BAB 17_HONEYMOON?

990 Kata
Pagi aku bersemangat sekali. Rencananya, hari ini aku akan mengajak Luna honeymoon. Mungkin aku bisa hoki, walau tak sampai ke situ, setidaknya dapat colek sedikit, syukurlah. Di sini aku merasa menjadi suami yang paling menggenaskan. Tapi aku takkan menyerah untuk mendapatkan hati Luna, istriku yang secantik bidadari. Asik kumengunyah roti panggang, tiba-tiba yang sedang kupikirkan muncul lewat di depanku. Roti selai coklat kacang itu tiba-tiba terasa hambar sebab seluruh rasa manisnya terkumpul pada istriku. Rambut panjangnya yang curly di ujung terlihat begitu alami. Hitam pekat, tebal, dan tampak lembut. Dan yang membuatku semakin tak karuan, rambutnya basah! Dengan santainya, dia mengusap-usapkan handuk di rambutnya. Semakin hari, penampilannya semakin terbuka. Luna sudah tak memakai cadar dan baju hitam tertutupnya lagi di rumah ini. Aku makin senang dan betah di rumah. Cukup memandang istri cantikku ini, membuatku memiliki semangat menjalani hari. Meskipun banyak hal yang membuatku berpikir keras tentangnya. "Maaf ya, Mas. Aku terlambat bangun. Jadinya kamu harus panggang roti sendiri, " ucapnya dengan wajah sendu, menuangkanku air minum. "Aku siap manggang roti seumur hidupku yang penting kamu mau mandi karena aku," rayuku tak berhenti menatapnya. Oh Tuhan! Bibir, hidung, dagu belah, pipi yang sedang basah itu benar-benar membuatku tak lapar lagi! "Setelah kau merayuku, nanti rayu pacarmu lagi. Tempatmu harusnya bukan di sini, tapi di muara sana, Mas!" ucapnya malah tak menatapku sedikit pun. Ia asik mengunyah roti panggang buatanku. Istri menyebalkan, bukannya senang dipuji malah balik menyindir. Padahal pagi ini aku sudah memasak sarapan untuknya! Aku memanyunkan wajahku kesal. "Mas, hari ini aku izin keluar rumah lagi. Aku ada meeting dengan Marimar dan Gaston, " ucapnya. Aku melebarkan mataku seperti mendengar sesuatu yang salah. "Maaf, maksudku bibi Marimar dan Paman Gaston. Aku ingin bertemu dengannya, melepas rindu, " ralat Luna. Pipi pualamnya memerah seperti malu, sebab salah bicara. Memang istriku ini harus sering kukoreksi biar tak keterusan tak sopan. "Kemarin kamu pergi, sekarang pergi lagi. Suruh saja siapapun yang ingin kau temui datang ke sini. Aku akan berikan uang lebih untuk menjamu mereka. Jangan sungkan. Aku terbuka menerima semua kenalanmu di rumah ini, " ucapku dengan percaya diri. Mungkin dengan bertemu orang-orang yang dekat dengan istriku, aku bisa mengorek informasi tentangnya. Aku memang laki-laki cerdas, batinku tersenyum-senyum. "Kami tak sembarangan saling bertemu, Mas. Aku pinjam lagi mobilmu yang merah. Masih boleh? " Aku ingin mengangguk tapi tetiba berpikiran lain. Aku harus memberikan istriku pelajaran, bahwa ia harus menurutiku. Aku sudah libur ngantor, lagi-lagi dia akan pergi. Tidak untuk hari ini! "Tak boleh. Mobil merah mau dipake Jono observasi kebun rempah. Yang putih mau dipakai Jene pergi observasi kebun rempah juga! Jadi, kita sambut bibi dan pamanmu di rumah ini. Okee! " "Kok bisa gitu, Mas? Kok mereka pisah-pisah gitu? " "Memangnya, Adek kira kebun rempah-rempahku hanya setapak? Banyaak!" seruku bangga. "Ciih, sepetak begitu saja sombong, " ketusnya. "Jadi, mari kita bersiap-siap menyambut paman dan bibimu itu, " senyumku mencoba mendekati lalu merangkul pundaknya. Sebenarnya aku ragu takut diselending olehnya, tapi kali ini aku nekad. Bagusnya, istri jelitaku hanya diam saja. Aku semakin mampu menghirup wangi aroma kulitnya. Bagai buah mangga harum manis, istriku ini selain manis juga sangat harum. Sssssssrrrrrhh.... Darahku mendesir. "Dek, sebenarnya pagi ini aku mau mengajakmu honeymoon, " ucapku memberanikan diri. Istriku itu mengangkat alisnya seperti membutuhkan penjelasan. "Iya... Iya... Aku takkan melakukan hal yang seharusnya wajar bagi suami istri. Jangan mengira aku ini laki-laki gampangan ya, " ujarku masih merangkul bahunya. Perlahan tanganku turun ke tangan mulus istriku. Aku langsung menggenggamnya. Dia sedikit terkesiap, aku bisa merasakan dingin jemarinya. "Tapi, aku ingin menikmati pemandangan indah bersamamu. Aku tahu hukum dalam agama, menyenangkan istri itu dapat banyak pahalakan? "Berselingkuh setelah menikah lebih banyak dosanya, " ketusnya tapi kali ini terlihat sangat manja. Ahhh mengapa dia terlihat begitu imut saat dia cemberut begitu. Aku hanya diam. Jujur, semakin hari, aku semakin lupa dengan Ayu Ruminang. Entah mengapa, sedikit demi sedikit, aku terbiasa dengan hadirnya Luna, istriku. Namun, aku tak tahu, harus mengakhiri atau bagaimana. Sebab, banyak hal yang indah juga kulewati bersama Ayu. Sejenak aku bingung. "Aku akan menghubungi Mar..., maksudku Bibi Marimar dan Gaston. Kita akan menunggu mereka di sini! " seru Luna melepaskan tangannya. Aku menatapnya dalam. Kali ini aku benar-benar serius. "Kau mau kan Dek? Kita pergi honeymoon. Maksudku berlibur bersama di tempat-tempat yang indah? " Wajahku menengadah berharap ia akan mengangguk. Sekarang hatiku berdebar menunggu jawabannya. "Tidak bisa, Mas, " jawabnya tegas dan itu sangat menyakiti hatiku. Entahlah. Sampai-sampai aku tak bisa berkata-kata. Hilang semangatku. Hempas harapanku. "Aku tidak bisa menolakmu, " lanjutnya dengan suara lembut, mengerlingkan mata, lalu melesat meninggalkanku yang masih seperti tak percaya dengan yang barusan dikatakannya. Senyumku merekah. Aaah... Manisnya... Aku bangkit dari tempat dudukku dengan semangat. Rasanya hatiku ini penuh oleh berbagai macam bunga. Kecuali bunga bangkai, itu tidak termasuk. Aku sedang bahagia! Terdengar suara bel berbunyi. "Serius, secepat ini paman dan bibinya Luna sampai rumah? " gumamku keheranan. "Biar aku yang buka, Dek! " teriakku agar Luna tak perlu bergegas. Dengan langkah santai, kubuka pintu rumahku. Mataku seperti mau keluar dari kelopaknya karena kaget melihat apa yang ada di depanku. "Sayang, " sapanya dengan senyum yang selama 2 tahun membuatku selalu terpesona. Wanita berambut pendek dengan bibir seksi di mataku. Terlihat tipis di atas dan agak tebal di bawah, selalu membuatku terkagum-kagum. Kali ini, pakaiannya terlihat makin terbuka. Drees selutut dengan belahan d**a yang terbuka membuat apa yang harusnya tersembunyi terlihat akan menyembul keluar. Sedikit tidaknya, aku harus menelan air liurku yang terasa mengental. Dialah Ayu Ruminang, kekasihku yang menawan dengan leher jenjangnya berhiaskan kalung berlian berwarna biru. Aku yang menghadiahkannya di hari ulang tahunnya. Soal harga jangan ditanya, cukup untuk menikahi Luna sekali lagi. Melihat keseksiannya, senjenak aku telah melupakan ada wanita lain di rumah ini. Sekarang aku gelapan, pastilah Luna akan mengamuk jika tahu, Ayu ada di sini. "Ke-kenaapaa sayang ada di sini? " tanyaku gagap. Jantungku rasanya akan keluar dari tempatnya. Aku seolah mendengar langkah kaki Luna yang akan mendekat. Bagaimana ini?! Siapa pun tolong!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN