Rabu itu seharusnya menjadi hari yang menyenangkan bagi Yana. Selain hasil pemeriksaan dokter menyatakan tubuhnya telah membaik, disamping masalah penyakit kanker, dia akan pulang kembali ke Manor Matahari dan tidak sabar untuk segera bertemu dengan keluarganya. Sayangnya, mungkin nasib sial masih saja menghantuinya. Yana Jazada keringat dingin dan gemetar hebat di kama mandi. Dia menyeka mulutnya yang baru saja memuntahkan segumpak darah. Dia sudah lama tidak mengalaminya. Tapi, begitu datang, rasa pusing dan mual membuatnya ingin mati saja! “Kemoterapi? Apa itu? Hah! Bagaimana mengumpulkan uang jika keadaanku sangat menyedihkan begini?” Yana jatuh terduduk ke lantai dengan kedua tangan melorot dari wastafel di atasnya. Air matanya berjatuhan di lantai. Tatapannya kosong. Tanpa sada

