DUA

1512 Kata
"Woi Ssa! Malah bengong lo." Eline menyadarkan Arissa dari lamunannya dengan suaranya ditambah dengan tepukan pelan di jidat. "Issshhh... apa sih Line." Sewot Arissa yang kini sudah menegakkan tubuhnya dengan wajah yang terlihat awut-awutan. "Lo belum ngejawab gue." ... “Ada apa?” Eline kembali bertanya karena Arissa masih saja diam. "Tadi gue ketemu kak Mario." Setelah kembali terdiam beberapa saat, akhirnya Arissa memilih untuk bercerita pada Eline. Toh temannya itu tau bagaimana kisahnya dengan Mario, meskipun Eline tidak tau cerita keseluruhannya sih, tapi tetap saja Eline tau bagaimana garis besar hubungannya dengan pria itu. "Wait..." wajah sahabat Arissa itu berkerut. "Kak Mario? Mario yang polisi itu?" Tanya Eline untuk memastikan. Dan Arissa hanya mengangguk sebagai jawabannya. Eline terdiam sesaat sebelum kemudian bertanya, "Bagaimana, apakah sekarang dia semakin tampan? Apakah dia masih seperti dulu, bermulut pedas?" Menegakkan tubuhnya, Arissa lalu menatap Eline dan memutarkan bola matanya malas. "Kenapa lo malah nanya kayak kegirangan gitu? Seharusnya yang duluan lo tanya itu, gimana keadaan atau perasaan gue." Cibir Arissa tidak senang yang malah mendapat balasan kekehan geli dari Eline. "Hehehe... sorry sorry," kekeh Eline tanpa terlihat merasa bersalah sedikitpun. "Hanya saja gue ngerasa nggak penting nanya perasaan lo. Kan lo pernah bilang kalau lo hanya suka-suka gitu aja ke dia. Kayak ke Shandy, Delon, Moreno dll. Jadi, ya gitu deh." Absurd memang jawaban Eline, tapi Arissa mengerti apa maksud dari temannya itu karena memang itulah yang pernah dia katakan pada Eline dan Raya, sahabatnya yang satu lagi. Saat itu Arissa berbohong pada teman-teman magangnya tentang perasaannya pada Mario. Katanya dia pada mereka saat itu, kalau rasa sukanya pada Mario sama seperti rasa sukanya pada laki-laki yang hanya sekedar dikaguminya saja yang ditau Eline dan Raya, Arissa hanya sekedar suka-sukaan pada Mario. Mereka tidak pernah kalau Arissa sebenarnya pernah melakukan move, berusaha agar mendapat perhatian dari polisi idola anak magang tersebut. Bahkan paling parahnya lagi, Arissa pernah menyatakan perasaanya pada Mario dan meminta pria itu menjadi kekasihnya. Hal itu sampai sekarang masih dirahasiakannya dari teman-teman-nya karena dia terlalu malu dengan kenyataan kalau dia ditolak oleh Mario. Menopangkan dagunya dengan malas, Arissa kemudian menjawab pertanyaan tidak penting Eline. "Ya, sekarang dia semakin tampan. Mulutnyapun masih pedas sama seperti kita magang dulu." Sama tidak pentingnya dengan pertanyaan yang dilontarkan Eline, Arissa pun menjawab dengan jawaban omong kosong. Sampai dia teringat sesuatu, "oh iya ada satu lagi yang tambah dari pria itu," kali ini wajah dan gesture Arissa tidak lagi menunjukkan kemalasan, tapi kekesalan yang teramat sangat. "That man is getting annoying now. Not only annoying, but super duper annoying." Terang Arissa semangat yang sialnya malah dibalas tawa terbahak oleh Eline. Dan seketika wajah Arissa kembali masam dan terlihat malas karenanya. "Oke sorry sorry." Eline segera minta maaf begitu menyadari perubahan raut wajah Arissa. Permintaan maaf yang lagi-lagi tidak menunjukkan raut bersalah diwajahnya. "Kita bicara hal lain saja. Sepertinya membicarakan Mario hanya membuat lo makin sewot aja," akhirnya Eline memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Daripada ngebahas soal Mario pria hot dengan mulut hot itu, bagaimana kalau kita bicara soal pelayanan masyarakat yang akan lo ikutin?" Tawar Eline. "Jadi gimana gambaran yang om Franklin kasih ke elo soal pelayanan sosial minggu depan?" Meski Arissa tidak memberi persetujuan, Eline melanjutkan pertanyaannya. "Apakah benar-benar di perkampungan kumuh seperti yang diceritakan senior kita? Kalau iya, elo bakal ngapain disana? Well, you know what i mean kan? Tempat dan kondisi seperti itu tidak akan pernah cocok dengan elo." Arissa menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi yang didudukinya, lalu melipat tangannya dan menjawab. "Yaps, lokasi pelayanan masyarakatnya akan diadakan di perkampungan kumuh yang ada di Cengkareng. Dan gue bertugas di bagian penerimaan masyarakat yang ingin melakukan konsultasi hukum." Jelas Arissa bisa sedikit lebih santai karena dia diposisikan di bagian yang tidak perlu berinteraksi langsung dengan masalah masyarakat. "Ohhh pantes lo kayaknya nggeh-nggeh aja nerima hukuman ini." "Ya iyalah gue terima-terima aja. Daripada om Franklin ngehukum gue dengan jadi pengacara pro bono? Bending ikut pelayanan deh." Eline manggut-manggut mengerti karena kalau dia jadi Arissa, dia tentunya lebih memilih ikut pelayanan masyarakat juga. "Btw, lo tau nggak kali ini kita kerjasama sama siapa? Gue dengar kali ini kantor kita kerjasama ama salah satu lembaga negara." "Hooh." Arissa mnganggukkan kepalanya. "Kali ini law firm kita ngegandeng beberapa dokter, notaris & PPAT dan kerjasama dengan Polres Jakarta Barat." Setelah Arissa menyelesaikan perkataannya, wajahnya berubah kaku. "Ssa, bukannya itu kantor kak Mario bertugas?" Dan hanya dalam hitungan detik saja, dari ruangan Arissa terdengar teriakan penuh erangan kesal dari sipemilik ruangan. "Oh shittt. Why today i'm so unlucky!!!" *** Ketika om-nya berkata kalau mereka akan melakukan pelayanan sosial di kawasan kumuh, Arissa tidak pernah membayangkan kalau daerahnya akan sekumuh ini. Sangat kumuh sampai dia berpikir kalau saat ini dia bukan di Jakarta, tapi di negeri antah berantah yang dia tidak pernah tau ternyata eksis di dunia ini. "Aishhh..." keluh Arissa merasa kesal dan tidak berdaya. Walau begitu Arissa tetap melangkahkan kakinya ke tenda yang sudah didirikan sejak kemarin sore. Di tenda itulah nantinya Arissa harus menerima dan melayani masyarakat yang membutuhkan bantuan mereka. "Loh, mbak sudah datang? Acaranya dimulai jam 8-kan?" Seorang pekerja yang bertugas menyiapkan tempat penyelenggaraan menyapa Arissa. "Iya pak. Saya datang lebih awal untuk siap-siap sebelum tamu datang." Arissa menjawab sambil tersenyum tipis. Pekerja itu mengangguk dan tersenyum, lalu permisi sebelum meninggalkannya yang sudah berada diposisinya. Untuk ukuran orang yang tidak menyukai pelayanan ini, Arisa tau kalau dia memang terlalu cepat datangnya. Bayangkan saja, dia sudah di lokasi pelayanan 45 menit lebih cepat dari jam dimulainya acara. Tapi mau bagaimana lagi, memang beginilah Arissa. Dia tidak suka dengan yang namanya terlambat karena itu adalah salah satu mottonya dalam hidup. 'Jika bagimu waktumu berharga, maka perlakukan waktu orang sama berharganya dengan waktumu.' Makanya setidak ingin apapun Arissa ikut berpartisipasi dalam pelayanan masyarakat ini, dia tetap sudah ada disana lebih cepat dari jam seharusnya. Begitu Arissa mendudukkan dirinya, matanya lalu menatap sekeliling sekali lagi dan mendesah berat. Kemudian di dalam hati dia menyemangati dirinya. 'Semangat Arissa! Ini tidak akan lama, hanya sampai besok.' Katanya sudah membayangkan esok hari agar dia semangat menyelesaikan hari ini. Lagipulan kalau dihitung-hitung, pelayanan masyarakat ini tidak full 2 hari karena besok mereka hanya sampai jam 2 saja . Setelah selesai membereskan barang-barang yang akan dipakainya, Arisa kembali mengedarkan pandangannya keseliling. Mencari tau apa yang bisa dilakukannya sambil menunggu orang-orang yang akan bertugas dengannya datang. Saat itu dia menangkap sosok bapak tua yang tadi menyapanya sedang menyusun bangku untuk para tamu. Bangun dari duduknya, Arissa bersiap membantu bapak tersebut. Namun niatnya terhenti saat seseorang mendahuluinya. Seorang pria dengan kaos putih, celana jeans hiyam dan jaket parasut hitam yang lengannya ditarik setengah. 'Oh shittt!!! Kenapa dia ada disini? Jangan bilang kalau tebakan gue ama Eline minggu lalu benar, kalau dia salah satu perwakilan polisi yang akan ikut membantu pelayanan masyarakat.' Dengan tubuh yang kaku membeku Arissa bermonolog di dalam hatinya. 'Semoga tidak ya Tuhan, semoga tidak.' Arissa tetap berharap meski kemungkinan itu jelas sangat kecil. Dengan keberadaan Mario disini, sudah hampir pasti kalau pria itulah yang mewakili instansinya. 'Dari sekian banyak polisi, kenapa harus dia sih Tuhan.' Keluh Arissa masih dalam hatinya. "Pak, biar saya saja." Suara datar Mario, pria yang tadi membuat Arissa tidak jadi membantu si pak tua terdengar oleh Arissa. Mata Arissa seketika berputar malas karenanya. Ugghhh, kalau tau Mario ada ikut diacara ini, lebih baik dia menawar hukuman yang lain pada om-nya. Mengalihkan tatapan sebalnya dari Mario, Arissa lebih memilih untuk fokus pada handphonenya saja. Toh tidak adalagi yang bisa dia bantu siapkan. "Selamat pagi Ssa, apakah yang lain udah pada datang?" Sapa senior Arissa sambil memberikan sebuah kotak snack kepadanya. Arissa menoleh, kemudian tersenyum. "Selamat pagi mbak Mel, datang sendiri?" Tanyanya berbasa basi yang kemudian dibalas senyuman dan anggukan kecil oleh senior Arissa tersebut. "Iya sendiri. Ngomong-ngomong ini yang lain belum pada datang?" Sebenarnya Arissa tidak perlu menjawab karena Amel, senior Arissa itu sudah melihat sendiri kalau hanya dia saja yang dari Frank & Will Law Firm yang ada disana. Tapi tetap saja dia harus menjawab karena ini adalah Indonesia, dimana sopan santun dan menghormati senior dan yang lebih tua dijunjung tinggi. "Hmmm, ya gitu deh mbak." Jawab Arissa sambil memasang senyum formalitas. "Yang lain mungkin masih di jalan," lanjutnya lagi sambil mengedarkan pandangan. Saat mengedarkan pandangannya, tatapan Arissa tidak sengaja bertemu dengan tatapan Mario. Dengan cepat Arissa memutarkan matanya malas dan melengos, suatu hal yang seingatnya tidak pernah dia lakukan pada orang lain. Biasanya kalau Arissa sudah ditahap tidak suka dan benci sama seseorang dia lebih baik menganggap orang itu tidak ada. Makanya ketika dia ternyata bisa bersikap setidak sopan itu pada Mario, Arissa jadi mempertanyakan bagaimana sebenarnya perasaannya pada pria itu. "Ssa kayaknya yang dari kepolisian dan kantor Notaris sama PPAT beberapa udah datang tuh, gabung sama mereka yuk." Ajak Amel. Tanpa menunggu jawaban dari Arissa, Amel menarik tangannya. Padahal ingin sekali dia menolak ajakan seniornya itu karena dia sudah bisa menebak kemana Amel akan membawanya. Mata Amel jelas tertuju pada sekumpulan orang yang tengah berbincang santai sambil menikmati sncak ringan yang disediakan kantornya. Dari sekumpulan orang tersebut, ada Mario salah satu didalamnya.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN