EMPAT

1517 Kata
Tidak pernah terbayangkan oleh Arissa kalau dia akan pernah terjebak dalam situasi awkward seperti sekarang dengan seseorang, mengingat dia termasuk orang yang selalu bisa mencairkan suasana. Tapi sekarang? Jangankan mencairkan suasana, untuk bernafas saja Arissa harus mengaturnya dulu. Kocakkan? Ughhh... Arissa ingin menendang seseorang sekarang. "Rumah aku lewat sini om." Suara Angelo membuyarkan lamunan Arissa yang duduk di sebelah Mario. Yap di sebelah Mario, kalian tidak salah membaca itu. Nyatanya saat ini Arissa berada di dalam mobil Mario, duduk di sebelah kursi pengemudi yang ada Mario diatasnya. Apakah Arissa harus menjelaskan kenapa dia ada disana? Baiklah Arissa akan menceritakannya. Jadi setelah Arissa mendapati Mario mengetuk mobilnya, Arissa mematikan kembali mesin mobilnya. Kemudian dia keluar darisana untuk menanyakan apa kepentingan Mario, hingga pria itu harus menemuinya. Kalau melihat pada dirinya dan perasaannya, sebenarnya Arissa ingin mengabaikan Mario, tapi dia sadar kalau semuanya bukan tentang dirinya. Bisa sajakan pria itu ingin bicara soal pelayanan masyarakat yang mereka lakukan? Jadi walaupun dengan berat hati, Arissa menghadapi Mario. “Ya? Ada yang bisa saya bantu?” Tanya Arissa seformal mungkin. Mario menunjuk pada bagian belakang mobilnya Arissa. “Itu, ban mobil kamu kempes. Kepala Arissa bergerak cepat, dilihatnya arah dimana dagu Mario tadi menunjuk. “Aaahhh...” dia mengeluh kesal. Kemudian dia bergerak kearah belakang mobilnya, “kok bisa kempes lagi sih.”  Sungguh Arissa sangat kesal kali ini karena lagi-lagi mobilnya berulah, padahal pagi tadi saat dia tiba disini kondisi mobilnya masih dalam keadaan baik-baik saja. Arissa sangat yakin kalau pasti ada tangan-tangan jahil yang mengerjai mobilnya saat dia sibuk tadi. "Kamu mau mengantar diakan? Kita pakai mobilku saja." Arissa ingin memaki Mario saat itu juga. Bisa-bisanya pria tidak peka itu menawarinya bantuan saat pria itu sendiri tau bagaimana Arissa selalu berusaha menghindarinya. "Tidak perlu. Saya bisa mengantar Angelo dengan ojek." Jawab Arissa ketus menolak Mario. Kemudian dengan alis yang terangkat sedikit, pria itu menatap Arissa yang menolak membalas tatapan Mario. Arissa lebih memilih mengomel-ngomel pelan pada mobilnya daripada harus beradu pandang dengan Mario. "Lihat aja, besok-besok lo gue jual. Gara-gara lo gue harus berhadapan sama ini orang." Suara Arissa memang kecil, namun Arissa memastikan Mario bisa mendengar omelannya. Seperti yang Arissa sudah bisa tebak, pria itu mana peduli dengan apapun yang Arissa lakukan dan katakan. Lihatlah bagaimana Mario berjalan menuju pintu mobil dimana Angelo berada dan membukanya. Lalu katanya, "Kita perginya naik mobil om karena ban mobil tante Arissa kempes." Saat itu yang ingin dilakukan Arissa hanyalah men-sleding tackle kepala Mario agar dia bisa memeriksa kerusakan otak pria itu. Mana taukan saraf untuk untuk merasa peka dan simpatik pria tersebut putus, makanya Mario bisa sekejam ini padanya. Harusnya pria itu merasa bersalah kepdanya atau paling tidak mengerti bagaimana posisi Arissa yang tertolak. She is still feel bitter about it. Arissa sudah akan menghentikan Mario, namun tertahan saat matanya melihat Angelo. Anak itu terlihat tidak tenang dan khawatir. Itulah kenapa Arissa berakhir disini sekarang, bersama Mario yang membuatnya merasa canggung sepihak. "Rumah aku disana om," saking sunyi dan canggungnya suasana dalam mobil itu, suara Angelo yang pelan dan lirih langsung bisa terdengar oleh Arissa dan Mario. Memutarkan mobilnya kedaerah kosong yang posisinya tidak jauh dari yang ditunjuk Angelo, mereka kini berada di tempat yang jauh lebih kumuh dari tempat yang kemarin disebut negeri antah berantah oleh Arissa. Tidak ada tempat tinggal yang bisa disebut rumah disana yang ada hanyalah rumah-rumahan. Arissa yakin sekali kalau ada hujan dan angin yang sangat, rumah itu akan ikut roboh. Bagaimana tidak, rumah-rumahan itu dibentuk dari barang rongsokan, seperti plastik, kardus atau barang apapun yang penting bisa membentuk tempat untuk tinggal. Tapi bukan itu yang membuat Arissa miris yang paling membuatnya miris adalah lokasi tinggal Angelo. Meski tinggal di Jakarta, Arissa tidak pernah tau kalau akan ada orang yang benar-benar tinggal di daerah pembuangan sampah. Sepertinya hidupnya terlalu mudah dan enak, hingga dia tidak menyadari kalau ‘kejamnya ibu kota, lebih kejam dari ibu tiri’ bukan hanya sekedar kiasan saja. Untuk sesaat Arissa dan Mario saling menatap, namun segera Arissa putus karena selain dia tidak mau jantungnya bertingkah yang tidak-tidak, dia harus memikirkan sesuatu yang lebih penting dari itu. "Kamu bisa pakai sendal jepit yang ada di bawah kursi yang kamu duduki." Seolah membaca kebingungan Arissa yang tidak tau harus bagaimana melewati tempat itu dengan heels-nya, Mario tiba-tiba saja memberi saran yang harusnya bisa membatunya. Tapi mana mau Arissa menerima bantuan dari Mario, sorry sorry aja dia nggak mau baper hanya karena sendal jepit. Tidak apa-apa kalau dia harus mengorbankan heels merah kesayangannya dan kesulitan berjalan di daerah becek dan tidak rata, daripada harus menerima bantuan Mario. "Nggak usah," jawabnya ketus lalu menoleh ke belakang dimana Angelo berada. "Kita ke rumah kamu ya." Dengan wajah yang berubah 180 derajat, Arissa berbicara pada Angelo yang segera mendapat anggukan dari anak itu. "Terimakasih sudah mengantar kami, anda sudah bisa pergi begitu saya dan Angelo turun." Tanpa melihat Mario, Arissa berbicara sambil membuka seatbelt-nya. Tapi lagi-lagi telinga Mario seolah tuli setiap kali dia berbicara. Lihat saja bagaimana pria itu sudah turun dari mobilnya dan membantu Angelo melepas seatbelt-nya. Oke cukup sudah. Arissa sudah dipuncak kesabarannya. Arissa mengambil turun dari mobil itu dan segera berajalan kehadapan Mario. Dihadapan pria itu dia melipat tangan di depan dadanya, Arissa mengeluarkan uneg-unegnya. "Sebenarnya mau kak Mario apa sih? Apakah terlalu sulit untuk memahami situasi dan gesture aku. Apakah kak Mario tidak menyadari kalau aku menghindari kak Mario?" Katanya melepaskan formalitas, juga dengan nada yang sedikit tinggi. "Aku benar-benar tidak nyaman dengan keberadaan kak Mario." Untuk kalimat terakhir ini, Arissa menggunakan nada yang sangat pelan. Arissa kemudian menghela napasnya berat sebelum akhirnya meninggalkan Mario. "Apakah ini tentang penolakan 3 tahun lalu?" Langkah Arissa terhenti, kemudian dia membalikkan tubuhnya setelah beberapa detik berlalu. "Tidak. Ini tidak hanya tentang penolakan itu," Arissa akhirnya menjawab setelah beberapa saat dia diam menatap pria itu. "Ini tentang justifikasikasi yang kak Mario katakan padaku ketika penolakan waktu itu. Aku tau kalau aku manja, bodoh dan egois, tapi bukan berarti kak Mario bisa menarik kesimpulan atas semua hidup aku hanya dengan sifat itu. Aku tau kapan aku harus meminta maaf dan bertanggung jawab." ... "Maaf." Ucap Mario dengan tatapan yang terfokus pada mata Arissa. "..." Arissa memilih untuk tidak langsung membalas, malah memilih untuk diam dan membalas tatapan Mario. Ketika Arissa sudah akan berbicara membalas ucapan Mario, Angelo yang tidak dia tau kapan perginya, kembali lagi kepadanya dan Mario dengan wajah yang kembali bersimbah air mata. "Om... tante... tolong... tolong nenek aku." Katanya dengan nada tersendat-sendat karena tangisnya yang hebat. Sedangkan kedua tangannya sudah mencengkaram kemeja Arissa dan Mario. "Nenek tidak bernapas om, tante." Saat itu Arissa langsung melupakan permasalahannya dengan Mario. "Ayo kita ke rumah kamu, kita selamatkan nenek kamu." Ucapan itu memang dia ucapkan pada Angelo, tapi mata Arissa juga tertuju pada Mario. Jauh di dalam alam bawah sadarnya yang Arissa tidak ketahui atau lebih tepatnya tidak ingin Arissa akui adalah, kalau Mario adalah pria yang selalu bisa diandalkannya. Lihatlah bagaimana kini tangannya ikut berpegang pada jaket parasut hitam yang dikenakan Mario. *** Arissa menyandarkan kepalanya dengan lemah di punggung sofa sebuah ruangan di rumahsakit, sedang matanya tetap tertuju pada Angelo yang tengah menggenggam tangan neneknya yang tertidur lemah di ranjang rumahsakit. Sampai suara pintu ruangan kamar itu dibuka yang mau tidak mau menarik perhatian Arissa dan Angelo. Keduanya dengan kompak melihat kepada Mario, sosok yang baru saja masuk keruangan itu. "Aku membawa makanan dari luar. Kalian belum makankan sedari tadi," kata pria itu sembari meletakkan sebuah kantong plastik yang berisi 3 bungkus makanan dan minuman yang Arissa tebak dibeli Mario dari depan rumah sakit. "Tapi aku tidak lapar." Tolak Arissa lemah karena dia memang lelah. Dari kemarin dia tidak istirahat sedikitpun karena sepulang pelayanan, dia masih harus menemani kedua adik kembarnya ke mall. 2 Minggu lalu dia berjanji untuk menemani Remus dan Omu ke mall kalau keduanya berhasil menjadi tim inti di klub sepak bola sekolahnya. Dan keduanya berhasil melakukannya, jadi Arissa harus menepati janjinya walau tubuhnya meminta dia istirahat. Harusnya hari ini dia bisa beristirahat sepuasnya, tapi Angelo dan masalah anak itu lebih penting buat Arissa. Memaksakan tubuhnya yang lelah, Arissa bangun dari posisi sandarannya. Dia merasa malu dan tidak seharusnya, kalau sampai dia bertingkah serampangan dan sesuka hatinya. Soal Arissa yang menolak makan yang dibawa Mario, itu bukan karena dia gengsi atau egonya menyuruhnya untuk tidak menerimanya. Dia memang sedang tidak selera untuk makan, walau itu hanya sedikit. "Tidak perlu lapar untuk makan. Bukannya kamu punya sakit magh? Kamu belum makan beratkan sedari tadi, hanya snack yang tadi disediakan panitia." Otak Arissa langsung berputar mengingat kegiatannya sehari ini. Benar kata Mario kalau dia belum memasukkan sedikitpun nasi keperutnya, hanya roti dan minuman botol yang  tadi pagi dibagikan panitia acara. Tapi bagaimana Mario tau tentang hal itu? Terlebih lagi tentang penyakit magh-nya. Hanya orang-orang terdekatnya saja yang tau tentang ini karena Arissa sangat rapi menyembunyikannya dari orang lain. Stop being geer Arissa. He doesn't paying attention at you, mungkin dia hanya menebak saja karena kalian ada dikegiatan yang sama tadi. Mengambil sendok yang baru disodorkan Mario kepadanya, Arissa kemudian melihat kearah Angelo dan mengajak anak itu untuk makan bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN