tapi Nini pasti butuh jawaban, Paman!" "Sebenarnya tidak perlu aku jawab. Karena Nini dan Kai sudah tahu kalau aku belum ingin menikah untuk saat ini." "Itu hanya alasan Paman. Paman pasti bingung memilihkan?" "Siapa yang ingin aku pilih? Aku tidak sedang memilih siapa-siapa, Shana." "Tentu saja antara Acil Ara dan Kia, Paman." "Aku belum ingin menikah." "Kenapa? Paman sudah cukup umur. Sudah bekerja, apa lagi?" "Zia melarang aku menikah." Risman tertawa karena sebenarnya jawaban itu hanya candaan, walau memang benar, Zia, sepupu kecil Shana yang sangat dekat dengannya melarang ia menikah, tapi tentu bukan karena itu alasannya belum ingin menikah. "Serius, Paman. Jangan bercanda!" Mata besar Shana melotot ke arah Risman. "Aku akan memikirkan menikah, setelah adik-adikku sarjana." "Mereka baru sepuluh tahun, jadi sarjana mungkin dua belas, atau tiga belas tahun lagi, saat itu umur Paman sudah empat puluh tahun. Ara dan Kia pasti tidak mau menunggu Paman selama itu. Lagipula kalau usia segitu pasti akan susah mencari jodoh." "Jodoh tidak perlu dicari. Insya Allah, jika tiba waktunya akan datang sendiri." "Kasihan Acil Ara, patah hati dong!" "Patah hati itu kalau sudah menjalin hubungan lalu putus, karena sudah menyimpan harapan akan bersama selamanya. Kalau aku tidak pernah memberi harapan kepada siapa-siapa." "Paman ini normal tidak sih!?" "Hey kenapa berpikir aku tidak normal, Sha?" "Paman itu sudah tua. Sampai sekarang Paman pasti belum pernah pacaran. Paman tertarik pada perempuan tidak sih!" "Tidak punya pacar bukan berarti tidak normal, Shana. Jangan sedangkal itu menilai seseorang." "Ah, tahu ah. Paman memang aneh!" Shana mengambil singkong goreng lalu mengunyah seraya menatap hujan. Risman menatap gadis cantik yang kini duduk menatap hujan. Nenek buyut Shana adalah sepupu dari nenek Ara. Jadi Shana memanggil Ara Acil, artinya Tante dalam bahasa Banjar. Sedang Ara, meski posisinya sebagai Tante Shana, tapi karena Shana lebih tua satu tahun, jadi Ara memanggil Shana dengan panggilan kakak. Dua gadis yang sifatnya sangat mirip. Keduanya sangat ceria, suka menggoda orang, dan baik hati. Shana wajahnya seperti orang keturunan Timur Tengah, karena Amma nya memiliki darah itu. Bola mata Shana biru seperti bola mata Abba nya yang memiliki darah Amerika-Turki. Sementara Ara, wajahnya juga seperti orang Timur Tengah yang didapat dari Abba nya. Abba Ara adalah sepupu Nini Shana. Mata Ara sipit seperti Amma nya yang keturunan Tionghoa. Diantara kedua gadis itu, Shana yang paling sering bertemu dengan Risman, karena rumah Shana berada di belakang rumah Nini Rara tempat Risman bekerja. Sedang Ara, rumahnya jauh dari sana. Risman tak memungkiri, ia mempunyai rasa tertarik pada salah satu dari dua orang gadis itu. Risman menyukai Shana, tapi Risman tak bisa mengungkapkannya karena beberapa alasan. Alasan pertama, sejak SMA Shana memilki seorang pria yang dia sukai. Nino, teman sekolahnya. Yang kedua, Risman tahu Ara menyukainya, tentu sulit baginya jika harus menyakiti salah satu dari kedua gadis itu. Karena itu Risman berusaha mengikis rasa suka dan berusaha hanya menjadi teman bagi kedua gadis itu. Risman tidak berusaha mendapatkan hati Shana, karena tidak ingin menyakiti hati Ara. Shana dan Ara memang bukan saudara kembar, tapi waktu mereka lebih banyak dihabiskan bersama. Risman yakin kedua gadis itu punya ikatan batin Risman tidak ingin hubungan kedua gadis itu terganggu karena perasaan sukanya pada salah satu dari mereka. Lagipula Risman sendiri tidak yakin, kalau Shana juga memiliki perasaan sama pada dirinya. "Hujannya kenapa lama sih!" Shana menggerutu. Risman menoleh untuk menatap Shana dari samping. "Kenapa? Bosan berduaan dengan aku di sini?" Tanya Risman. Shana tertawa tanpa mengalihkan tatapannya. "Bukan bosan, tapi saat ini dingin sekali. Suasana di sini sepi dan kita hanya berdua. Aku takut ada setan datang saat aku kedinginan seperti ini, kemudian setan merasuki kita berdua, kemudian ... hiiy! Amit-amit jabang bayi, jangan sampai berbuat dosa seperti itu!" Shana bergidik lalu mengetukkan buku jarinya ke lantai gazebo. "Ternyata ada juga yang ditakuti seorang jagoan!" Risman tertawa. Shana, ia sebut jagoan karena pernah membekuk empat begal di jalan hanya berdua dengan Ara. "Ya adalah. Bukan takut sama setannya, tapi takut berbuat dosa pada Allah. Tidak ada sejarahnya dalam keluarga kami berbuat dosa seperti itu. Bisa pingsan seketika Nini Rara kalau tahu ada cucu, atau cicitnya yang berbuat seperti itu." Mereka berdua kembali terdiam. Tatapan mereka pada hujan. "Aku ingin masak mie, kamu mau?" "Sebenarnya aku sudah kenyang, tapi lapar lagi saat dingin begini. Iya mau deh!" "Hhh, bilang mau saja harus muter-muter dulu, Sha." Shana tertawa. Risman berdiri kemudian melangkah ke dapur. Shana menatap Risman. Sesungguhnya, saat ini ia tengah mengatasi debaran hatinya yang tak karuan. Shana tak bisa membohongi hatinya, kalau dirinya punya rasa pada Risman, tapi semua itu harus ia pendam, karena Shana tahu ada dua hati lain yang juga mengharapkan cinta Risman. Ara, dan Kia. Kadang Shana menangis sendiri, kenapa jatuh cinta pada pria yang juga dicintai Ara dan Kia. 'Apa ini akan jadi cinta sendiri, seperti kisah cinta Nini Aya dan Kai Aman? Jangan dong. Paman Risman tidak boleh meninggal seperti Kai Aman. Paman Risman harus hidup bahagia siapapun jodohnya. Aku harus bisa mengikis rasa cintaku padanya. Harus bisa!' Shana mengusap air mata yang jatuh di pipinya. 'Mencintai tapi tak bisa memiliki memang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi saat saling mencintai, tapi tak bisa bersama, seperti yang hampir terjadi dalam kisah cinta Nini Rara dan Kai Razzi. Ah, Shana. Jangan mellow begini, kamu sudah bertekad untuk ikhlas menghapus rasa cintamu pada Paman Risman.' *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN